- Beranda
- Stories from the Heart
Harapan. (Cerpen)
...
TS
ihsanjun29
Harapan. (Cerpen)
Ini adalah sebuah cerpen yang di dasari dari kisah nyata, TS tidak terlibat dalam cerpen tersebut, cerpen ini bersumber dari seseorang yang tentunya di rahasiakan, namun beliau ingin membagikan ceritanya melalui ane, dikarenakan beliau sibuk sehingga tidak bisa menulis ceritanya sendiri.
Judul cerpen nya adalah "Harapan", semoga agan and sista suka dengan ceritanya, dan mohon maaf jika dalam penulisan, bahasa, dan lain-lainnya tidak sempurna, karena TS bukan penulis ulung, melainkan sedang belajar menjadi penulis, jadi silahkan beri masukan di kolom komentar. Selamat membaca.
Judul cerpen nya adalah "Harapan", semoga agan and sista suka dengan ceritanya, dan mohon maaf jika dalam penulisan, bahasa, dan lain-lainnya tidak sempurna, karena TS bukan penulis ulung, melainkan sedang belajar menjadi penulis, jadi silahkan beri masukan di kolom komentar. Selamat membaca.
Harapan
Quote:
Namaku Fino, aku sudah mempunyai seorang anak perempuan yang bernama Indah Putri Pratama, dan istriku bernama Anggun, kami menikah satu tahun yang lalu, tepatnya di bulan Oktober, begitupun juga itu adalah kelahiran anak pertamaku.
Memang itu terdengar aneh, hingga menimbulkan banyak pertanyaan di benak kalian, tapi itu adalah kenyataannya. Seminggu setelah anak ku lahir, barulah kami menikah.
Mungkin orang beranggapan bahwa istriku hamil di luar nikah, memang, tapi lebih tepatnya istriku melahirkan sebelum menikah.
Kenapa bisa begitu? Semua berawal dari masa lalu kami....
Hubunganku dengan istriku sudah berpacaran selama dua tahun, kami berpacaran memang di luar batas, hingga terjadi kehamilan di luar nikah. Pada saat itu kami memang salah, tidak jujur kepada keluarga masing-masing, bukan karena aku tidak mau bertanggung jawab, melainkan, istriku yang sangat ketakutan jika masalah itu harus terpublikasi terhadap keluarganya.
Memang itu sangat berat bagi kami, terpaksa kami pun harus menyembunyikan rahasia besar itu. Saat itu kami pun sering bertengkar, saling meluapkan emosi, rasa kepanikan dan ketakutan terus membayangi di setiap waktu. Rasanya ingin mati saja biar masalahnya usai, namun aku terus meyakinkan diriku sendiri agar bisa menerima kenyataan pahit itu.
Lalu aku berdiskusi dengan istriku agar ia pun dapat menerima kenyataan pahit itu, dan menceritakan nya kepada keluarganya, namun istriku bersikeras tidak ingin keluarganya tau, aku jadi semakin bingung dengan keadaan ini, akhirnya aku memutuskan untuk menceritakannya ke keluargaku dan ke keluarganya, saat itu ia sedang hamil yang kedua bulan.
Namun, disaat aku akan beranjak pergi, ia mengancamku bahwa jika aku menceritakan rahasia besar itu, ia akan bunuh diri. Aku semakin bingung di buatnya. Lalu, dia pun menangis.
Waktu terus berjalan, kandungan dalam perutnya sudah mulai menunjukan perubahan, namun ia menutupinya dengan memakai pakaian yang agak longgar, jadi ia tidak terlihat seperti orang hamil, pada saat itu posisi dia sedang menjadi karyawan di sebuah perusahaan wiraswasta, begitupun juga dengan diriku, namun dalam pekerjaan yang berbeda, lokasi tempat kerja ku juga cukup jauh.
Sebenarnya kami bertemu hanya seminggu sekali, karena lokasi kerja ku yang jauh, aku tidur disana karena ada mess nya. Sedangkan istriku saat itu sedang ngekos di suatu tempat yang tidak jauh dari tempat bekerjanya, awalnya dia ngekos sendiri, namun tidak berlangsung lama, jadi dia memutuskan ngekos bersama temannya, ditempat yang berbeda.
Waktu yang terus berjalan membuat keadaanya semakin terpuruk, perubahan dalam tubuhnya pun mulai menonjol, ia takut teman kosan nya tau tentang dia. Akhirnya aku mencari kosan untuk tinggal bersama, awalnya kosan itu aku carikan buat dia sendiri, namun ia tidak mau di tinggal sendirian. Mau tidak mau aku pun tinggal sekamar dengannya.
Satu bulan kemudian, ia tidak ingin lagi bekerja, karena dia sering mengeluh mudah capek, aku berasumsi bahwa mungkin itu adalah efek dari kehamilannya, akhirnya ia pun resign dari tempat kerjanya, dan mulai menjalani kehidupan bagai sepasang suami istri yang sah, saat itu aku pulang tiap hari meskipun jauh.
Tak terasa, hari demi hari terus berganti, waktu tak bisa ku hentikan, sehingga membuat kehamilannya sudah mencapai delapan bulan, dalam keadaannya yang seperti itu, ia tetap kekeh tidak mau menceritakan masalah ini. Saat itu aku memang bodoh, nurut saja dengan kemauan nya. Aku tidak bisa berbuat banyak saat itu,
Tiga minggu kemudian, ia pun melahirkan di kosan, tepat jam sembilan pagi, di saat semua orang sedang beraktivitas, dan waktu itu aku sedang dalam perjalanan bekerja, setelah aku baru sampai, tiba-tiba saja ia menelpon dengan suara yang meringih kesakitan, di campuri dengan tangisan, dengan nada yang pelan ia menyuruhku untuk segera pulang.
Seketika aku pun panik, lalu pulang ke kosan, dalam perjalanan pulang, aku sudah mempunyai firasat, bahwa ia akan melahirkan, setelah beberapa menit akhirnya tiba di kosan, aku langsung berlari menuju kamar ku, saat aku buka pintu kamar, ternyata ia tidak ada, ternyata ia ada di kamar mandi.
Setelah aku buka pintu kamar mandi, alangkah terkejutnya diriku melihat sesosok bayi mungil sudah tergeletak di lantai kamar mandi, aku pun menangis, pikiranku kacau, perasaanku tak karuan lagi sudah tercampur aduk, aku sangat panik, apalagi melihat istriku yang sudah terlihat lesu, lelah, dan kesakitan hingga akhirnya ia pun tak sadarkan diri, darah bercucuran di lantai, aku langsung mengendong bayi itu meskipun aku belum pernah menggendong bayi yang baru saja lahir, ari-ari nya yang masih terhubung, aku memberanikan diri untuk mengguntingnya, meskipun aku tidak tau konsekuensinya akan seperti apa, dan tidak tau harus apa lagi, akhirnya aku menelpon kedua kakak ku, aku menceritakan semuanya, aku sudah terlanjur berdosa, jadi apapun resikonya aku akan menghadapinya.
Tak berselang lami, kakak ku datang dengan membawa mobil Ambulance, suasana di kosan pun menjadi ramai, namun aku tak peduli dengan semua itu, yang terpenting adalah keselamatan istriku dan anak ku. Kami pun di bawa ke rumah sakit umum daerah, istriku dan anak ku di bawa ke ruangan terpisah, sementara itu aku harus mengurus administrasi, entah berapa biaya yang harus aku bayar, aku tak peduli meskipun saat itu aku hanya punya uang sedikit.
Kemudian, aku menyusul ke ruangan istriku di lantai atas, sementara itu kakak ku menunggu di ruang bayi.
Saat itu istriku masih tak sadarkan diri, setelah beberapa saat akhirnya terbangun, dan setelah di periksa untung nya tidak apa-apa, hanya mengalami syok saja, serta darah nya tinggi, aku pun di suruh untuk menebus obat ke ruang farmasi oleh dokter itu. Lalu, setelah menebus obat-obatan, aku menuju kakak ku, untuk menanyakan keadaan anak ku, saat itu anakku sedang berada dalam ingkrubator, alhamdulilah keadaan nya baik-baik saja, berat badannya pun normal seperti bayi pada umummya.
Untuk kedepannya, aku tidak tau harus seperti apa, yang jelas karena perbuatanku ini, aku hampir membunuh dua nyawa sekaligus. Ujar kakak ku yang saat itu sedang panik. Aku hanya tertegun diam, sambil membayangkan jika apa yang di pikirkan kakak ku itu terjadi.
Namun aku sedikit lega, karena semua nya baik-baik saja, dan mungkin ini adalah takdir yang Tuhan berikan untuk ku. Kini, aku bergantung pada Harapan,.
Akan tetapi, masalah belum berakhir.
Memang itu terdengar aneh, hingga menimbulkan banyak pertanyaan di benak kalian, tapi itu adalah kenyataannya. Seminggu setelah anak ku lahir, barulah kami menikah.
Mungkin orang beranggapan bahwa istriku hamil di luar nikah, memang, tapi lebih tepatnya istriku melahirkan sebelum menikah.
Kenapa bisa begitu? Semua berawal dari masa lalu kami....
Hubunganku dengan istriku sudah berpacaran selama dua tahun, kami berpacaran memang di luar batas, hingga terjadi kehamilan di luar nikah. Pada saat itu kami memang salah, tidak jujur kepada keluarga masing-masing, bukan karena aku tidak mau bertanggung jawab, melainkan, istriku yang sangat ketakutan jika masalah itu harus terpublikasi terhadap keluarganya.
Memang itu sangat berat bagi kami, terpaksa kami pun harus menyembunyikan rahasia besar itu. Saat itu kami pun sering bertengkar, saling meluapkan emosi, rasa kepanikan dan ketakutan terus membayangi di setiap waktu. Rasanya ingin mati saja biar masalahnya usai, namun aku terus meyakinkan diriku sendiri agar bisa menerima kenyataan pahit itu.
Lalu aku berdiskusi dengan istriku agar ia pun dapat menerima kenyataan pahit itu, dan menceritakan nya kepada keluarganya, namun istriku bersikeras tidak ingin keluarganya tau, aku jadi semakin bingung dengan keadaan ini, akhirnya aku memutuskan untuk menceritakannya ke keluargaku dan ke keluarganya, saat itu ia sedang hamil yang kedua bulan.
Namun, disaat aku akan beranjak pergi, ia mengancamku bahwa jika aku menceritakan rahasia besar itu, ia akan bunuh diri. Aku semakin bingung di buatnya. Lalu, dia pun menangis.
Waktu terus berjalan, kandungan dalam perutnya sudah mulai menunjukan perubahan, namun ia menutupinya dengan memakai pakaian yang agak longgar, jadi ia tidak terlihat seperti orang hamil, pada saat itu posisi dia sedang menjadi karyawan di sebuah perusahaan wiraswasta, begitupun juga dengan diriku, namun dalam pekerjaan yang berbeda, lokasi tempat kerja ku juga cukup jauh.
Sebenarnya kami bertemu hanya seminggu sekali, karena lokasi kerja ku yang jauh, aku tidur disana karena ada mess nya. Sedangkan istriku saat itu sedang ngekos di suatu tempat yang tidak jauh dari tempat bekerjanya, awalnya dia ngekos sendiri, namun tidak berlangsung lama, jadi dia memutuskan ngekos bersama temannya, ditempat yang berbeda.
Waktu yang terus berjalan membuat keadaanya semakin terpuruk, perubahan dalam tubuhnya pun mulai menonjol, ia takut teman kosan nya tau tentang dia. Akhirnya aku mencari kosan untuk tinggal bersama, awalnya kosan itu aku carikan buat dia sendiri, namun ia tidak mau di tinggal sendirian. Mau tidak mau aku pun tinggal sekamar dengannya.
Satu bulan kemudian, ia tidak ingin lagi bekerja, karena dia sering mengeluh mudah capek, aku berasumsi bahwa mungkin itu adalah efek dari kehamilannya, akhirnya ia pun resign dari tempat kerjanya, dan mulai menjalani kehidupan bagai sepasang suami istri yang sah, saat itu aku pulang tiap hari meskipun jauh.
Tak terasa, hari demi hari terus berganti, waktu tak bisa ku hentikan, sehingga membuat kehamilannya sudah mencapai delapan bulan, dalam keadaannya yang seperti itu, ia tetap kekeh tidak mau menceritakan masalah ini. Saat itu aku memang bodoh, nurut saja dengan kemauan nya. Aku tidak bisa berbuat banyak saat itu,
Tiga minggu kemudian, ia pun melahirkan di kosan, tepat jam sembilan pagi, di saat semua orang sedang beraktivitas, dan waktu itu aku sedang dalam perjalanan bekerja, setelah aku baru sampai, tiba-tiba saja ia menelpon dengan suara yang meringih kesakitan, di campuri dengan tangisan, dengan nada yang pelan ia menyuruhku untuk segera pulang.
Seketika aku pun panik, lalu pulang ke kosan, dalam perjalanan pulang, aku sudah mempunyai firasat, bahwa ia akan melahirkan, setelah beberapa menit akhirnya tiba di kosan, aku langsung berlari menuju kamar ku, saat aku buka pintu kamar, ternyata ia tidak ada, ternyata ia ada di kamar mandi.
Setelah aku buka pintu kamar mandi, alangkah terkejutnya diriku melihat sesosok bayi mungil sudah tergeletak di lantai kamar mandi, aku pun menangis, pikiranku kacau, perasaanku tak karuan lagi sudah tercampur aduk, aku sangat panik, apalagi melihat istriku yang sudah terlihat lesu, lelah, dan kesakitan hingga akhirnya ia pun tak sadarkan diri, darah bercucuran di lantai, aku langsung mengendong bayi itu meskipun aku belum pernah menggendong bayi yang baru saja lahir, ari-ari nya yang masih terhubung, aku memberanikan diri untuk mengguntingnya, meskipun aku tidak tau konsekuensinya akan seperti apa, dan tidak tau harus apa lagi, akhirnya aku menelpon kedua kakak ku, aku menceritakan semuanya, aku sudah terlanjur berdosa, jadi apapun resikonya aku akan menghadapinya.
Tak berselang lami, kakak ku datang dengan membawa mobil Ambulance, suasana di kosan pun menjadi ramai, namun aku tak peduli dengan semua itu, yang terpenting adalah keselamatan istriku dan anak ku. Kami pun di bawa ke rumah sakit umum daerah, istriku dan anak ku di bawa ke ruangan terpisah, sementara itu aku harus mengurus administrasi, entah berapa biaya yang harus aku bayar, aku tak peduli meskipun saat itu aku hanya punya uang sedikit.
Kemudian, aku menyusul ke ruangan istriku di lantai atas, sementara itu kakak ku menunggu di ruang bayi.
Saat itu istriku masih tak sadarkan diri, setelah beberapa saat akhirnya terbangun, dan setelah di periksa untung nya tidak apa-apa, hanya mengalami syok saja, serta darah nya tinggi, aku pun di suruh untuk menebus obat ke ruang farmasi oleh dokter itu. Lalu, setelah menebus obat-obatan, aku menuju kakak ku, untuk menanyakan keadaan anak ku, saat itu anakku sedang berada dalam ingkrubator, alhamdulilah keadaan nya baik-baik saja, berat badannya pun normal seperti bayi pada umummya.
Untuk kedepannya, aku tidak tau harus seperti apa, yang jelas karena perbuatanku ini, aku hampir membunuh dua nyawa sekaligus. Ujar kakak ku yang saat itu sedang panik. Aku hanya tertegun diam, sambil membayangkan jika apa yang di pikirkan kakak ku itu terjadi.
Namun aku sedikit lega, karena semua nya baik-baik saja, dan mungkin ini adalah takdir yang Tuhan berikan untuk ku. Kini, aku bergantung pada Harapan,.
Akan tetapi, masalah belum berakhir.
*****
bukhorigan memberi reputasi
1
563
Kutip
3
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.4KThread•41.5KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru