lianasari993Avatar border
TS
lianasari993
Mengagumi Itu Caraku
Konten Sensitif

dokumen pribadi

Sinar mentari telah memasuki jendela kaca tengah tertutup rapat, menampilkan sorot pertegas hingga menciptakan pantulan pada meja yang masih kosong tanpa berpenghuni, hanya ingin menyapa tentang situasi kini.

Tentang pagi sedang terindukan, sibuk menatap layar pada benda berukuran persegi panjang pipih, amatan netra menatap lurus tanpa menghiraukan embusan angin menerpa anak-anak rambut. Seakan sibuk dengan dunia tengah diciptakan sembari menunggu ruangan ramai, hanya saja kehadiran tadi terlalu pagi dari hari biasanya.

Ketika itu, seakan amatan netra ingin sejenak menatap celah berukuran lebar dengan bentuk kupu-kupu terbuka lebar, sejenak terdiam sesaat bersama terdengar langkah sepatu berjalan menghampiri. Langkah yang telah terasakan bahwa itu adalah kehadirannya, sebagai tanda sekarang akan berada dalam ruang kelas bersama.

Bagaimana bisa? Yang jelas detak jantung tengah terpompa secara otomatis, mengatur embusan nafas agar tidak bermasalah dalam waktu tertentu, sambil menunggu yang lain juga ikut meramaikan ruangan belum berpenghuni. Entah apa yang harus dilakukan, sekedar menyapa atau memilih untuk diam?

Kenapa dalam situasi ini begitu sulit, pasalnya letak duduk hanya dibatasi jalan kecil untuk lalu lalang, dan benar sekarang yang tengah terjadi saling bersebelahan. Yang sekarang sedang dinanti adalah waktu jam pelajaran pertama dimulai, demi menjaga agar jiwa dan benak tetap kuat menahan segala gaduh yang tidak ingin menyudahi.

***

Hingga akhirnya jam pelajaran terdengar nyaring pada pengeras suara pada langit-langit ruangan kelas, juga tanda keramaian kelas sudah terisi obrolan siswa-siswi mulai menempati tempat duduk masing-masing, begitu juga guru pengajar langsung memasuki kelas untuk segera mengajar pelajaran pertama.

Bisa dikatakan bagai sarapan pening, bukan ingin mengatakan begitu hanya saja itu memang yang tengah terjadi dalam situasi pagi. Pelajaran fisika mengenai hitung menghitung seakan sudah tersedia tinggal mengatakan bahwa halaman tersebut segera dikerjakan.

Pelajaran yang tidak pernah disukai Alfi sejak awal memasuki pembelajaran, tetapi apa boleh buat jika hanya itu yang bisa menambah nilai agar bisa meningkatkan prestasi, padahal baginya matematika jauh lebih mudah.

“Ehh....” geram Alfi mengecilkan suara tanda geram akan tugas yang kini sudah harus dikerjakan, dilihat soal pada buku cetak pada halaman dua puluh lima, sedangkan rumus berada dibalik halaman tersebut.

“Jika ada yang belum paham langsung tanyakan, biar ibu jelaskan!” kata guru pengajar sedang duduk pada kursi, meletakkan kedua tangan pada meja sambil memegang bolpoin tertutup.

Namun tidak ada satupun yang ingin bertanya, karena Alfi termasuk siswa pemalu juga pendiam dalam kelas, mengakibatkan dirinya selalu memilih untuk diam sambil berusaha mengerjakan. Padahal tugas fisika lumayan sulit, bukan berarti siswa di dalam ruang kelas bisa semua, melainkan takut jika disuruh maju sambil mengerjakan di depan kelas.

Untuk mengerjakan memilih menengok sejenak pada pembahasan di bagian belakang halaman, karena ada beberapa langkah menentukan rumus yang tepat juga bagaimana cara menghitung, cara ini memang lumayan mudah karena hasil dari angka tidak terlalu besar.

Tetapi tugas yang diberikan berjumlah sepuluh nomor dengan rumus acak setiap nomor urut, bisa dikatakan kalau semakin tinggi nomor semakin sulit juga menentukan hasil dari jawaban yang harus didapatkan.

Sesekali netra melirik arah samping di mana keseriusan Yuda mengerjakan tugas dengan tenang, seperti sudah menguasai rumus pada setiap nomor, begitu santai memindah rumus pada buku tugas fisika.

Tik-tik waktu terus berdetak lambat, jarum jam dinding seakan menikmati suasana sunyi juga sedikit obrolan mencari jawaban, sedang dilakukan beberapa siswa lebih tepatnya menyontek hasil. Namun guru tetap tenang tanpa mempedulikan selagi tidak menimbulkan kegaduhan, apalagi pada kelas sebelah sedang melaksanakan ulangan harian.

***

Sudah hampir satu jam setelah Alfi masih belum menyelesaikan tugas, karena itu sedikit membuat kecemasan dengan pemberian waktu mengerjakan hanya dua jam, melihat arah dinding depan akan membuat Alfi tidak bisa konsentrasi.

“Jika ada yang sudah selesai langsung dikumpulkan ke depan, tapi jangan ada yang keluar kelas sebelum bel istirahat berbunyi, ingat sebentar lagi itu pergantian jam jangan ada alasan untuk keluar!” jelas guru pengajar beranjak dari tempat duduk, berjalan untuk memastikan tidak ada kesulitan dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

“Sepertinya di kelas ini sudah pada pintar-pintar pelajaran fisika, padahal dari tadi ibu sudah menunggu siapa saja yang ingin bertanya, tapi tidak ada yang maju” sejenak melihat setiap wajah siswa pada bangku depan, “Sebenarnya walaupun salah juga tidak pa-pa, karena ini buka tentang benar atau salah, tapi keberanian kalian untuk maju bertanya”

Untung saja guru pengajar segera kembali duduk tidak keliling ruangan, sudah tahu semua siswa pada takut jika banyak ditanya tentang hasil dari jawaban yang didapatkan, bukan karena takut maju. Kalau hanya maju saja semua pasti bakal maju, tetapi pertanyaan yang diberikan malah semakin bikin pusing.

Kepala Yuda menengok tempat duduk Alfi, hanya terdiam melihat sebelum memulai berkata, “Contek punya gue cepat!”

“Ha?” bagaimana tidak kaget tiba-tiba mendengar suara Yuda yang sedang tertuju padanya, apalagi selama ini Alfi hanya terdiam jika bertemu atau sekedar berpapasan, “Enggak usah”

“Salin buru, tinggal lima belas menit lagi!” paksanya dengan nada suara masih kecil agar tidak menimbulkan kecurigaan, apalagi selama ini Yuda jarang memberikan contekan pada siapapun dan baru pertama kali pada Alfi.

Diletakkan buku tugas pada meja milik Alfi, lalu kembali fokus melihat buku yang sedari tadi tertutup di dekat bolpoin, kalau tidak salah itu buku catatan pribadi tentang beberapa rangkuman materi atau rumus. Karena sering kali Yuda membawa buku itu ke mana-mana, hampir setiap saat membaca juga memahami.

Meskipun dengan keraguan, Alfi mulai menyalin jawaban ke buku tugas masih kosong sedari tadi hanya berhasil menjawab tiga saja, walau ada sedikit keheranan tentang apa yang barusan diberikan oleh Yuda. Apalagi itu sudah jelas sedikit membingungkan, bagaimana bisa memberikan jawaban begitu saja, bukankah selama ini selesai mengerjakan langsung dikumpulkan?

“Yuda, makasih!” kata itu terlontar pelan dari mulut Alfi sembari menyerahkan buku pada Yuda, sedikit menampilkan senyuman tipis sebagai tanda menghargai atas bantuan baru saja.

“Ayo dikumpulkan ke depan!” ajak Yuda beranjak dari tempat duduk terlebih dahulu sambil membalas senyuman yang baru saja diberikan Alfi, lalu berjalan maju ke depan untuk mengumpulkan pada meja guru.

“Iya” jawab Alfi kecil sekali sudah pasti tidak akan pernah didengar oleh telinga Yuda, tetapi ada rasa bahagia sedang terjadi dalam diri.

Apa ini yang sedang terjadi? Apakah Yuda mengetahui kalau Alfi sedang mengagumi dirinya?

Alfi segera kembali ke tempat duduk, sedangkan Yuda keluar sebentar untuk membuang bekas coretan menghitung pada tempat sampah di dekat pintu masuk. Namun ketika kembali menuju tempat duduk sejenak langkah terhenti beberapa detik, memberikan senyuman lebar tetapi tidak terlihat gigi mengarah pada Alfi.

Dalam hati seakan bertanya apa maksud dari contekan juga senyuman barusan? Gara-gara kejadian itu Alfi terus-menerus memikirkan alasan yang barusan dialami, tetapi dalam benak seperti sedang mengatakan bahwa Yuda juga mengagumi dirinya. Apa itu benar?

The End

Karya : lianasari993
bukhorigan
bukhorigan memberi reputasi
1
493
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.5KThread41.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.