mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
8 atlet legendaris Papua pembawa api dan bendera PON XX merasa tidak dihargai




Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Delapan legendaris Papua , sangat mengapresiasi kepercayaan yang diberikan kepada mereka untuk membawa dan menyertai kirab api dan bendera PON XX hingga ke Stadion Lukas Enembe, di saat pembukaan, 2/9/2021 lalu.

Delapan atlet itu yakni Beni Maniani (Tinju) , Melly Mofu (Atletik),Nofilus Yokhu (Karate), Imanuel Daundi (Pencak Silat), Lisa Rumbewas (Angkat Besi), Erni Sokoy (Dayung), Kartika Monim (Voli) dan Ruli Nere (sepak bola).

Namun di balik gegap gempita itu, tersimpan rasa kecewa mereka terhadap panitia penyelenggara PON XX Papua.

“Kami delapan legendaris asal Papua sangat kecewa diperlakukan seperti itu, kami bawa nama Papua ke tingkat nasional, kami raih medali emas dan lagu yang kami nyanyikan bukan lagu lain melainkan lagu Indonesia Raya untuk merayakan kemenangan emas itu,” kata Kartika kepada Jubi di Sentani,Rabu (13/10/2021)

Pasalnya, Kartika dan legendaris lainnya merasa dikecilkan jasa mereka, ketika membawa benda PON XX Papua saat itu.

“Kami ditonton ribuan orang, baik yang ada di Papua dan bahkan di belahan bumi lain. Usia kami sudah tua, tapi kami mampu membawa bendera PON, disaksikan ribuan orang. Namun kami tak dihargai. Kami sangat kecewa sekali ,” kata perempuan asal Sentani ini.

Dia mencontohkan, saat latihan mereka hanya menggunakan satu seragam saja, hingga membawa bendera PON.

“Di saat hari H kami dikasih pakaian training dan sepatu.Pakai untuk latihan selama dua hari. Jadi hari pertama kami datang, (training) pakai latihan, buka dan taruh (lagi) . Nanti hari kedua pakai lagi untuk latihan. Kami berpikir nanti setelah hari H, (training) itu (akan) disuruh bawa pulang. Namun tidak,” bebernya.

Kartika, bersama Ernny Sokoy dipercayakan untuk membawa api dan bendera PON XX saat pembukaan.

“Saya dan Erni yang ditugaskan bawa api PON. Kami tunggu di Toware jam 8. Pukul 11.00 mulai jalan melalui danau Sentani, tiba di Kalkhote sudah pukul 14.00 dan arak-arakan dari dermaga Kalkhote ke stadion Lukas Enembe itu, berlangsung pukul 17.00, kami dua serahkan dengan baik,”jelasnya.

Tapi usai menyerahkan api PON, Kartika dan Ernny dihadang. Tidak diperbolehkan masuk ke dalam Stadion Lukas Enembe.

“Kami dua mau masuk dengan pakaian di badan yang kami pakai dari pagi sampai sore. Kami mau masuk sudah tidak boleh karena id card tertinggal di perahu. Setelah id dibawa dan kita berusaha masuk, penjaga tetap bilang kita tidak boleh masuk. Kami berdua berdiri di luar stadion. Diguyur hujan deras tanpa sentuh makanan apa pun dari pagi sampai sore,” kata Kartika
Mereka harus berusaha meminta bantuan kepada panitia agar ada akses untuk masuk ke stadion Lukas Enembe.

“Jam 6 baru kita masuk ke dalam. Tanpa dikasih makan. Kita dua buka pakaian yang kita pakai yang basah karena hujan itu. Di dalam hati, saya pikir nanti itu kita bawa pulang karena ini hari H buat kita. Begitu selesai tugas kita dan masuk ke ruangan kita lihat kiri dan kanan, tidak ada satu pun makanan yang mereka taru buat kita. Setelah itu ada panitia datang, mereka meminta untuk mengenakan lagi pakaian basah yang sudah dicopot itu. Saya sampai heran, masak pakaian yang basah saya harus ulang pakai lagi. Terpaksa saya pakai lagi , sepatu pokoknya semua basah,” katanya.

Usai menunaikan tugas mereka,tidak ada satu pun sub PB PON memberikan makan minum. Juga ongkos atau fasilitas transportasi untuk mereka pulang ke rumah.

“Saya dan Ernny keluar itu tidak ada satu pun makan dan uang transpor yang mereka berikan. Tidak ada kendaraan yang mereka kasih untuk antar kami pulang. Kami cari jalan pulang sendiri. Kami duduk di trotoar, setelah presiden (Jokowi) keluar (stadion) baru saya dan Ernny keluar cari makan dan pulang. Kami bingung karena tidak ada kendaraan. Kami bingung, dengan kondisi dari pagi sampai malam cuma makan semangka dua potong,” jelas Monim.

Dua hari kemudian, Ernny dan Kartika diminta untuk mengirimkan nomor rekening mereka kepada pihak PB PON.

“Dalam hati kita berpikir kita dapat lebih. Tahu-tahunya kita dikirim 2 juta 500 ribu. Kmi tidak terima. Kami ini legendaris, jangan dipermainkan. Kenapa mereka yang raih medali emas di PON, gubernur bisa kasih Rp1 Miliar, sedangkan kami cuman 2,5 juta rupiah. Kasihlah kami Rp 100 juta rupiah, malah kami justru tak jauh beda dengan relawan, mereka sehari kerja Rp 300 ribu,” bebernya.

Di tempat yang sama Ernny Sokoy legendaris atlet dayung juga mengatakan kekecewaan ia terhadap panitia penyelenggara PON XX Papua.

“Kami diminta untuk bawa bendera PON, itu satu kebanggaan tersendiri buat kami. Kami bukan datang sendiri, kami ditelepon dan ditunjuk untuk bawa bendera PON, ” ujarnya.

Rasa kecewa pun ia rasakan dengan sikap yang dilakukan panitia kepada mereka yang pernah menorehkan prestasi dan bikin bangga orang Papua.

“Saya minta kepada bapak bupati dan gubernur untuk dapat perhatikan atlet legendaris, agar kejadian ini tidak terulang lagi, tolong di perhatikan dengan baik,” tuturnya.

Perempuan Sentani yang dijuluki ratu dayung itu juga mengatakan, setidaknya pihak panitia mengakomodir, baik makan, minum dan juga transportasi pulang ke tempat tinggal.

“Kaka perempuan ini dia tinggal jauh jadi saya kasihan, kenapa panitia  tidak kasih uang transportasi ,” kata Sokoy.

Berita ini belum dikonfirmasikan kepada pihak panitia PB PON. (*)

Editor: Syam Terrajana
https://jubi.co.id/8-atlet-legendari...edium=facebook


Kurang dihargai... Harusnya panitia jelasin honor dan fasilitas dari awal...
sama kayak kasus honor penari...
gabener.edan
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 dan gabener.edan memberi reputasi
2
1.6K
31
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.9KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.