sukmasenja
TS
OWNER
sukmasenja
Petok D, Senjata Sakti Mafia Tanah

Indonesia adalah negara hukum. Ini merupakan klausa Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Konsekuensinya adalah segala aspek kehidupan di Indonesia harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku tidak terkecuali di bidang pertanahan. Semua aspek dalam bidang pertanahan harus mengikuti ketentuan yang diatur di dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

UUPA hadir untuk memberikan kepastian hukum di bidang pertanahan Indonesia karena dalam kepemilikan tanah Indonesia pada masa itu terdapat tumpang tindih norma di antaranya ketentuan kepemilikan tanah pada masa pendudukan Belanda, hukum adat, dan hukum positif Indonesia sebelum tahun 1960. Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa banyak orang yang tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah dan sebaliknya ketika bukti kepemilikan sebidang tanah dikuasai oleh banyak orang dalam berbagai bentuk. Bukti kepemilikan tanah sebelum pemberlakuan UUPA lebih dikenal sebagai surat tanah. Di Indonesia ada tiga surat tanah yang dikenal secara umum, yaitu:

Girik
Girik bukanlah sebuah sertifikat melainkan tanda kepemilikan tanah berdasarkan hukum adat. Surat girik juga merupakan bukti pembayaran pajak atas tanah tersebut pada era kolonial. Surat Girik ini tidak diakui sebagai bukti kepemilikan yang sah di mata hukum sehingga tanah sangat rentan disengketakan. Apabila terjadi sengketa tanah dengan alat bukti adalah Sertifikat Hak Milik (SHM) melawan Girik, maka SHM lah yang kekuatan pembuktiannya sempurna karena Girik tidak pernah dianggap sebagai bukti kepemilikan tanah berdasarkan hukum positif Indonesia.

Surat Hijau (Surat Ijo)
Khusus untuk surat ijo, surat tanah ini hanya beredar dan berlaku di Kota Surabaya. Disebut juga Surat Ijin Pemakaian Tanah (Surat Hijau), surat tanah ini merupakan izin yang diterbitkan pemerintah kota atas pemakaian tanah aset Pemerintah. 

Menurut Badan Pengelolaan Tanah dan Bangunan, dasar perolehan/penguasaan tanah dengan status surat ijo berasal dari:
- Tanah peninggalan Kolonial Belanda (hak eigendom gemeente, besluit) dan tanah yang diberikan Pemerintah Indonesia dengan Hak Pengelolaan.
- Tanah yang pengadaannya dilakukan sendiri pemerintah Kota Surabaya dengan jalan pembebasan tanah (P2TUN) maupun tukar-menukar (Ruislag).

Petok D
Sebelum Undang-Undang Pokok Agraria berlaku pada 24 Desember 1960, petok D merupakan alat bukti kepemilikan tanah di Indonesia yang diterbitkan oleh kepala desa dan camat setempat. Sedangkan petok D yang dibuat setelah tahun 1961 hanya merupakan alat bukti pembayaran pajak tanah ke kantor Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda). Jadi, bukan lagi berfungsi sebagai alat bukti pemilikan tanah.

Berkaitan dengan Petok D, banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa Petok D merupakan bukti kepemilikan yang sah padahal karena Petok D dikeluarkan oleh kepala desa dan camat yang berganti-ganti sehabis masa jabatan, sangat terbuka kemungkinan Petok D untuk satu bidang tanah dimiliki oleh banyak orang. Maka dari itu pasca pengundangan UUPA berdasarkan Pasal 16 seluruh tanah yang belum memiliki sertifikat (termasuk juga tanah girik/Letter C) harus didaftarkan konversi haknya ke negara melalui kantor pertanahan setempat.

Petok D yang sudah dikonversi menjadi SHM akan menimbulkan hak dan kewajiban kepada pemiliknya. Pemilik SHM mendapatkan hak penguasaan penuh atas tanah tersebut dan Petok D lain dianggap tidak memiliki kekuatan di mata hukum. Hak yang diberikan kepada pemegang SHM ini tidak lepas dari kewajiban-kewajiban yang dipenuhinya seperti pembayaran pajak dan pemeliharaan tanah tersebut.

Petok D sangat sering digunakan oleh para mafia tanah untuk menunjukkan bahwa mereka merupakan ahli waris yang sah atas sebidang tanah. Hal ini karena biasanya ada permufakatan jahat antara mafia tanah dengan kepala desa dan camat nakal dengan menerbitkan Petok D palsu yang bertujuan untuk mengambil hak atas tanah secara melawan hukum dari pemilik SHM. 


Padahal berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2/1962 mengenai Surat Pajak Hasil Bumi/Verponding Indonesia dinyatakan bahwa sifat yang dimiliki Petok D adalah hanya sebagai bukti permulaan untuk mendapatkan tanda bukti hak atas tanah secara yuridis yaitu sertifikat hak milik (SHM). 

Jadi sudah jelas bahwa pasca berlakunya UUPA, surat tanah berupa Girik, Surat Ijo, dan Petok D tidak memiliki kekuatan hukum sebagai bukti kepemilikan karena SHM adalah satu-satunya bukti kepemilikan yang sah menurut hukum positif Indonesia.
jamesbondan007bang.toyiperwin102361
erwin102361 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.5K
7
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Begal Tanah
Begal Tanah
11Thread51Anggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.