penacintaAvatar border
TS
penacinta
Mertua Si Pahit Lidah (17)
Mertua Si Pahit Lidah



Part 17

 

Kudengar suara Kak Ruli yang heboh memancing reaksi semua tetangga Mamak. Dasarnya Kak Ruli ini mungkin memang gaptek atau apa lah. Dia sengaja menunjukkan foto-foto suamiku bersama si Ranti itu kepada semua tetangga Mamak. Bwahahahah, bagus! Aku tak perlu repot-repot lagi sekarang. Ada orang yang membongkar semuanya sampai sekampung bisa tahu rahasia suamiku.

“Ya ampuun! Rupanya diam-diam si Bondan ada main sama si Ranti, ya?”

“Waduh! Sebenarnya aku pun udah curiga sama si Ranti ini.”

“Kasian lah si Nina ya, lakiknya rupanya selingkuh!”

“Wajar aja selingkuh, kan si Nina jahat sama mertuanya!”

“Tapi kok mau si Bondan ini sama Ranti? Orang si Ranti pun tukang selingkuh, nya?”

“Makanya cocok mereka sama-sama tukang selingkuh!”

Aku hanya tertawa saat mendengar dengung-dengun suara tetangga yang heboh. Sampai lewatlah si Pak Kades dengan sepeda motornya dan langsung diserbu oleh ibu-ibu rempong.

“Pak, Pak! Berenti dulu. Ini ada warga kita yang ketahuan selingkuh!” ujar salah satu Ibu-ibu rempong.

“Ah! Yang betol lah, Buk!”

“Betol, Pak! Adekku ini pasti udah di guna-guna sama si Ranti.” Kak Ruli yang tak kenal dengan Ranti pun ikut bicara.

“Man, mana?”

“ini, Pak!” Kak Ruli langsung menunjukkan foto-foto di akun facebook mereka.

Tiba-tiba Mamak langsung keluar dari rumah.

“Ada apa ini sibuk-sibuk?” tanyanya penuh rasa penasaran.

“Mak! Tengok ini, Mak. Bondan punya selingkuhan!” ujar Kak Ruli dengan polosnya.

“Mana mungkin! Jangan fitnah kau!” bentak Mamak tak terima.

“ini buktinya, Mak!” Kak Ruli meberikan ponselnya pada Mamak. Aku masih mengintip mereka dari celah pintu jendela kamar depan. Hihihi. Tak perlu susah-susah aku membongkar rahasia mereka.

Terlihat Mamak menyeret Kak Ruli untuk masuk ke dalam rumah. Sementara ibu-ibu penggunjing masih sibuk berkerumun.

“Kami gak mau dikampung kita ada pasangan selingkuh, Pak! Secepatnya harus diselesaikan!” ujar mereka serempak.

“Setujuuu …!” sahut yang lain.

“Tapi ini kasusnya delik aduan, Ibu-Ibu. Kalau istri sah nya yang mengadukan dan merasa tidak senang, baru bisa saya proses!”

“Oo, gak bisa gitu, Pak. Jelas ini sudah perbuatan yang menyalahi norma di kampung kita! Kalau kita tahu dan sudah ada bukti seperti ini, kita harus secepatnya bertindak. Ayok kita ke rumah Nina!” Tanpa dikomando mereka langsung menggeruduk rumahku. Aku sengaja meminta Riri untuk tetap diam di dalam kamar. Aku berikan semua mainannya agar dia tenang. Lalu aku berpura-pura menangis. Akting dimulai.

“Nina … Nina! Keluar dulu!” ujar pendemo secara bersamaan.

Aku berjalan gontai kelar rumah dengan sambil pura-pura menghapus air mataku. Pak Kades langsung di dorong masuk oleh ibu-ibu itu. Kedua mertuaku juga dipanggil. Berkumpullah kami semua di dalam rumahku.

“Sekarang Nina ceritakan, apakah benar suaminya itu terduga selingkuh?”

“Tadi kan aku bikinkan pesbuk untuk Kak Ruli. Pas udah jadi, muncul saran pertemanan, aku klik klik aja gak kutengok. Rupanya itu salah satunya pesbuk Bang Bondan sama selingkuhannya, si Ranti. Huhuhuuuu ….” Aku berkata sambil melirik pada Mamak. Dia juga terlihat gusar sekali.

“Mana Bondan?” tanya Bapak mertua dengan nada dan wajah yang kesal.

“Aku gak tau, dia pergi,” jawabku sambil pura-pura terisak.

“Cobak telepon dulu, dia! Suruh pulang! Biar selesai masalah kita ini!” Bapak semakin terlihat gusar. Aku yakin Mamak juga begitu, pasti juga takut rahasianya terbongkar.

Aku pun langsung menghubungi nomor ponsel Bang Bondan. Tak lama kemudian dia pun pulang.  Terlihat wajahnya sangat gelisah dengan keadaan rumah yang sangat ramai. Bukti dari jejak digital itu membuatnya tak bisa berkutik saat di sidang oleh beberapa aparat desa yang juga ikut hadir karena sengaja dipanggil.

“Bondan! Bikin malu keluarga saja kau!” bentak Bapak marah. Bang Bondan hanya bisa tertunduk pasrah. Apalagi saat aku memaksanya untuk mengakui hubungannya dengan si Ranti.

“Apa perlu si Ranti juga kita panggil?” tanya Pak Kades.

“Setujuuu … “ sahut semua tetangga dengan suara riuhnya. Aku yang paling teraniaya disini, hanya bisa pura-pura menangis.

Entah siapa yang menjemput Ranti, sampai akhirnya Ranti juga dihadirkan untuk disidang.

“Sekarang kita dudukkan dulu semua permasalahannya. Apa benar kalau Bondan dan Ranti punya hubungan?” ujar Pak Kades.

“Mamak itu nya yang maksa aku, Pak!” ujar Bang Bondan membuat pengakuan.

Serentak semua orang yang hadir langsung menyoraki Mamak.

“Apa nya kau ini, Dan? Kok Mamak yang kau tuduh?” ujar Mamak mengelak.

“Jadi Abang gak betulan sukak sama aku?” ujar Ranti tak kalah geram.

“Bingung aku, Pak. Setiap hari binik sama Mamakku tengkar teros! Jadi aku cari pelarian!”

“Bicara yang jelas kau Bondan! Tadi kau bilang dipaksa mamakmu, sekarang kau bilang karena cuma pelarian! Yang mana yang betol?” tanya Pak Kades dengan tegas.

“Iya, aku salah. Mamak setuju kalok aku main belakang sama Ranti karna dia kaya.” Bang Bondan melirik sedih ke arahku.

“Jahat kau ya, Bang? Jadi selama ini Abang cuma main-main aja samaku?” ujar Ranti setengah berteriak. Pastinya dia sangat marah karena tahu sudah dimanfaatkan.

“Sekarang Nina, cemana?” tanya Pak Kades.

“Nina mau pisah aja sama Bang Bondan, Pak. Nina gak sudi punya suami pelit tukang selingkuh.”

“Na! Jangan lah ngomong gitu! Abang gak mau kita pisah! Cemana nanti anak kita kalok gak ada Bapaknya?”

“Harusnya Abang mikir itu sejak dulu. Selama ini mana tanggung jawab Abang sebagai Ayahnya Riri?”

“Bang! Mana janjimu untuk nikahi aku?” ujar Ranti menyela.

“Udah, Bang! Nikah aja sama Ranti!” Aku berkata sambil pura-pura menangis.

“Na! Bapak gak mau kelen pisah!” Bapak mertua ikut menangis melihatku.

“Biarkan aja kenapa, Pak! Kan nanti kita dapat Ranti yang lebih kaya!” ujar Mamak. Tak pelak kata-katanya langsung disambut sorak-sorai penonton.

“Huuuuh! Dasar mertua matre!” ujar mereka serempak.

Kena sudah mereka bertiga. Masuk dalam satu perangkap. Biar sanksi dari masyarakat saja yang membalasnya.

“Nina! Jangan lah ambil keputusan tanpa pikir panjang!” Bang Bondan berlutut di hadapanku.

“Untuk apa lagi kita sama-sama, Bang? Terus Abang kira keputusan Abang selingkuh itu keputusan yang Abang pikirkan masak-masak?”

“Udah, Dan! Bagusan kau sama si Ranti aja!” Mamak mengompori Bang Bondan.

“Cemana nya Mamak ini? Kok malah dukung pelakor?” tanya Kak Ruli bingung.

“ini semua gara-gara kau Ruli! Ngapain kau sebar-sebarkan sama orang-orang foto si Bondan sama si Ranti?”

“Loh, mana tau aku, Mak! Ini kan namanya selingkuh!”

“Harusnya kau diam aja tadi!”

“Kok jadi aku yang salah!”

“Diam dulu kelen semua!” bentak Pak Kades. Membuat semua yang ada disini langsung terdiam.

“Biar si Nina ini ngomong dulu! Mamak si Bondan ini pun salah, tau anaknya selingkuh malah di dukung! Bikin malu kampung kita aja!”

“Na! Ampun lah Abang, Abang janji ngak lagi-lagi selingkuh.”

“Teros cemana sama si Ranti? Jangan-jangan udah hamil dia Abang buat?”

“Iya, aku memang hamil anak si Bondan!” jawab Ranti tiba-tiba. Membuat semua yang ada disana terkejut dan semakin geram.

“Ah! Jangan bohong kau!” bentak Bang Bondan tak terima.

“Terus maksudmu apa ngomong gitu?” tanya Ranti sinis.

“Bisa aja kau hamil sama orang lain!”

“Huuuh! Dasar Bondan laki-laki tak bertanggung jawab!” Lagi-lagi sorak-sorai penonton membuat suasana kembali riuh.

“Udah, gini aja! Sekarang Abang pilih aku apa si Ranti? Kalau Abang pilih dia, silahkan nikahi dia! Kalau pilih aku, Abang harus ikut aturanku.”

“Ya Abang pilih kau, lah!”

“Bang! Cemana dengan anak yang ada dalam perutku ini?” tanya Ranti merengek.

“Kita cek dulu, kau betul hamil apa nggak! Aku punya testpack!” ujarku kemudian. Seketika wajahnya terlihat tegang dan salah tingkah.

“Kalau kau terbukti hamil, aku serahkan suamiku sama kau. Tapi kalau nggak terbukti, tolong kau jauhi keluargaku!”

“Cemana dengan duit yang udah aku keluarkan selama ini? Untuk Bondan dan Mamaknya?”

“Ya itu urusan kalian! Selesaikanlah masing-masing!” ujarku lagi. Mamak menatap mataku dengan rasa penuh kebencian.

“Kita test sekarang?” tanyaku menantang.

“Udah, Na! Cepat suruh test dia sekarang! Biar aku yang jagakan dia di dalam kamar mandi!” Seorang Ibu tetanggaku berbadan besar langsung mengajak  Ranti untuk mengetes urinenya di kamar mandi. Aku mengambil testpack cadangan milikku di dalam kamar dan menyerahkan pada mereka.

“Kami tunggu hasilnya sekarang. Kalau kau hamil, ambillah suamiku!” ujarku santai.

Ranti dengan ragu-ragu terpaksa mengikuti kemauanku karena dia sudah terjebak kata-katanya sendiri. Setelah menunggu beberapa lama akhirnya mereka berdua keluar dari kamar mandi. Si Ibu berbadan besar yang kutahu bernama Buk Kom itu langsung saja menunjukkan hasil test urine si Ranti.

“Hmm … Masih jodoh kau sama Nina, Dan! Negatip hasilnya!” ujar Buk Kom dan langsung disambut sorak sorai tetangga.

“Sekarang sudah jelas. Ranti kami minta untuk tidak lagi membuat masalah di kampung ini. Ini kedua kalinya kamu berbuat selingkuh dan diketahui warga!” Pak Kades menunjuk Ranti yang tertunduk malu.

“Oke. Aku gak akan ganggu Bang Bondan lagi asalkan dia kembalikan semua duit yang pernah aku kasi sama dia! Urusan kita belum selesai, Bang!” Ranti beranjak dan langsung berlari keluar dari rumahku disambut sorakan dari para tetangga.

"Dasar pelakoor …!”

Setelah semuanya kembali tenang, aku mulai membicarakan hal serius lainnya.

“Ada satu lagi. Nina mau Bang Bondan tanda tangan ini!” Aku memberikan sebuah surat perjanjian untuk tidak meminta harta gono-gini jika suatu saat Bang Bondan selingkuh lagi. Surat ini sudah aku persiapkan jauh-jauh hari.

“Apa ini, Na?” tanya Bang Bondan bingung.

“Nina udah lama tau kalau kalian selingkuh! Makanya Nina siapkan ini untuk jaga-jaga. Rumah ini akan jadi hak milik Nina sepenuhnya. Jika suatu saat Abang berbuat lagi, maka Abang gak punya hak serupiahpun atas harta yang kita punya!”

“Loh! Gak bisa gitu, Na! itu namanya kau memanfaatkan Bondan!” ujar Mamak menyela.

“Mamak diam! Ini urusan rumah tangga kami!” Mamak kembali mendapat sorakan dari para tetangga. Teman-temannya menggosip sekarang beralih membelaku.

“Abang setuju? Kalau tak setuju gak apa-apa jugak. Abang pergi lah sama perempuan itu! Tapi ada harga yang harus dibayar untuk sebuah pengkhianatan. Atasan Abang akan tau semua ini.”

“Iya, iya! Abang setuju asal kau mau maafkan Abang.” Bang Bondan langsung menandatangani surat yang aku berikan. Surat bermaterai itu sudah sah ditandatangani. Aku akan menyimpannya baik-baik.

Setelah semua rembukan selesai, warga pun langsung bubar kecuali mertuaku dan Kak Ruli.

“Bodoh kali si Ruli.” Mamak kembali merepet.

“Kok bisa Kak Ruli jumpa pesbuk si Ranti?” Bang Bondan bertanya sambil meremas rambutnya sendiri.

“Mana Kakak tau! Nina itu yang buatkan pesbuknya.”

“Mamak pun ntah ngapa belikan hape untuk Kak Ruli. Kan ancor berantakan semua rencana kita!” Bang Bondan berkata kesal.

“Bondan! Kok kau masih belum tobat Bapak tengok?” Bapak mertua menghardik anaknya.

“Malu aku, Pak. Kalok Kak Ruli gak punya hape kan gak akan kebongkar semuanya!”

“Kau aja yang gak tau diri! Kurang apa si Nina sama kau, Dan? Mamak ini pun satu! Tau anaknya salah malah dibela! Bapak jauh lebih malu kelen buat! Gak ada mukak Bapak di depan orang-orang!” Baru kali ini aku melihat Bapak mertuaku marah besar.

“Rumah ini mau Nina jual, Pak! Udah ada kawan Nina yang mau beli. Nina mau kami pindah jauhan aja biar gak saling mengganggu,” ujarku menengahi.

“Bah! Gak bisa gitu, lah!” ujar Bang Bondan kaget.

“Kalau Abang gak mau pindah silahkan. Ikut sama Mamak!” jawabku santai.

“Kalok kelen pindah artinya Mamak gak dapat jatah bulanan lagi dari si Bondan! Itu kan tujuanmu, Na?”

“Tenang aja Mamak. Jatah Mamak tetap Nina kasi. Nina gak sejahat Mamak ingin menghancurkan rumah tangga anaknya demi harta!”

“Jangan kurang ajar mulutmu!” hardik Mamak tak terima.

“Udah terbukti, Mak. Jadi kalau memang Mamak mau Bang Bondan sama si Ranti, silahkan! Tapi Bang Bondan tak berhak atas harta Nina. Semua sudah ada dalam perjanjian yang ditandatangani Bang Bondan tadi. Dan satu lagi, Bang Bondan gak akan pernah lagi bisa jumpa sama anaknya!”

“Na! jangan gilak kau!” jawab Bang Bondan.

“Abang lebih gilak! Apa pernah Abang peduli sama kami? Kalau Riri sakit, apa pernah Abang antar kami ke dokter? Mana bukti perhatian Abang sama keluarga?”

“Iya! Abang memang salah! Tapi jangan kau mau pisahkan anak sama Bapaknya!”

“Bapaknya sudah memisahkan diri sejak lama, Bang! Abang lebih asyik dengan dunia Abang sendiri!”

“Abang suntuk, Na! Kalau di rumah yang Abang dengar cuma kau sama Mamak berantam terus!”

“Makanya kita pindah. Pertama, aku udah gak mau idupku diatur dan direpeti mertua! Kedua, biar Abang juga gak ada kesempatan lagi dekat-dekat sama si Ranti. Mau Abang kulaporkan sama Atasan Abang biar Abang dipecat? Aku punya bukti kuat!”

“Jangan! Oke, kita pindah!’

“Bondan!” bentak Mamak lagi.

“Maaf, Mak. Kali ini aku ikut Nina. Aku gak mau dipecat, Mak! Makan apa nanti Mamak kalok aku dipecat?”

“Lembek kau jadi laki-laki!” bentak Mamak lagi.

“Mamak cobak berenti ngomong!” Bentak Bapak.  Belum sempat melanjutkan ucapannya tiba-tiba Bapak mertuaku memegangi dada bagian kirinya dan jatuh terbaring di lantai.

“Ya Allah, Bapak ….”


Diubah oleh penacinta 02-12-2021 02:54
pakisal212
must.cod.ok
mayor.brock542
mayor.brock542 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
2.8K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.5KThread41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.