senja.idAvatar border
TS
senja.id
(HOROR STORY) Teror dipesantren || Cerbung SFTH

Sc image : pinteres || Manipulasi by : @senja.id



Ponpes Darul Tauhid- Jawa Barat, 1992

Hamparan langit diatas pesantren, kini berwarna kemerahan dipenuhi burung-burung berterbarangan membentuk formasi hurup V.
Ratusan santri keluar berhamburan dari sebuah majlis usai mengkaji kitab, sore hari.
biasanya, sambil menunggu waktu maghrib tiba, mereka melaksanakan piket bersih-bersih, dan juga masak.

"Assalamu'alaikum, Kyai! Assalamu'alaikum!" Tiga orang santriyin mengetuk pintu rumah Sang Kyai dengan tergesa-gesa.

"Wa'alaikumussalam. Ada apa ini, Kang? Ngetuk pintu kok kaya orang mau nagih utang," jawab Kyai Subhan --Pemilik pondok-- kurang senang atas tindakan santrinya.

"A--aanu, Kyai. punteun, itu dikubang ..." ujar salah satu santri terbata-bata." ada mayat bayi!"

"Iya, Kyai. Ngambang," timpal dua santri lainnya.

Mendengar itu, Kyai Subhan dan beberapa santriyin bergegas ketempat yang dimaksud. Dan benar saja, disana seorang bayi mungil dengan muka pucat pasi mengambang, bayi itu hanya mengenakan kain samping yang melilit ketubuhnya.

"Gimana ini Kyai, apa kita perlu bari tahu warga?"

"Tunggu dulu." Kyai Subhan mendekat kearah kubang, matanya menatap seksama tubuh bayi itu.

"Kakang santri, bantu baca ayat kursi!" tutur Kyai, membuat para santrinya saling pandang.

"Kenapa kyai?" tanya salah satu dari mereka, namun karena Kyai Subhan tak menjawab sambil merapalkan do'a, merekapun mengikuti perintah beliau sebelumnya.

Wushh... Dalam sekejap, bayi itu menghilang dibarengi asap hitam yang mengepul.

"Astaghfirullahal Adzim..." Semua santri beristighfar melihat kejadian.

"Mayat bayi itu kiriman jin, kita perlu waspada!"

Semua santri saling melirik, perasaan tidak enak menyeruak kedalam dada mereka.
Hingga sebuah jeritan nyaring terdengar dari arah pondok santri putri. Kyai Subhan dan yang lainnya langsung bergegas tanpa menghiraukan kejadian barusan.

Sesampainya disana, Ning Jamilah --putri bungsu Kyai Subhan-- berlari memeluk kaki Abinya, ia menangis sesegukan sambil sesekali menyebut nama 'Umi'-nya.

"Dimana Umi, De?" tanya Kyai Subhan, mengelus pipi lembut putri bungsunya.

"Ada diatas, Kyai. Barusan ada teteh santri yang keserupan. saya diminta turun kebawah untuk nemenin De Jamilah," jawab seorang santriat yang sebelumnya menggendong Ning Jamilah

Kyai Subhan ditemani 3 santriyin senior bergegas ke lantai dua. Diteras, Umi sedang menenangkan beberapa santri yang tengah terisak melihat kondisi teman seperjuangannya yang sudah seperti keluarga.

"Berapa yang ke..." Kyai Subhan menjeda ucapannya kala membuka pintu.
Beliau sangat terkejut, ternyata bukan hanya satu santri yang keserupan, melainkan hampir dari setangah santri putri. Mereka terjerit-jerit sambil meremas rambut mereka yang sudah tidak memakai hijab, bahkan beberapa ada yang guling-guling dilantai.

"Ini awalnya bagaimana, Umi?" tanya Kyai Subhan, tatapannya lembut agar bisa menenangkan sang Istri.

"Umi nggak tau, Abi. Awalnya hanya satu, terus merambat ke yang lain. Karena takut Umipun sengaja menutup pintu agar yang lainnya tidak kena."

"Kita perlu memanggil Kyai Riza dan juga Kang Rifa'i" Kyai Subhan memerintahkan santrinya untuk memanggil keduanya.

Kyai Riza, adalah teman Kyai Subhan yang tinggal dekat pondok. Ia ikut mengajar santriyin ngaji Al-qur'an dimasjid. Sedangkan Kang Rifa'i, ponakan beliau yang mengabdi dipondok pesantren Kyai Subhan.

Proses penyembuhan para santriat yang kerasukan cukup memakan waktu lama, bahkan hingga adzan maghrib sudah mulai bersautan.
Beberapa warga yang mendengar jeritan santri putri, mulai berbondong-bondong untuk melihat.
Kejadian ini seakan tak mau usai, sembuh satu, kena dua. Hingga terus berlanjut hingga adzan Isya.

Mereka saling bergantian untuk melaksanakan sholat. Para santriat untuk sementara ikut sholat dimasjid, dihalangi oleh sekat masjid.

21: 23, suasana pun sudah reda, semua santri sudah sadarkan diri. Beberapa dari mereka yang rumahnya dekat, langsung diminta pulang oleh orang tuanya karena takut hal serupa terjadi kembali.

Dan benar saja, kejadian itu berlanjut hingga seminggu berturut-turut, bahkan para santri putrapun kena. Para orang tua santri mulai resah, mereka menjemput anak-anaknya untuk pulang.
Bahkan, tak segan dari mereka yang mengeluarkan sindiran tak enak sebelum pergi.
Meraka beranggapan bahwa Pak Kyai pengabdi setan, itu sebabnya pesantrennya tidak aman.

Umi Maryam--istri Kyai Subhan--- yang mendengarkannya, menangis sejadi-jadinya diatas sejadah usai sholat tahajud. Batinnya terluka dituduh sebagai pengabdi setan. Terlebih sebelum kejadian ini keadaan pesantren baik-baik saja.

"Tidak apa-apa, Umi. Ini ujian bagi kita. Ini tandanya Allah masih ingin kita lebih taat padanya." ucap Ustadz Subhan menenangkan. Umi maryam hanya mengangguk berharap kejadian ini cepat reda.

Keesokan harinya, beberapa warga yang resah atas keserupuan yang beruntun mendemo pesantren untuk dibubarkan, Pak RT dan Mandor mencoba menenangkan. Bahkan para santri Senior yang sudah meresa pesantren itu adalah rumah bagi mereka, dengan sigap menahan kerumunan warga.

"Begini saja, jika memang terbukti kyai itu seperti omongan warga, baru dibubarkan. Jangan asal fitnah saja. Kita juga harus paham posisinya sekarang. Lupa kalian sama jasa pak Kyai, hah!" Ucap Kyai Riza lantang.

Usulan tersebut akhirnya disetujui warga, bahkan sebagian dari mereka ikut berpartisipasi saat Kyai Subhan mengadakan pengajian atas keselamatan pondok.
Pondok kembali aman, hanya saja santri jadi sedikit. Dari ratusan kini tersisa belasan orang. Tak sedikit dari mereka adalah santri lama dan juga yang rumahnya jauh.

Kyai Subhan tidak tahu apa penyebab dari teror tersebut, hanya saja mungkin itu adalah ulah manusia yang tidak senang akan keberadaan pesantrennya itu.

***

12 tahun pun berlalu....


"Weh, ada santri baru tuh!" senggol Kang Bahrun pada teman disebelah.

Kang Faiz, korban senggolan itu berdecih sebelum ia melirik kearah dimata mata Kang Bahrul tertuju.

"Mas Sya Allah! Allahu Akbar!Calon istri saya itu mah, kang." serunya, melihat seorang gadis dengan pakaian tertutup keluar dari mobil avanza berwarna silver. Dilihat dari jauh, wajahnya hampir mirip dengan nikita willy. Putih, manis dan juga pendek. 11 12 dengan artis yang naik daun setelah actingnya diflm putri tertukar.

"Sembarangan kamu, kang!" Tangan Kang Bahrun mengusap kasar wajah Kang Faiz.
Kang Faiz hanya tertawa smirk dengan tangan yang garuk-garuk kepala.


Kediaman Kyai
"Assalamu'alaikum, Kyai!" ucap seorang pria dengan stylan kemeja biru dongker bersama dengan dua orang perempuan disampingnya, yakni istri dan anaknya.

"Wa'alaikumussalam Warohmatullahi Wabarakatuh. Ma Sya Allah, Pak Ilham! Apa kabar?" jawab seorang pria didalam, menyambut tamunya dengan ramah. Ia mempersihkan ketiganya untuk duduk diatas karpet yang sudah digelar sebelumnya.

Pak Ilhan adalah teman masa mondok Kyai dulu saat masih remaja, mereka memang tidak terlalu akrab, namun setiap ada pertemuan reunian akhirnya mereka saling kenal. Bahkan dulu, putri Sulung Pak Ilham pernah mondok dipesantren Kyai Subhan, sebelum insiden teror terjadi.


"Alhamdulillah, Kyai. Baik," jawab orang yang disebut dengan Pak Ilham. "jadi, kedatangan kami begini Kyai ... " Pak Ilham langsung bicara keintinya.

"Oh, jadi putrinya mau dimondokan?" Ucap Pak Kyai. Bersamaan dengan itu, Bu Nyai menghindangkan makanan ringan beserta minuman.

"Iya, Pak Kyai. Iya kan, de?" kini Pak Ilham melirik keseorang gadis yang sedari tadi hanya duduk terdiam sambil memainkan ponsel.

"Hm," imbuhnya singkat. Namun ia langsung teringat bahwa sekarang sedang dipondok."Iya, pak. Iya." ucapnya sigap.

"Oh... Ini tuh yang bayi dulu kan? Ma Sya Allah udah besar ajah. siapa namanya, Teh? Ibu lupa," tanya Umi Maryam, beliau sampai tak percaya jika bayi yang dulu masih merangkak kini sudah dewasa. Beliau menggunakan panggilan 'teteh' seperti pada santriat pada umumnya.

"Eh iya. Nindi, Bu, " jawabnya. Kini ia meletakan ponselnya dibawah karpet.

Pak Ilham hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah putrinya. Meski gadis itu terlihat feminin, namun pergaulannya disekolah cukup usil. Makanya Pak Ilham segera memondokan putrinya itu sebelum terlambat.

Setelah usia berbincang-bincang. Pak Ilham beserta istrinya langsung pamit pulang.
Sebelumnya, ia sempat mengantarkan putrinya itu kepondok putri, dan mengenalkannya pada santriat disana. Mereka juga memberi nasihat agar Nindi selalu menjaga sikap selama dipesantren.

"Mama sama papah pulang dulu yah, sayang. Baik-baik kamu disini."

"hm, iya. Tapi mama sama papah janji yah, sebulan sekali jenguk aku." ucap Nindi memegang erat pergelangan tangan ibunya sebelum masuk kedalam mobil.

"Iya. Sayang, iya."

Mobil avanza itupun langsung bergerak memutar untuk pulang.

***


Mata Nindi meyapu ruangan yang kini menjadi kamarnya. Didalamnya terdapat kasur susun sekitar 2 buah, total 4 kasur. Dan juga lemari kayu dengan warna yang sedikit lusuh berjejer rapih disudut tembok.

Beberapa santriat dari kamar sebelah berdatangan untuk melihat teman barunya. Mereka memperkenalkan diri mereka, ada yang langsung so akrab, dan sebagian menawarkan jasa untuk membantu Nindi.

Sebetulnya Nindi cukup risih, digembrungi seperti gula oleh para semut.
Namun, ia tetap harus menjaga sikap seperti yang pesan kedua orang tuanya.

Hari pertama yang dijalani Nindi cukup menyenangkan, dari ngelogat kitab, piket, dan lain-lain yang selalu dilakukan bersama. Dan yang lebih menyenangkan, ketika jadwal makan, mereka makan diwadah besar seperti nampan namun terbuat dari alumunium, lalu mengubrunginya. Itu cukup lucu bagi Nindi.

"Itu apa?"tanya Nindi pada teman pertamanya yang bernama Faridah, menurutnya, Faridah paling enak diajak ngobrol ketimbang yang lainnya.

"Oh, ini matan safinah, terjemahan kitab untuk hapalan nanti pagi." ucapnya. Ia menyodorkan matantersebut memperlihatkannya pada Nindi.

"Jadi mesti hapalan yah?" Ninda mengambil matan yang disodorkan Faridah

"Iya. Tapi kalau Teh Nindi belom siap gak apa-apa. Santri baru diberi kelonggaran selama dua hari untuk bisa memahami terjemahan kitab."

"emh, begitu. Yah? Seberapa banyak yang harus dihapal?"

"Kalimat 'Bismillahirrohamanirrohim, juga boleh."

"Hah! Bismillah juga bisa. Ah kalau gitumah gampang!" timpalnya percaya diri, wajahnya berseri memandang mudah hal tersebut.

Nindi langsung mencoba menyalin terjemahan punya Faridah. Ia mulai mempraktekannya seperti yang sudah Faridah tuntun sebelumnya.

"Bismillahi, nga--ngawiti insung ing ... Ing apa lupa? Duh ini kok bahasa susah bener!" mimik berseri tadi memudar, digantikan dengan dahi yang mengkerut dan bibir yang mengkerucut

Faridah yang melihat perubahan raut wajah Nindi hanya terkekeh kecil, "katanya gitu doang mah gampang." sindir Faridah, Nindi hanya tersenyum mesem malu.

Waktu berjalan begitu cepat. usai menghapal mereka langsung tidur.
Kini keadaan gedung besar itu senyap dan sepi. Hanya terdengar nyanyian jangkrik yang seakan menina bobokan.

'srek...srek!' suara langkah kaki yang seperti digesekan kelantai mengusik telinga Nindi. Ia terbangun, menatap sekitarnya yang sedang menikmati mimpi.

"Blugh!" kali ini suara seperti pintu yang dibanting. Nindi langsung bergegas membuka pintu kamar, memeriksa siapa yang membuat bunyi malam-malam.

"Teh?" sapa Nindi pada seorang perempuan yang membelakangi. Pakainya berwarna orange dengan rok sarung batik berwarna hitam. Rambutnya menjuntai sampai bawah bokong.

Orang yang didepannya tidak menyahut. Ia justru tetap melangkah ke salah satu kamar dari 4 kamar dipondok putri. Katanya, kamar itu telah lama dijadikan gudang karena santrinya sedikit.

Langkah perempuan itu terhenti didepan pintu. Nindi menatapnya dari jarak tiga langkah dari belakang. Perlahan pintu itu terbuka dengan sendirinya, sosok tangan hitam dari dalam menarik perempuan itu kedalam.

Nindi membeku, kaget atas kejadian yang terjadi sekejap mata. Bukannya lari ia jusrtu mendekati kamar itu, sosok mata tajam menatapnya dengan menyala, membuat Tubuh Nindi bergetar hebat dan sedikit terguncang-guncang.

"Teh Nindi, ayo bangun! Udah adzan subuh ini!" Suara perempuan yang tak asing membuat Nindi membuka matanya yang terasa berat.

"Eh, apa?" Nindi celungakan tengok kanan kiri. Ia menatap dirinya yang berada diatas kasur.

"Apa-apanya teh? Ini udah subuh. Ayo bangun nanti Bu Nyai marah, lho!" pungkas Faridah.

Nindi beranjak dari kasur dengan kondisi masih linglung. Disaat hendak mengabil wudhu ia melihat sekilas kearah kamar yang ada dalam mimpi.

"Mimpi tadi kaya beneran." gumamnya.

.

Waktu setor hapalan pun sudah tiba, santri putra dan putri disatukan dalam majlis dengan penyekat ditengahnya. Namun, bukan santri namanya kalau tidak usil.
Sebelum Pak Kyai datang, santri putra menyodorkan secarik kertas dibawah kolong sekat untuk teteh santri. Disanalah kegaduhan akan dimulai.

"Aduuhhhh... Teh Nindi, baru masuk udah punya penggemar! ucap salah satu putri yang posisinya dekat sekat. Ia memberikan secarik kertas yang baru saja ia dapat.

Untuk Teh Nindi
Dari Kang Bahrul.

Assalamu'alaikum, teh? Boleh kenalan atuh.

Nindi membaca tiap deratan tinta yang tercipta diatas kertas. Tulisanya cukup rapih, sehingga tidak perlu menyepitkan mata untuk membacanya.

"Ehem! Ehem! Cieeeee..."santri putri yang ikut membacanya meneriaki Nindi pelan, sedangkan kakang santri dibalik sekat tak kalah heboh saling berdehem.

Hingga akhirnya, suara langkah kaki dari seberang pintu membuat tempat gaduh itu senyap seketika.
Kyai Subhan mengucap salam, lalu duduk didepan untuk memulai kegiatan pagi ini.

***


"Saya Sapu-sapu halaman bareng Teh Ilma!"

"Saya tungku sama Teh Rodiah!"

"Saya bersihin majlis! Sama siapa yah?"

"Saya ajah, teh."


Para santri putri memilih piket pagi. Pihak pondok memang tidak membuat jadwal piket agar bisa melatih rasa soldaritas antar mereka.

"Saya piket apa, yah?" tunjuk Nindi pada dirinya.

Faridah yang sudah diminta sapu kobong bareng sama teteh yg lainnya, akhirnya menyarankan Nindi untuk cuci piring.

"Piring Ibu dikit, kok. Nanti saya nyusul kalau sudah bersih bersih kobong," ucap Faridah.

Nindi mengangguk dengan manyun.

Mau tak mau ia harus piket. Kata santri lain, jika ada santri yang tidak piket maka akan ditakjir 1000 Rupiah, semacam denda. Tidak besar, hanya saja mungkin itu akan sedikit memalukan, ditambah akan mendengar ceramah Bu Nyai yang panjangnya kaya jalan tol.

"Oh, jadi dibelakang rumah Bu Maryam? Gelap dong!" Nindi sedikit merajuk, berharap ada seseorang yang mau berganti piket dengannya.

"Nggak, kok. Ada lampu disana. Cuman dibelakangnya kebun singkong. Mayan serem!" seru Ilma sambil bergedig seakan takut

Nindi tidak mengubris, 'lagipun apa yang menyeramkam dari pohon singkong?' batinya.
Ia berjalan menuju tempat cucian piring.

"Bukaaa hatimuuuuu, bukalah sedikit untukku, selau dirimu ... Tak menganggapku ada ..." *Backsound dari FLM UFO
Nindi bersenandung ria, sambil membasuh piring kotor satu persatu.
Suara gircikan air dari selang seakan menjadi irama musik yang dinyanyikan Nindi.

"Cuci piring sambil nyanyi paling enak. Berasa konser dipanggung, hihi." Nindi bergumam, ia terkekeh menyikapi sikap konyolnya sendiri.

Suasana dibelakang tidak terlalu seram seperti yang dibilang Ilma, hanya saja karna keadaanya masih gelap ditambah dingin. Kebun singkong yang tingginya menjulang tinggi bergoyang diterpa angin, seakan ada seseorang didalamnya yang sedang mengintai.

"Eh, Teh Faridah! Piketnya udah?" tanya Nindi tatkala Faridah datang dari belakang.

Faridah menganggauk, mengambil selang yang sedari tadi Nindi nyalakan. Lalu ia mulai membasuh piring berbusa yang sebelumnya sudah Nindi gosok.

Mereka saling diam, melaksanakan tugas masing-masing.


"Teh Nindi, maap lama! Tadi sambil bersihin kobong atas juga." seru seseorang dari arah samping kanan.

"Lho .... ?"

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Cerita Ini diangkat dari kisah nyata, yang sudah dicampur dengan imajinasi sipenulis.
Latar, alur dan tokoh semua disamarkan.
Apabila menemukan kesamaan dari cerita ini, mohon untuk dimaklumi.
Sebab terkadang, apa yang terjadi dilingkungan kita, terjadi pula diluaran sana.

Thx for Reading, masukannya sangat ditampung! Apalagi cendolnya langsung saya minum, hihi.
Salam dari kang Bahrun yang gantengnya mirip Ari Ilham.emoticon-Haiemoticon-Cendol Gan
itkgid
similikiti975
terbitcomyt
terbitcomyt dan 15 lainnya memberi reputasi
16
6.2K
49
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.