cangkeman.net
TS
cangkeman.net
Menyoal Bucinnya Rahwana Kepada Shinta


Cangkeman.net - "Tuhan, jika cintaku (kepada Shinta) ini terlarang, mengapa Kau bangun megah perasaan ini dalam sukmaku"

Untaian kata tersebut diucapkan oleh Rahwana dalam kisah epos Ramayana dan cukup populer di kalangan para pencinta. Quote di atas adalah semacam protes sang Raja Alengkapura kepada Tuhan. Dia mungkin berpikir, cinta adalah anugerah. Tak ada yang bisa meniupkan rasa cinta ke-dalam sukma seseorang, kecuali Tuhan.

Dia berpikir sungguh aneh ketika perasaan cinta (yang dianugerahkan Tuhan) telah tumbuh, namun kemudian terbentur tembok pranata dan nilai-nilai yang notabene diturunkan oleh Tuhan juga. Dasamukapun liwung, dia mengambil keputusan menculik Shinta dalam keadaan nglayung atau setengah gila karena cinta. Kita semua tahu akhir cerita dari keputusan ngawur Putra Begawan Wisrawa ini.

Dasamuka, pejuang ataukah pendosa cinta?
Kacaunya, para pencinta newbie jaman sekarang malah memuja Raja Alengka ini setinggi angkasa. Banyak dari mereka yang mendapuknya sebagai idola dan panutan dalam urusan memperjuangkan cinta. Kaos-kaos dan beraneka macam souvenir yang berisi quote Rahwana tersebut laku keras di pasaran.

Bagi saya pribadi, Rahwana tetaplah pendosa dalam urusan cinta. Maka ketika seorang pendosa cinta telah diangkat menjadi idola, kan jadi kacau urusannya. Jangan-jangan nanti generasi selanjutnya akan berlomba-lomba merebut cinta dari pasangan sahnya, kemudian dengan bangga mendaku sebagai pejuang cinta sejati.

Ok.. untuk urusan rasa, Pakne Indrajit ini tidak salah. Dia punya hak yang sama dengan manusia lain untuk mencintai Shinta, atau wanita manapun saja. Entah itu single maupun yang sudah berkeluarga. Bukankah mencintai adalah hak segala bangsa? Baik bangsa manusia, jin, maupun bangsa raksasa sekalipun.

Kesalahan fatal Rahwana
Namun ada satu hal yang dilupakan Rahwana, dan itu menjadi kesalahan fatalnya; yakni ketika dia memanifestasikan cintanya kepada Shinta yang ketika itu telah bersuami Rama, dalam bentuk penculikan. Artinya jelas bahwa dia memaksakan cintanya kepada Shinta. Sedangkan segala bentuk pemaksaan dalam urusan cinta harusnya ‘gugur demi hukum’ kan?

Dasakanta bisa saja berlindung dibalik alibi bahwa selama masa penculikan tersebut dia sama sekali tidak menyentuh Shinta. (yakin lu? Bertahun-tahun menculik cewek cantik semlohai semacam Shinta; dan tidak ngapa-ngapain, ndak colak-colek? Jangan-jangan.. ah sudahlah) Toh tetap saja dia telah merebut Shinta secara paksa dari Rama. Pakai empati dikit ngapa? Coba bayangkan perasaan Ramawijaya, pasti sakit tauk...

Akan lain ceritanya andai saja si putra sulung Sukesi tersebut bisa 'menikmati sendiri' perasaan cintanya. Membawanya ke ranah pribadi nan suci dan sunyi. Jika demikian, mungkin saat ini kita akan kompak mengenangnya sebagai pencinta sejati, alih-alih sebagai dedengkot angkara murka.

Andai cinta Rahwana bersifat platonic
Andai saja Rahwana sempat mengalami hidup di era 90-an yang penuh dengan lagu-lagu mellow, dia akan mengenal sebuah kredo 'cinta tak harus memiliki' (yaaa.. meskipun hati akan terasa ambyar dan remuk redam, wkwkwk). Dia perlu belajar banyak dari kebesaran hati generasi 90-an ini. Belajar bagaimana merawat platonic love tanpa setitikpun keinginan untuk memiliki. Eh tapi, gimana caranya mencintai tanpa keinginan untuk memiliki? Ya simpan di dalam hati saja. Atau paling banter, tuangkan ke dalam syair lagu dan puisi.

Atau jika dia sempat hidup di jaman now, mungkin dia bisa menuliskan kisah patah hatinya ke dalam lagu-lagu ambyar ala Almarhum Didi Kempot; atau bisa juga dangdut hip-hop ala NDX aka familia. NDX aka familia, -kita tahu- mengusung sebuah kredo suci 'patah hati tak perlu ditangisi, cukup dijogedi'. Kan lumayan ta? Dia bisa tenar dan bergelimang uang dari hasil management patah hatinya.

Apa mungkin Rahwana yang berangasan itu bisa berpuisi? Eh jangan salah. Sampeyan gak akan bisa menduga apa yang bisa dilakukan cinta. Apalagi ketika sedang patah hati. Sekali patah hati, kau akan getol menulis puisi. Dua atau tiga kali patah hati, kau sudah akan layak disebut sebagai penyair. Jika sampai 27 kali kau patah hati, you are a sufi. Ndak percaya? Coba saja.

Andai Saya Menjadi Ramawijaya
Andai (catet ya.. andai lho ini) saya berada dalam situasi seperti yang dialami oleh Ramawijaya; cinta sejati saya direbut seorang yang berinisial Maulana Indraguna Sutowo, saya tidak akan memilih jalan perang. Ya iyalah.. lha saya mah apa atuh? Senjata tidak punya, berkelahi juga ndak ahli, wadyabala juga tiada. Tentu ndak realistis kalau dengan sumber daya yang serba terbatas itu saya menempuh jalan pedang melawan dia yang memiliki segalanya.

Saya akan memilih jalan cinta itu sendiri. Bersumpah untuk setia memelihara cinta dalam dada, entah sampai kapan. Sebab manalah saya tahu akan rencana Tuhan. Dia bisa menelusupkan rasa cinta ke dalam hati kita -pun mencabutnya- kapanpun Dia mau. Kita tak punya kuasa menolak atau menahannya.

Tanpa merasa perlu untuk memiliki DiSas secara fisik (dari Shinta kok njur merembet ke DiSas sih?). Saya akan menderaskan mantra "Jangankan memilikimu duhai cinta, melihatmu bersin atau angop saja aku sudah bahagia tanpa umpama", dan mengabadikan sosoknya dalam baris-baris puisi serta tembang. Sambil tak putus menyebutnya dalam doa. Bukankah doa adalah cara terbaik bagi para pencinta untuk memeluk (bayangan) kekasihnya? Begitulah kura-kura.


Tulisan ini ditulis oleh Rois Pakne Sekar di Cangkeman pada tanggal 19 Mei 2022.
adinilmi
adinilmi memberi reputasi
22
4.9K
87
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.