NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Tagar #PolisiPelukKadrun, Ujian Presisi Polri
Spoiler for Pertemuan di rumah Bahar bin Smith:


Spoiler for Video:


“It is of the essence of the demand for equality before the law that people should be treated alike in spite of the fact that they are different.” – Friedrich August von Hayek (Ekonom dan Filsuf)

Negeri ini adalah negeri yang penghuninya sangat beragam. Mulai dari ragam agama, suku, budaya, bahasa, hingga pemikiran. Tentu sangat sulit untuk menyatukannya. Itulah mengapa para pendiri bangsa ini memilih demokrasi sebagai bentuk pemerintahannya.

Tiap warga diberi kesamaan hak. Tiap warga mendapatkan kesamaan perlakuan. Termasuk kesamaan di mata hukum (equality before the law). Namun pada kenyataannya esensi dari kesamaan tersebut ternyata hanya di atas kertas. Banyak dari rakyat Indonesia yang merasakan ketidakadilan, banyak masyarakat yang merasa mereka hanyalah remahan yang dapat disisihkan karena tak memiliki kekuatan. Banyak pihak yang merasa ditampar kesewenang-wenangan.

Itulah mengapa beberapa tahun belakangan, banyak sekali suara-suara riuh. Suara-suara yang menuntut keadilan. Suara-suara yang merasa pemerintah telah berlaku zalim pada rakyatnya sendiri. Apalagi semenjak UU ITE berlaku. UU yang acap kali digunakan sebagai senjata melawan suara-suara yang mengkritik pemerintah.

Presiden Jokowi menyadari ketidakadilan tersebut. Itulah mengapa ia mengevaluasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Melaui Menkopolhukam Mahfud MD, Jokowi menilai adanya pilih kasih dalam penerapan UU itu.

"Presiden merasa penggunaan UU ITE menurut sumber-sumber yang masuk ke Presiden pilih kasih, seperti menjadi pasal-pasal karet. Kalau si A melapor ditindaklanjuti, kalo si B melapor dibiarkan," ujar Mahfud dalam sebuah diskusi daring, Minggu, 26 Desember 2021.

Sumber : Republika[Mahfud: Jokowi Nilai Ada Pilih Kasih dalam UU ITE]

Arahan agar tidak adanya pilih kasih dalam hukum tersebut, dilanjutkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Pada Selasa, 28 Desember 2021, Kapolri menegaskan sinergi TNI dan Polri harus bisa berdiri di atas semua golongan. Sinergi ini diharapkan bisa memberikan solusi atas gangguan yang terjadi akibat benturan yang berlatar SARA.

Kapolri Sigit mengingatkan kepada seluruh jajarannya bahawa salah satu kekuatan bangsa Indonesia adalah mampu melindungi, mempertahankan dan menjamin keberagaman yang ada.

Apalagi sebelumnya, Kapolri telah mengeluarkan pedoman UU ITE melalui SE Kapolri serta adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang pedoman kriteria implementasi UU ITE.

Sumber : Republika [Kapolri: TNI/Polri Harus Berdiri di Semua Golongan]

Ditambah lagi pada 17 Desember 2021 lalu, Kapolri Listyo meminta agar semua jajarannya menerima semua laporan dari masyarakat akibat fenomena tagar #NoViralNoJustice.

Sumber : Tribunnews Jateng [Kapolri Soroti Fenomena "No Viral, No Justice": Semua Laporan Harus Direspon]

Namun, sikap Presiden Jokowi yang tidak ingin ada pilih kasih dalam UU ITE dan sikap Kapolri soal berdiri di semua golongan serta arahan untuk menerima semua laporan justru dikandaskan oleh Institusi Polri itu sendiri.

Semua berawal setelah perkara terkait Bahar bin Smith diproses Kepolisian.

Pada 28 Desember 2021 kasus ujaran kebencian dengan terduga Bahar bin Smith naik ke tahap penyidikan. Penyidik Polda Jabar disebutkan telah menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Bahar Smith di kediamannya di Bogor. 

"Penyidik Polda Jawa Barat sudah meningkatkan proses hukum yang menjerat BS menjadi penyidikan," kata Kapolda Jawa Barat Inspektur Jenderal Suntana dalam keterangan tertulis di Bandung, Rabu, 29 Desember 2021.

Dalam kasus ini, Bahar bin Smith dijerat dugaan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan atau permusuhan individu dan atau kelompok berdasarkan SARA.

Laporan terhadap Bahar sendiri sebelumnya pernah dilakukan Husin Alwi Shihab di Polda Metro Jaya dengan delik ujian kebencian berdasarkan SARA yang turut menyeret nama KSAD Dudung Abdurrachman.

Sumber : Tempo [Polisi Naikkan Kasus Ujaran Kebencian Bahar bin Smith ke Penyidikan]

Apakah ditangkapnya Bahar Smith adalah terkait kritiknya terhadap KSAD Dudung?

Ternyata pihak Polri membantahnya dengan mengatakan bahwa SPDP yang diserahkan ke Bahar bin Smith bukan terkait soal ucapannya yang bersinggungan dengan KSAD. Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol Erdi A Chaniago menyebutkan laporan yang ditujukan kepada Bahar diduga berkaitan dengan ujarannya ketika berada di wilayah Cimahi, Jabar.

Diduga Bahar Smith memberikan suatu pernyataan sehingga membuat ricuh di masyarakat.

Sumber : Republika [SPDP Bahar Smith tak Terkait Jenderal Dudung]

Menarik untuk disimak, peningkatan kasus penyidikan terhadap Bahar bin Smith bermula dari laporan Husin Alwi yang merupakan politikus PSI – NU. Sehingga laporan awal tersebut bisa menjadi menjadi pembuka yang pada akhirnya menyebabkan Bahar terkena kasus SARA.

Sumber : Terkini [Terungkap! Alasan Habib Husin Alwi Laporkan Habib Bahar dan Eggi Sudjana]

Terlepas dari motif di balik penyidikan terhadap Bahar, maka tindak lanjut kasus Bahar terkait ucapannya di Cimahi menandakan bahwa polisi belum memproses lebih lanjut laporan Husin Alwi terkait ucapan Bahar Smith ke KSAD Dudung.

Dalam hal ini, apa yang dilakukan polisi sudah benar. Sebab, laporan atas kasus SARA tidak masalah dilaporkan melalui orang ketiga.

Seandainya laporan Husin Alwi diproses Kepolisian, maka Polri telah melanggar pedoman SKB 3 Menteri soal UU ITE, dan SE Kapolri soal UU ITE di mana harus pihak yang merasa dirugikan, yakni KSAD sendirilah yang harus melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian tanpa perantara orang ketiga.

Sumber : Kompas [Kapolri Ingin Pelapor UU ITE Harus Korban, Tak Bisa Diwakilkan]

Terkait laporan Husin Alwi terhadap Bahar Smith, ternyata pihak Bahar pun melaporkan balik politikus PSI tersebut dengan tudingan memelintir perkataan KSAD Dudung.

Polisi mengatakan akan memproses laporan dari pihak Bahar Smith tersebut. Dalam hal ini, tindakan polisi pun sudah tepat karena yang melaporkan adalah pihak Bahar Smith langsung. Serta sesuai arahan Kapolri soal menerima semua laporan yang masuk.

Sumber : Detik [Polisi Akan Proses Laporan atas Pelapor Habib Bahar bin Smith]

Akan tetapi, cepatnya polisi menaikkan status Bahar Smith dari penyelidikan menjadi penyidikan harus menjadi pertimbangan untuk cepat pula memproses laporan Bahar Smith terhadap Husin Alwi. Hal ini diungkapkan oleh pengacara Bahar Smith, Aziz Yanuar pada 30 Desember 2021.

Sumber : Tribunnews [Biar Adil, Kuasa Hukum Bahar Bin Smith Minta Polisi Proses Cepat Laporan Terhadap Husin Alwi]

Selain itu, ada hal yang seharusnya menjadi perhatian Polri. Jika Bahar Smith ditangkap karena provokasi SARA, maka KSAD juga seharusnya ditangkap karena ucapannya yang mengatakan Tuhan bukan orang Arab bukan? Bukankah ucapan KSAD justru menghinakan agama lain yang Tuhannya adalah manusia yang mencapai makrifat, seperti Kristen dan Buddha?

Hal yang menarik lainnya untuk disimak adalah saat penyerahan SPDP ke Bahar Smith. Saat itu viral sebuah video di media sosial yang memperlihatkan penyidik Polri menemui dan berbincang santai dengan Bahar, bahkan sampai berpelukan.

Akibat dari pertemuan tersebut, naiklah tagar #PolisiPelukKadrun di Twitter.

Sumber : CNN Indonesia [Viral Video Polisi Peluk Bahar Smith, Polda Klarifikasi Serahkan SPDP]

Pertemuan tersebut sebenarnya sudah sesuai dengan perintah Jokowi agar tidak ada pilih kasih serta arahan Kapolri agar berdiri di semua golongan, tanpa harus melihat kelompok tersebut berseberangan dengan pemerintah, tanpa harus melihat bahwa ia mantan FPI sekalipun.

Namun pertemuan hangat tersebut mendapatkan protes dari Denny Siregar dan Ferdinand Hutahean. Dalam akun IG milik Denny Siregar, 29 Desember 2021, Denny menanggap yang dilakukan polisi justru meruntuhkan kewibawaan institusi tersebut.

Sumber : Jawa pos [Polisi Datangi Eks Napi Habib Bahar, Denny Siregar: Kata Pak Jokowi, Jangan Sowan Pelaku Kriminal]

Senada, Ferdinand menyatakan bahwa kedatangan Polda Jabar ke kediaman Bahar Smith sebagai tindakan salah. Menurutnya, kejadian itu justru menunjukkan adanya perbedaan masyarakat di hadapan hukum dan menambah citra buruk polisi di mata masyarakat.

Sumber : Suara [Video Bahar Smith Didatangi Polda Jabar, Ferdinand: Menambah Citra Buruk Polisi!]

Tapi, bukankah yang dilakukan polisi sesuai dengan arahan Panglima TNI dan Kapolri agar TNI-Polri berdiri di semua golongan? Hal yang sejalan pula dengan arahan baru presiden dalam Revisi UU ITE, yakni menutup celah penyebab pilih kasih dalam penegakan hukum?

Menariknya, tagar Polisi peluk Kadrun muncul setelah Jokowi menginginkan evaluasi UU ITE agar tidak berat sebelah, yang dilanjutkan Kapolri dengan menyatakan berdiri di semua golongan. Tagar yang disuarakan pula oleh BuzzerRp yang justru menunjukkan ketidakinginan pihak politik lingkar istana agar demokrasi yang sesungguhnya tidak berjalan dengan semestinya.

Pihak politik lingkar istana ingin mempertahankan UU ITE terus digunakan untuk menggebuk pihak yang berseberangan dengan pemerintah, seperti halnya terjadi pada Periode pertama pemerintahan Jokowi. Hal yang justru ingin diubah presiden di periode kedua kepemimpinannya saat ini.

Gerakan pihak yang mengaku sebagai pendukung pemerintahan Jokowi tersebut justru menunjukkan bahwa pemikiran presiden tak lagi mudah diintervensi kepentingan lingkar politik Istana.

Upaya pihak yang memainkan tagar Polisi peluk Kadrun pun akhirnya menjadi ujian pada konsistensi sikap presiden soal tidak pilih kasih dalam UU ITE dan sikap Kapolri soal TNI/Polri yang berdiri di semua golongan. Ingatlah bahwa pidana yang bukan delik aduan hanya dapat dilakukan pada kasus terkait SARA.

Bukankah penggunaan kata Kadrun (Kadal Gurun) dalam menyebut kelompok tertentu, memiliki definisi dan strata yang sama dengan kasus sekitar 2 tahun lalu? Yakni soal sebutan orang Papua sebagai monyet. Sebutan yang menyetarakan manusia dengan binatang, yang mana dalam ruang dialog intelektual di Indonesia hari ini, dianggap masuk kategori rasialisme dan SARA.

Tengok lah saat koordinator lapangan aksi ormas Tri Susanti, serta beberapa PNS Pemkot Surabaya saat mengepung asrama mahasiswa Papua beberapa tahun silam. Mereka menjadi oknum penyebar ujaran kebencian, hasutan, berita bohong, serta melontarkan ujaran rasial dengan sebutan binatang ke arah mahasiswa Papua.

Sumber : CNN Indonesia [Tri Susanti dan ASN Tersangka Rasial Asrama Papua Ditahan]

Tengok pula saat seseorang bernama Agus yang menjadi tersangka ujaran kebencian saat menyebut mahasiswa Papua ‘monyet’. Agus yang merupakan seorang wiraswasta di Kota Makassar mengaku menyebut ucapan SARA tersebut karena terbawa emosi.

Sumber : Detik [Ditangkap karena Hina Papua, Agus Berdalih Emosi dengan Gerakan OPM]

Lantas apa bedanya sebutan monyet dengan kadal gurun? Sama-sama menyetarakan manusia dengan binatang. Tapi mengapa mereka yang menyebut monyet kepada mahasiswa Papua langsung ditindak sedangkan pihak penggerak tagar Polisi peluk Kadrun dibiarkan saja?

Jika Polri tidak secara pro aktif memidanakan pihak yang menggerakkan tagar Polisi peluk Kadrun, maka sikap Presiden soal tidak pilih kasih dalam UU ITE dan sikap Kapolri soal berdiri di semua golongan serta menerima semua laporan yang masuk justru dikandaskan oleh institusi Polri itu sendiri.

Equality before the law pada akhirnya tak akan pernah terwujud di negeri ini, selama penegak hukum masih pilih kasih dalam menegakkan hukum. Selama masih ada kubu politik lingkar istana yang tetap ingin mempertahankan UU ITE lama tetap berjalan seperti halnya periode pertama Pemerintahan Jokowi yang tak diinginkan Jokowi terulang kembali.



Diubah oleh NegaraTerbaru 01-01-2022 09:16
gagal.jadi.nabi
sutanjuga
bukan.bomat
bukan.bomat dan 7 lainnya memberi reputasi
8
4.8K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.