muyasy
TS
muyasy
Tertatih Merakit Cinta (COC_CLBK 2022)
pixabay



Setiap aksara yang beterbangan terbawa angin, niscaya membentuk jadi satu kata jika dirangkai yang akan membuat dada ini goyah, yaitu cinta.

***

Aku mengulum bibirku setelah menyesap teh hangat di pagi ini yang terasa dingin. Rinai turun sejak subuh dan sampai jam enam pagi masih setia mengguyur bumi yang kupijak.

Angin yang berembus sengaja menggodaku agar tanganku bersedekap, karena udara yang mulai menusuk kulit ari. Namun, kaki ini belum ingin beranjak. Jarang sekali pagi tiba rinai turun saking lamanya. Seperti titik-titik air yang sengaja datang membasahi tanah yang lama tak dijamah sampai kering dan retak.

Seperti hati ini yang selalu mengingat nama itu, karena rinai yang menghadirkan kenangan tersebut. Bibirku pun tersenyum, kala waktu yang terbuang sangatlah patut dikenang. Sampai saat ini, aku selalu mengingatnya, karena semua itu tidak merugikan jiwa dan pikirku.

Waktu yang sama dan suasana yang sama pula, tetapi di tempat berbeda. Saat itu aku memandangi rintik hujan yang seakan tak puas untuk dijatuhkan. Pas hujan turun dengan derasnya, aku duduk sendiri menanti bus ke arah universitas yang aku datangi. Seperti biasa, ada seorang lelaki yang selalu menemaniku di halte, karena kami akan ke tempat yang sama.

"Lupa nggak bawa jaket lagi?" tanya Irawan memulai percakapan yang semula sangat lengang. Ah, padahal berisik karena suara hujan.

Aku yang ditanya begitu hanya menyengir bak mirip kuda. Sengaja aku tidak membawanya, karena hatiku yakin jika Irawan akan melakukan hal yang sama seperti kemarin. Seperti hari ini juga.

Lambat laun kedekatan kita terjalin begitu lama. Di situ ada aku, di situ pula ada Irawan. Sampai terdengar gosip bahwa kami berpacaran. Namun, itu hanya kabar burung belaka.

Sore ini, kami sengaja duduk berdua di kafe langganan dengan memesan kopi dan camilan yang sama pula. Makanan yang ada di meja tidak membuatku ingin memakannya. Karena, kami sedang membicarakan hubungan yang selama ini dijalani.

"Maaf, jika aku menyakitimu selama ini. Bukan aku tidakmenyukaimu, tapi ini soal keyakinan yang tidak bisa aku tinggalkan. Bagaimana dengan perasaan orang tua kita jika kita melanggar kepercayaan masing-masing?"

"Aku tau. Tapi, aku juga tidak bisa menutupi perasaanku begitu lama. Aku juga minta maaf." Aku menunduk agar lelehan air mataku tidak jatuh ke pipi.

Terasa elusan lembut di atas kepalaku. Meskipun aku tidak mendongak siapa yang melakukannya. Diri ini tahu jika Irawan yang melakukannya untuk membuatku lebih bersabar.

Kami tetap jalan berdua meskipun tanpa ikatan. Ya, ikatan yang dulu hampir terjalin, tetapi hati kami tidak bisa menyembunyikan perasaan cinta di hati masing-masing. Kami saling jatuh cinta, tetapi kami pun tidak bisa menyatukannya. Beda agama yang membuat kami sama-sama menjauh agar bisa melupakan kisah yang menyesakkan dada.

Aku pun tidak mau egois, sebisa mungkin bisa melupakannya saat dirinya pergi ke kota setelah lulus kuliah. Berniat bekerja di sana, karena Irawan bilang ingin mencari pengalaman. Namun, diriku menampik ucapannya. Dia bohong padaku. Nyatanya, nomor teleponnya tidak aktif sama sekali. Irawan begitu cepat ingin melupakanku. Walaupun dia pernah berujar pasti ada lelaki lain yang lebih baik dan sepaham denganku yang bisa menggantikannya: sudah menjadi tambatan hati bertahun-tahun. Di situ aku menangis tersedu-sedu.

***

Entah berapa tahun lamanya aku tidak pernah bertemu Irawan, kini lelaki itu sudah ada di depanku. Hari ini ada teman kuliah kami yang melangsungkan pernikahan. Ah, mungkin dia diundang juga, pikirku.

"Apa kabar?" tanya Irawan dengan senyumnya yang sama seperti beberapa tahun yang lalu.

"Baik. Lalu, kabarmu gimana?" tanyaku balik. Aku sedikit canggung duduk berdua dengannya. Kami sudah dewasa, apalagi banyak yang menatap kami berdua, sehingga aku ingin cepat beranjak. Akan tetapi, hatiku bilang jangan dulu mengabaikannya. Baiklah, aku ikuti kata hatiku.

"Alhamdulillah, aku baik. Lihat! Irawan dulu sampai sekarang sama saja. Bedanya, sekarang lebih gemukan sedikit," jawabnya dengan terkekeh.

Aku terkejut dengan ucapan rasa syukurnya. Sejak kapan?

"Wan, kamu tadi ngomong hamdalah. Sejak kapan?"

"Oh, maaf. Mungkin temanku kebanyakan beragama yang sama denganmu, mereka asik."

Setelah pertemuan itu, aku tidak bisa menjauhkan pikiranku dari wajahnya. Wajah itu, senyum itu selalu menari-nari di otakku.

Sampai beberapa bulan kemudian, aku mulai tidak melupakannya Aku yang sengaja menyibukkan diri dengan PR yang masih belum selesai. Kerjaanku yang menjadi WO, bulan ini begitu menyita waktu.

"Kak, ada yang ingin bertemu dengan kakak langsung. Katanya ingin janjian langsung, tanpa perantara?"

"Orang penting, kah?" tanyaku sedikit heran.

"Nggak tau, Kak. Katanya, beliau kenal dengan kakak sebelumnya?"

Aku keluar dari ruanganku dan menemui tamu khusus yang sudah duduk di sofa dekat dengan ruang kerjaku. Kakiku melambat, berbeda dengan irama detak jantungku yang semakin cepat. Menegaskan bahwa kisah yang kujalani sepertinya tidak akan tamat. Lelaki itu selalu menyita waktuku sekarang sedang telah duduk menekuri majalah fashion yang sudah tersedia di bawah meja kaca.

"Ada yang bisa aku bantu?"

Irawan mendongak, "iya. Aku butuh bantuanmu."

Pikiranku melayang sampai tak bisa menemukan arah. Dari percakapan satu jam dengan Irawan bahwa dia berencana akan meminang seorang wanita yang dia cintai. Dari semua yang dia pesan, menunggu rencananya berhasil baru kami bisa deal. Sebenarnya masih rencana, tetapi dalam waktu dekat dia akan mengutarakan cintanya lagi yang dulu sempat tertunda. Aku sempat menoleh ke masa lalu, karena cerita cintanya yang baru hampir sama dengan kisah kami.

Setelah menemani Irawan memilih dekorasi ini itu, aku kembali ke ruanganku untuk bekerja lagi. Tak berapa lama, ponselku berdering menunjukkan nama Ibuku yang menelepon.

"Assalamu'alaikum, Bu. Ada apa?"

"Kamu bisa pulang sekarang, Nak? Ada tamu ini ... nyari kamu."

"Tamu siapa, Bu? Biasanya klien akan datang ke sini kalo ada yang penting."

"Ibu tidak tau dia dari mana. Katanya, laki-laki itu kenal denganmu. Dia datang dengan orang tuanya. Apa kamu punya pacar dan tidak bilang ke Ibu sebelumnya?" tuduh Ibu di seberang sana.

Aku panik. Siapa laki-laki itu? Aku gegas ke luar dan pulang ke rumah. Ponsel masih kujepit antara bahu dan telinga bagian kanan. Dan, aku pun menjawab, "anak Ibu yang paling cantik ini tidak punya pacar. Oh, ya, aku pulang sekarang."

Selama setengah jam perjalanan, otakku masih berusaha memecahkan teka-teki. Siapa yang menaksirku secara diam-diam? Selama aku putus dengan Irawan, tidak pernah ada lelaki yang dekat denganku. Ya, karena sengaja aku menjaga jarak dengan mereka.

Sesampai di rumah, sebuah mobil berwarna silver terparkir di garasi. Aku langsung masuk ke rumah setelah mematikan sepeda motor.

"Assalamu'alaikum."

"Wa alaikum salam," jawab mereka serentak.

Aku terkejut bukan main. Laki-laki itu yang beberapa jam yang lalu datang ke tempat kerjaku dan sekarang duduk di kursi jati dengan memakai baju koko putih tulang dengan peci berwarna hitam yang menghiasi kepalanya. Aku takjub sekaligus heran.

"Duduk sini, Nak. Tamu kita cukup lama menunggumu."

"Ada apa ini, Bu? Ehm ... perasaanku nggak enak."

"Kamu harus senang, ternyata dia mau meminangmu, Nak."

"Apa! Bukankah dia ...."

"Izinkan saya berbicara berdua dengan Nisa, Bu. Ada hal yang ingin saya luruskan dengannya," tuķas Irawan sampai aku dan Ibu menoleh ke arahnya bersamaan.

"Silakan, Nak."

Aku masuk ke ruang tengah dengan Irawan yang mengekoriku. Kami duduk berhadapan. Aku bertanya jika nikah beda agama itu tidak mungkin terjadi.

Irawan tersenyum, "siapa yang mau menikah beda agama? Pasti salah satunya akan tersakiti dan tidak nyaman."

"Kamu?"

"Aku? Apa penampilanku sekarang belum terlihat akan jawaban dari setiap pertanyaanmu?"

Aku belum yakin, hanya dengusan yang menggambarkan bahwa saat ini aku sedang kesal dan gelisah.

"Aku sudah masuk agama Islam beberapa bulan yang lalu. Ceritanya sangat panjang. Sampai nuraniku memantapkan hati untuk menjadi muallaf. Sebenarnya namaku bukan Irawan lagi. Seorang ustaz telah mengganti namaku yaitu Ahmad Syahroni Harmawan," ucap Irawan.

Pipiku sudah basah mendengar ceritanya yang menjadi muallaf. Berarti, pertemuan pertama kami di pernikahan teman beberapa bulan lalu menegaskan bahwa memang Irawan sudah menjadi muallaf. Ah, dipanggil siapa dia saat ini?

Lelaki di depanku memberi sebuah sapu tangan miliknya, lalu kuambil dan kuseka air mataku di pipi. "Orang tuamu bagaimana? Mereka tidak marah dengan perbuatanmu?"

"Ya, awalnya mereka terkejut. Tapi, mereka tidak memaksakan kehendak. Toh, sudah terjadi." Irawan pun terkekeh.

"Jadi, rencanaku ke sini untuk meminangmu. Kita sudah kenal cukup lama, jadi tidak perlu pacaran. Apalagi, lebih indah jika kita pacaran sesudah menikah," lanjutnya.


Quote:


Link puisi di sini


Aku tersenyum malu. Mungkin pipiku sudah merona. Aku langsung mengangguk, menyetujui pernikahan ini. Terdengar suara hamdalah dari ruang tamu cukup keras. Ah, Ibu sedari tadi menguping obrolan kami.

Hanya sebulan setelah pinangan itu, aku dan Irawan menikah dengan cukup meriah. Pasalnya, lelaki di sampingku ini yang memesan WO padaku. Uangnya pun diberikan padaku sesuai deal kita saat itu. Ada-ada saja rencananya.

"Memikirkan apa sampai dipanggil berulang kali nggak nyaut, hem?"

Aku terperangah dengan pelukan hangat dari belakang punggungku. Aku menoleh jika tersangkanya adalah suamiku, Irawan. Ternyata, aku sedang melamun sejak tadi. Sampai rintik hujan sudah berhenti. Hanya meninggalkan jejak basah di setiap sudut paving di halaman.

"Aku sedang memikirkan masa lalu yang saat itu mungkin tidak akan bisa terjadi seperti yang kuinginkan. Namun, Allah berkehendak lain. Dia memberi kejutan untukku. Menyatukan hati kita yang dulu sempat terpisah karena perbedaan. Wallahu alam."



Tamat


Gresik, 01 Juli 2022
Diubah oleh muyasy 06-07-2022 14:02
bukhorigan
bukhorigan memberi reputasi
13
1.6K
59
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.