Kokonata
TS
Kokonata
Cari Laki yang Mau Kerja Keras dan Rela Kotor, Bukan yang Ganteng Terus Dipamerin

Mas-mas SCBD (Sudirman Central Busines District) pastilah senyam-senyum membaca judul di atas. Pernyataan tersurat bahwa laki-laki yang kerja keras berkotor-kotor lebih baik daripada laki-laki berpenampilan rapi, kerja tanpa noda. Apakah laki harus selalu lelah berkotor-kotor begitu?   
 

Revolusi Industri
 
Laki yang kerja keras dan kotor adalah gambaran pekerja era revolusi industri 1.0 dan revolusi industri 2.0. Pada revolusi industri pertama, mulai tahun 1978, para pekerja menghasilkan barang dan jasa dengan menggunakan tenaga otot, air, angin, hingga mesin uap. Tidak heran, tubuh mereka jadi kotor karena lingkungan kerja seperti itu. Kurang nyaman, cenderung panas.  
 
Era selanjutnya revolusi industri 2.0 mulai tahun 1870, produksi barang dan jasa beralih menggunakan tenaga listrik. Setahap lebih maju, namun kondisi para pekerja tetap harus berkotor-kotor juga. Proses produksi masih perlu tenaga manusia agar efektif dan efisien. Para pekerja pulang ke rumah dalam keadaan kotor dan bau keringat. 

Awal tahun 1970, industri mulai menggunakan mesin otomatis. Revolusi industri 3.0 dimulai. Penggunaan komputer dan robot memungkinkan mesin bergerak sendiri dan seolah berpikir. Tenaga manusia mulai tergantikan. Para pekerja menjadi pengawas dan pengendali saja. Mereka relatif lebih bersih ketika pulang ke rumah.
 
Kini revolusi industri memasuki era 4.0. Ciri utamanya adalah Internet of Things. Pabrik menggunakan sedikit tenaga manusia. Pekerja di pabrik juga berada dalam ruang kendali yang sejuk. Berbagai perusahaan dan start upmempekerjakan karyawan dengan alat bantu komputer yang tersambung jaringan internet. Kerja keras tetap, namun tidak berkotor-kotor lagi.    


Kurang Relevan Lagi
 
Di era revolusi industri 4.0, kerja keras dengan berkotor-kotor tidak berada di kasta tertinggi  dunia kerja lagi. Kerja bersih nggak kalah mumetnya. Kerja pakai otak seringkali lebih melelahkan daripada kerja pakai otot.
 
Malah ada persepsi kerja otak itu lebih elit daripada kerja otot. Penghasilannya juga lebih besar. Pada satu pabrik misalnya. Level top manajemen bergaji lebih besar daripada level supervisor dan operator. Namun kerja level top manajemen cenderung bersih, bekerja di belakang komputer.   
 

Tidak salah juga, apabila ada perempuan yang masih mengharap lakinya kerja keras dengan berkotor-kotor. Mungkin bau keringat dan kotoran mengingatkan pada ayahnya atau kakeknya. Dia berharap lakinya begitu juga sebagai bentuk tanggung jawab kepala keluarga.
 

Kerja keras namun tampil ganteng juga sudah jadi standar sebagian profesi. Para resepsionis hotel misalnya. Kalau nggak ganteng, malah dianggap nggak menghormati tamu atau pelanggan. Jadilah para resepsionis berusaha tampil ganteng dan wangi sepanjang hari. 

Nah, Agan sendiri berada di tim mana, nih? Tim pekerja kotor atau pekerja bersih? Para sista juga apakah masih punya pandangan laki kerka keras itu harus kotor? Silakan diskusikan.


Sumber 12

Foto dari Canva Pro
ilikeaprovocator.3301
provocator.3301 dan ilikea memberi reputasi
2
3K
30
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Wedding & Family
Wedding & Family
icon
8.8KThread9.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.