54m5u4d183Avatar border
TS
54m5u4d183
BEM SI Gelar Aksi 27 September soal Polemik Pemberhentian 56 Pegawai KPK
BEM SI Gelar Aksi 27 September soal Polemik Pemberhentian 56 Pegawai KPK

Isal Mawardi - detikNews
Jumat, 24 Sep 2021 13:45 WIB

Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyatakan pihaknya akan turun ke jalan apabila Presiden Joko Widodo tidak menggubris ultimatum yang telah dilayangkan para mahasiwa dan Gerakan Selamatkan KPK (GASAK). (Sumber: Kompas.com)

Jakarta - Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) bakal menggelar aksi massa terkait polemik pemberhentian 56 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Aksi bakal terpusat Jakarta.

"Benar," ujar Koordinator Pusat BEM SI Nofrian Fadil Akbar ketika dimintai konfirmasi detikcom, Jumat (24/9/2021). Nofrian menjawab pertanyaan betul-tidaknya ada aksi massa di Jakarta pada 27 September.

Ada sejumlah tuntutan yang bakal dilayangkan BEM SI. Pertama, BEM SI meminta Ketua KPK Firli Bahuri mencabut surat keterangan (SK) pemberhentian pegawai KPK.

"Kami mendesak Presiden juga, Bapak Jokowi, untuk bertanggung jawab dalam kasus upaya pelemahan terhadap KPK dengan mengangkat pegawai KPK untuk menjadi aparatur sipil negara," kata Koordinator Media BEM SI Muhammad Rais ketika dihubungi.

"Kami juga menuntut Ketua KPK Bapak Firli Bahuri mundur dari jabatannya dengan telah banyak gagal menjaga integritas dan marwah KPK dalam pemberantasan korupsi," lanjut Rais.

Rais menambahkan aksi massa itu juga menuntut KPK untuk menyelesaikan sejumlah kasus korupsi yang sudah berlarut-larut, seperti kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan kasus benih lobster.

Pihak BEM SI sudah mengirim pemberitahuan aksi massa kepada pihak kepolisian. Rais menduga ada sekitar seribu mahasiswa yang bakal turun ke jalan.

"Untuk kami dimulai dari ultimatum kemarin kepada Presiden Jokowi, 3x24 jam dari kemarin (23/9). Artinya, nanti hari Senin tanggal 27 (September) kemungkinan kita akan... sebenarnya sedang dikonsolidasikan untuk tiga aksi, tetapi kemungkinan besar (aksi terpusat) di gedung KPK," tegas Rais.

Diketahui, BEM SI dan Gerakan Selamatkan KPK (GASAK) telah menyurati Presiden Jokowi terkait persoalan pemberhentian 57 pegawai KPK pada Kamis (23/9). Dalam surat tersebut BEM SI dan GASAK meminta ketegasan Presiden Jokowi dalam menyikapi berbagai upaya pelemahan KPK.

"MAKA KAMI ALIANSI BEM SELURUH INDONESIA DAN GASAK (GERAKAN SELAMATKAN KPK) MEMBERIKAN ULTIMATUM KEPADA PRESIDEN JOKOWI UNTUK BERPIHAK DAN MENGANGKAT 56 PEGAWAI KPK MENJADI ASN DALAM WAKTU 3X24 JAM, TERCATAT SEJAK HARI INI 23 SEPTEMBER 2021. JIKA BAPAK MASIH SAJA DIAM TIDAK BERGEMING. MAKA KAMI BERSAMA ELEMEN RAKYAT AKAN TURUN KE JALAN MENYAMPAIKAN ASPIRASI YANG RASIONAL UNTUK BAPAK REALISASIKAN," bunyi penggalan surat ultimatum BEM SI dan GASAK yang ditandatangani oleh Koordinator Pusat BEM SI Nofrian Fadil Akbar.

Surat Ultimatum BEM SI

Yth. BAPAK PRESIDEN RI JOKO WIDODO,

Bagaimana kabarnya Pak Jokowi?
Salam sejahtera untuk Pak Presiden, semoga senantiasa diberikan kesehatan selalu.

Pak presiden kami meyakini bahwa Bapak sepakat, bangsa yang besar memiliki tekad dan tindakan yang kuat untuk memberantas korupsi. Karena korupsi merupakan extraordinary crime (kejahatan luar biasa) yang harus ditangani dengan sungguh-sungguh.

Supremasi hukum dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan bagian dari amanat reformasi yang harus terus diusahakan. Maka hadir lah kpk sebagai salah satu anak kandung reformasi dan harapan untuk mewujudkan tatanan yang bersih dari korupsi.

KPK merupakan lembaga anti rasuah yang sangat diharapkan oleh masyarakat untuk menjaga "kewarasan" bangsa ini dalam persoalan pemberantasan korupsi.

Pak Jokowi dalam beberapa kesempatan berjanji akan komitmen bahwa penguatan KPK itu harus riil, dengan cara menambah anggaran, menambah penyidik dan memperkuat KPK dengan tegas.

Namun apakah Pak Jokowi masih ingat dengan janji Bapak tersebut dan bagaimana realisasinya?

Dari data yang kami lihat dan peroleh: anggaran KPK cenderung stagnan di angka 850 Milyar- 1 Triliun Rupiah; alih-alih pegawai KPK ditambah ternyata ada 57 pegawai KPK diberhentikan dengan SK No. 1327 dengan dalih TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) yang cacat, memuat rasis, melanggar HAM, dan maladminstrasi; UU No. 19 Tahun 2019 ditolak oleh rakyat, akademisi, KPK dan publik lainnya karena cacat prosedural, melemahkan (SP3 BLBI, banyak kebocoran perkara, vonis tidak masuk akal dll.) namun Bapak hanya bergeming diam saja!

Pemilihan pimpinan KPK yang bermasalah juga bapak diam saja. Sekali lagi kami bertanya, apakah Bapak masih ingat dengan janji Bapak?

Pak Jokowi kami coba perjelas lagi kenapa bapak harus bertindak di atas polemik yang serius di tubuh KPK.

1. KPK dilemahkan dengan terstruktur, sistematis dan masif sejak 2019. Dimulai dengan disahkannya UU KPK No. 19 Tahun 2019 yang ditolak oleh banyak kalangan (akademisi, guru besar, mahasiswa, KPK secara lembaga dan masyarakat lainnya).

2. Hadirnya UU KPK 19/2019 menjadi preseden buruk untuk KPK karena banyak catatan di dalamnya yang membuat KPK memiliki kuasa yang makin terbatas dan melemahkan independensi lembaga. Dialihkannya status pegawai KPK menjadi ASN dan interpretasi KPK yang masuk pada lingkup eksekutif cenderung akan mengganggu independensi.

3. Salah satu bukti melemahnya KPK adalah diterbitkannya SP3 (Surat Pemberhentian Penyidikan dan Penuntutan) Kasus BLBI Sjamsul Nursalim dan Istrinya Itjih Nursalim. Kerugian negara kasus tersebut sekitar Rp. 4,58 Triliun. Penerbitan SP3 BLBI dinilai sebagai dampak dari adanya UU 19 tahun 2019 tentang UU KPK yakni pada Pasal 40 bahwa KPK memiliki wewenang untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang mana telah dilakukan penyidikan dan penuntutan namun tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 tahun. Membuka kemungkinan kasus-kasus besar lain yang tidak mampu ditangani dalam 2 tahun akan dilepaskan begitu saja. Hal ini buntut dari perubahan UU KPK.

4. Pimpinan KPK bermasalah. Track record Firli Bahuri saat menjabat deputi penindakan KPK, Firli dinyatakan melanggar etik berat. Bertemu dengan orang berperkara, terdapat 26 OTT bocor persisnya terjadi usai pegawai ajukan surat perintah penyelidikan, pengajuan sprin penyadapan, telaah kasus. Pun terbukti dinyatakan melanggar etik karena gaya hidup mewah menaiki helikopter pulang kampung ke Palembang. Selain itu Lili Pintauli Siregar Wakil Ketua KPK oleh Dewan Pengawas KPK dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik dengan sanksi yang berat. Lili Pintauli Siregar diberi sanksi yang menurut Dewas "berat" berupa pemotongan gaji selama 12 bulan. Beberapa pimpinan KPK lainnya juga punya catatan yang kurang baik.

5. TWK yang cacat, mengandung rasisme, maladministrasi, dan melanggar HAM. Temuan dari Ombusman dan Komnas HAM bisa menjadi rujukan bagaimana kita melihat proses pelaksanaan TWK. Kajian dan temuan Ombusman RI dan Komnas HAM sudah Bapak terima juga kan ya? Terdapat 11 Pelanggaran HAM yang terjadi dalam proses pelaksanaan TWK, sehingga pemecatan dengan dalih TWK yang cacat tidak selayaknya dilakukan. Konten pertanyaan di TWK juga sangat aneh dan mengaburkan. Mulai dari pertanyaan hasrat seksual, rasis beragama, mengganggu privasi seseorang hingga pertanyaan ritual ibadah.

6. Nasib Pegawai KPK. Pak Jokowi, MK (Mahkamah Konstitusi) dengan putusan nomor 70/PUUXVII/2019 menyampaikan bahwa peralihan pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN itu sendiri. Kini nasib 57 pegawai KPK dengan penetapan SK No.1327 sudah jelas. Mereka dipecat dengan tuduhan anti-pancasila dari TWK yang cacat. Janggal sekali Pak, bukankah mereka sudah bertahun-tahun mengabdi membela hak rakyat dan negara dengan melakukan perlawanan terhadap para maling negara. Masih kah dianggap anti-pancasila?

7. Beberapa Pegawai KPK yang Dipecat sedang Melakukan Penyelidikan dan Penyidikan Kasus-Kasus Besar. Para penyidik senior yang termasuk dalam 57 pegawai yang tak lulus TWK, di antaranya Novel Baswedan, Andre Dhedy Nainggolan, Afief Yulian Miftah, Budi Agung Nugroho, Rizka Anungnata, Budi Sokmo, Ambarita Damanik, Muhammad Praswad Nugraha, Yudi Purnomo Harahap, dan Marc Falentino. Lalu penyelidik
senior seperti Iguh Sipurba, Harun Al Rasyid, dan Aulia Posteria.

Berikut perkara korupsi kakap yang mereka tangani:
a. Kasus Korupsi Pengadaan Bansos Covid-19, Juliari Peter Batubara. Ia
didakwa menerima suap sebanyak Rp 32,2 miliar dari korupsi bansos
Covid-19.
b. Kasus Dugaan Suap Pejabat Ditjen Pajak
c. Kasus Suap Anggota KPU Wahyu Setiawan. Harun Masiku.
d. Kasus Suap Izin Ekspor Benih Lobster, Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo sebagai tersangka
e. Kasus Dugaan Suap Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah
f. Kasus Dugaan Suap Jual-Beli Jabatan di Tanjungbalai, Wali Kota
Tanjungbalai M Syahrial
g. Kasus Dugaan Suap Penyidik Polisi di KPK, Stepanus Robin
h. Operasi Penangkapan Bupati Nganjuk, Jawa Timur Novi Rahman
Hidayat, dll.

Dalam keadaan yang memiliki urgensi luar biasa untuk meneruskan kasus, pimpinan KPK kala itu dengan terburu-burunya menon-aktifkan 75 pegawai KPK dengan SK 652. Tidak hanya ke-tujuh persoalan tersebut yang menjadi polemik ditubuh KPK, masih banyak yang lainnya. Dasar tersebut menurut kami sudah cukup membuat rakyat muak. Sehingga layak rasanya untuk kita marah atas keadaan KPK saat ini.

Maka siapa yang bisa menyelematkan KPK?

Pak Jokowi, perihal 57 Pegawai KPK yang dikebiri dari haknya bukan hanya persoalan para pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Tapi ini adalah persoalan martabat dan marwah bangsa Indonesia yang punya semangat anti korupsi dan keadilan. Pak Jokowi, Mahkamah Agung senada dengan putusan MK yang tidak masuk pada evaluasi pelaksanan melainkan menegaskan bahwa tindak lanjut merupakan kewenangan Presiden dengan menjelaskan bahwa: "....sedangkan tindak lanjut dari hasil asesmen TWK tersebut menjadi kewenangan pemerintah".

Hal tersebut pun dapat dimaknai bahwa hasil TWK bukanlah dasar untuk mengangkat melainkan kewenangan ada di pemerintah. Pemerintah yang dalam hal ini dapat ditafsirkan Presiden sebagai Pemimpin Pemerintahan serta sesuai Pasal 3 PP Nomor 17 Tahun 2020 yang menegaskan posisi Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS. Singkatnya, Presiden memiliki kewenangan menindaklanjuti hasil TWK didasarkan putusan MA serta PP 17/2020 sebagai pemimpin ASN tertinggi sehingga berpeluang untuk melantik dan memulihkan hak pegawai karena didasarkan pada pelaksanaan TWK yang tidak sah, berkeadilan dan rasional dengan didasarkan pada laporan faktual dari Komnas HAM dan ORI.

PAK JOKOWI DIHARAPKAN KEBERPIHAKANNYA TERHADAP BANGSA DAN RAKYAT, BUKAN OLIGARKI! TOLONG DENGARKAN KERESAHAN INI! DAN BERTINDAKLAH SEBAGAI KESATRIA. INGAT KEMBALI JANJI-JANJI YANG PERNAH BAPAK LONTARKAN! MAKA KAMI ALIANSI BEM SELURUH INDONESIA DAN GASAK (GERAKAN SELAMATKAN KPK) MEMBERIKAN ULTIMATUM KEPADA PRESIDEN JOKOWI UNTUK BERPIHAK DAN MENGANGKAT 56 PEGAWAI KPK MENJADI ASN DALAM WAKTU 3X24 JAM, TERCATAT SEJAK HARI INI 23 SEPTEMBER 2021. JIKA BAPAK MASIH SAJA DIAM TIDAK BERGEMING. MAKA KAMI BERSAMA ELEMEN RAKYAT AKAN TURUN KE JALAN MENYAMPAIKAN ASPIRASI YANG RASIONAL UNTUK BAPAK REALISASIKAN.

HIDUP MAHASISWA!
HIDUP RAKYAT INDONESIA!
HIDUP PEMBERANTASAN KORUPSI INDONESIA!

Aliansi BEM Seluruh Indonesia dan GASAK (Gerakan Selamatkan KPK)
23 September 2021


(isa/dnu)

Sumber:
https://news.detik.com/berita/d-5738...56-pegawai-kpk
nomorelies
pakisal212
gabener.edan
gabener.edan dan 3 lainnya memberi reputasi
4
4.6K
92
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.7KThread40.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.