serbaserbi.com
TS
serbaserbi.com
[The Untold Story] Alasan Daysi Menjadi Seorang Lesbian
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

emoticon-Hai


Hai semua!
Jumpa lagi dengan thread @serbaserbi.com

Sejak duduk di bangku kuliah, saya merasa circle pertemanan saya semakin beragam dan luas. Berbeda ketika masih SMA, di mana teman saya itu-itu saja dan penglihatan saya tentang dunia pun sangat terbatas. Boleh dibilang, saya agak kudet di zaman itu. Maklum, masa itu saya masih tinggal di desa yang fasilitas informasi dan komunikasinya masih minim.

Sejak kuliah, saya berteman dengan banyak orang dengan berbagai keyakinan, suku bangsa, dan bahkan orientasi seksual. Betul, saya juga berteman dengan seorang pecinta sesama jenis, lesbian. Nah, pada satu kesempatan, ketika lagi ngopi-ngopi santai, saya sempat bertanya tentang keputusannya akan orientasi seksual yang ia pangku. Tentu saja saya bertanya dengan sangat hati-hati sambil bergurau. Siapa sangka, pertanyaan saya direspon baik olehnya dan mengalir begitu saja. So, itulah yang akan saya tuliskan di thread ini sekarang. Jangan khawatir, saya udah izin, kok, kalau ceritanya akan saya publish di sini.

"Yang penting nama gue lo samarin, ya." Gitu katanya.

Kalau begitu, saya mulai aja, ya, ceritanya.

Sebut saja namanya Daysi. Dia lebih tua empat tahu dari saya, pemilik salon yang cukup besar yang diurus oleh istrinya. Kami kenal karena organisasi saya pernah mengadakan kegiatan bakti sosial, dan salon Daysi yang menjadi salah satu sponsornya. Awalnya saya nggak tahu kalau Daysi adalah seorang perempuan, karena stylenya yang boyish memang mirip laki-laki. Perawakannya pun tinggi besar. Hingga kemudian dia ngaku sendiri kepada saya.

"Lo manggil gue 'bang' luwes banget, ya. Lo pasti ngira gue lakik beneran, ya?"

Jujur saja saya kaget awalnya setelah tahu fakta itu. Namun, ya, karena sering terlibat projek bareng, saya pun mulai terbiasa. Tapi, saya mengubah panggil saya ke Daysi, dari 'bang' ke 'kakak' yang lebih netral. Dia pun menertawakan saya karena perubahan itu.

Hingga sore itu, kami nggak sengaja ketemu ketika saya jalan sendirian di Transmart. Dia lagi nemenin ceweknya belanja. Setelah basa-basi, kami pun mutusin buat ngopi sedangkan Kak Nilam (samaran), ceweknya lanjut belanja. Saat itulah pertanyaan ini terlontar dari mulut saya. Kenapa Daysi memilih menjadi seorang lesbian? Saya sempat minta maaf kalau misal pertanyaan itu menyinggung hatinya. Namun, ya, Daysi memang gitu. Orangnya super selow dan gak baperan, makanya dia ladenin pertanyaan saya dengan santai.

"Gue trauma, Din."

Daysi terdiam. Saya juga, terlebih melihat raut roman Daysi berubah agak sendu. Anjir, kayaknya gue udah buka luka lamanya Daysi. Saya pun jadi makin gak enak, lantas bertanya apakah pertanyaan saya membuatnya tidak nyaman atau terluka. Saya akhirnya bernapas lega setelah Daysi bilang kalau dirinya tidak apa-apa. Ia pun lanjut bercerita.

Katanya begini, Daysi tumbuh dalam keluarga yang nggak harmonis. Setiap hari, ia menyaksikan pertengkaran dan kekerasan di rumahnya. Ayahnya yang keras kepala dan suka main tangan, serta ibunya yang sering mengalah dan babak belur karena ulah ayahnya.

Daysi tentu ketakutan. Terlebih ayahnya juga melampiaskan amarah padanya dan dua kakak perempuannya dengan memecut pakai gesper atau dikurung di kamar mandi. Intinya, ayah Daysi benar-benar toxic, sayangnya nggak seorang pun dari keluarga Daysi yang bisa menyelamatkan mereka dari situasi itu.

"Kadang gue mikir buat pergi dari rumah. Tapi gue ragu. Soalnya yang biayain gue kan bapak, kalo gue pergi, ntar hidup gue gimana? Mana gua masih bocah, kan. Baru kelas satu SD gue. Jadinya gue cuma bisa nerima kondisi keluarga gue yang benar-benar bgst menurut gue."

Gak cuma itu, Daysi juga bilang kalau ayahnya juga suka selingkuh, main cewek. Gak jarang Daysi ngeliat ayahnya sama wanita-wanita kurang belaian di warung kopi di kampungnya, di mana warung itu bukan sembarang warung. Ya, you know-lah apa yang saya maksud. Ibunya juga tahu, tapi nggak bisa berbuat banyak. Akhirnya beliau memilih bungkam daripada dipukuli atau diancam kalau anak-anaknya - Daysi bersaudara - akan dibunuh.

"Heran gue, kok bisa-bisanya mama kaween sama laki-laki kayak begitu!" Daysi geram yang entah bagaimana membuat saya ikut merasakan hal yang sama.

"Jadi, hubungan kondisi lo sekarang sama bapak lo yang toxic itu, apa, Kak?" Saya bertanya setelah sekian panjang Daysi bercerita.

"Gue jadi takut sekaligus benci ke semua cowok, Din! Gue takut kalo gue juga akan diperlakukan sama kayak mama gue dan gue gak mau itu terjadi!"

Lagi-lagi saya terdiam. Jika masalahnya adalah trauma seperti itu, mau bagaimana lagi, kan? Lagi pula, siapa juga yang tidak akan trauma jika hidup seperti itu. Gak cuma fisik yang dilukai, tapi juga mental dan psikologis yang akhirnya mempengaruhi orientasi dan cara pikir Daysi.

"Makanya, Din, gue milih buat jadi seorang dominan dan kuat biar gue bisa ngelindungin orang-orang di sekitar gue, lindungin cewek gue."

"Walaupun lo tau ini ... gak normal?"

"Ya, walaupun gue tau kalau ini gak normal, gak bener."

Saya menghela napas panjang, berusaha meredam sesuatu yang bergejolak dalam dada saya. Biasalah, saya adalah anak muda yang jiwanya masih berapi-api, yang kalau melihat sesuatu yang salah di mata saya, saya gatal ingin merecokinya dengan sesuatu yang saya anggap benar. Namun, saya sadar kalau ini bukan situasi yang tepat. Kami hanya bercerita, dan saya tidak boleh men-judge berdasarkan pandangan saya. Toh, ini hal privasi dan hak perogratif-nya, kan?

Tapi, ada satu pertanyaan terakhir yang gatal ingin saya tanyakan. Dan setelah memikirkan beberapa saat, akhirnya pertanyaan itu terlontar jua dari mulut saya. "Lo ada niat buat balik ke jalan yang normal lagi, kan, Kak?"

"Kalo normal menurut gue adalah ini, gimana menurut lo, Din?"

Saya langsung bisu, tidak tahu akan menjawab apa. Padahal banyak teori-teori yang berkumpul di otak saya dan memberontak minta dikeluarkan saat itu. Sayangnya saya tidak bisa. Hingga tiba-tiba Daysi tertawa.

"Lo jangan panik gitu" Ia masih terkikik, kemudian menyesap kopinya yang tersisa separuh. "Lo tenang aja, gue ada niat untuk jadi normal, kok. Makanya sampe sekarang gue belum operasi 'batang' padahal gue punya duit buat ngelakuin itu. Tapi lo tau, kan, kalo semuanya butuh waktu? Dan, ya, gue masih butuh waktu untuk sembuh. Lo doain aja, ya."

Saya mengangguk, mengaminkan dalam hati. Setelahnya, obrolan tentang Daysi berhenti. Tapi kami masih lanjut membahas hal lain seputar dunia persesamajenisan. Kata Daysi, cukup banyak orang-orang terjun ke dunia LGBT karena trauma seperti dirinya. Namun yang paling berpengaruh yang sebenarnya adalah circle. Orang yang stright pun bisa jadi homo atau lesbi kalau berteman dengan circle yang seperti itu.

"Ada yang diajak teman, coba-coba, eh akhirnya keterusan. Kayak narkoba gitu, bikin candu," ujar Daysi.

"Dan lo gak berniat buat nyeret gue juga, kan, Kak?"

"Kalo lo mau, gue bisa cariin pasangan buat lo, yang cocok."

"Anjir, merinding gue!" Saya menunjukkan lengan yang bulu-bulunya meremang tegak.

"Hahaha, becanda kok gue!" Lagi-lagi Daysi menertawai saya. "Gue bukan tipe lesbian yang suka ngajak orang buat ikutan. Menurut gue, ini adalah pilihan masing-masing. Kalo lo mau stright atau normal, silakan. Mau lesbian juga silakan. Itu hak lo dan gue gak bisa ngusik."

Saya mengiyakan. Lagi-lagi ini adalah tentang pilihan hidup seseorang, kan? Sama kayak kamu mau memakai baju kuning dan saya mau memakai baju merah, wajar, kan? Maksud saya, kita bisa memilih, kan?

"Walopun kita gak bisa mengusik, tapi kita bisa mencegah dan dibina, Din."

Benar. Kita tahu bahwa LGBTQ adalah tindakan abnormal, maka yang kita lakukan adalah mencegah agar ketidaknormalan itu terjadi. Jangan jauh-jauh dulu, deh. Dimulai dari diri sendiri dan orang-orang terdekat. Edukasi generasi kita bahwa LGBTQ adalah perilaku menyimpang. Perkuat ketahanan akan Tuhan dan Iman, karena saya yakin, bahwa tidak ada agama mana pun yang menghalalkan LGBTQ. Satu lagi, support mereka yang merasa 'sakit' agar tidak menyalurkan rasa sakitnya ke jalan yang menyimpang.

Ya, ini akan sulit. Tapi yakinlah kalo kita pasti bisa!

Saya melirik arloji, masih ada 15 menit lagi sebelum jadwal saya yang berikutnya. Dari tempat kami, saya melihat Kak Nilam berjalan mendekat sambil menenteng beberapa bungkusan. Oke, saatnya untuk pulang karena saya adalah orang sibuk sekarang, ada hal lain yang akan saya kerjakan, haha.

"Lo udah mau pulang, ya?" tanya Daisy.

Saya mengangguk. "Iya. Lo ada petuah nggak buat gue sebelum pulang, Kak?"

"Ada. Gak banyak sih. Gue cuma bilang, kalo lo, misalnya sakit atau trauma, fokus sembuhin diri lo dulu, jangan cari pelarian yang bakal bikin segalanya makin runyam. Biar lo gak digerogoti perasaan trauma kayak gue. Lo anak baik-baik, gue gak mau lo ngikutin jejak gue."

Saya menatap Daysi cukup dalam, lalu tersenyum. "Oke, makasih, Kak. Gue akan ingat pesan lo."

"Iya, sama-sama. Asal lo tau, seandainya dulu gue fokus nyembuhin diri, gue yakin gue gak bakal gini. Masalahnya kan gue gak ada yang nge-support. Gak diajarin agama, gak sekolah tinggi juga. Makanya gue kayak gini."

"Gak apa-apa, Kak. Belum terlambat untuk berubah kalo lo emang pengen berubah."

"Iya, lo bener."

Akhirnya, karena hari kian sore, saya pamit balik ke kost untuk menyelesaikan beberapa tugas. Saya keluar dari pusat perbelanjaan itu dengan perasaan bercampur aduk, entah kenapa. Yang pasti, saya dapat pelajaran berharga hari itu. Tentang bagaimana kita saling menghargai pilihan satu sama lain, dan bahwa apa yang kita lakukan di masa lalu akan mempengaruhi masa depan. Ya, seperti ayah Daysi yang dulunya gak akan menyangka, kalau tindakannya akan membuat salah satu putrinya akan jatuh dalam lubang cinta sesama jenis. Atau tentang Daysi yang membiarkan trauma menyerang dirinya sehingga ia jadi seperti itu.

Satu hal yang akan terus saya ingat, bahwa kehati-hatian amat perlu agar diri selamat. Hati-hati bertindak. Hati-hati memilih teman. Hati-hati dalam segalanya.

Sekian.

Terima kasih sudah mampir.

Jangan lupa rate, cendol, komen, dan share.

Dan follow @diavanillakim

Sumber: percakapan saya dengan Daysi

Wassalam

emoticon-Malu











Diubah oleh serbaserbi.com 14-01-2022 05:42
provocator3301eno.nikenpakisal212
pakisal212 dan 30 lainnya memberi reputasi
31
8.1K
51
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.