nomoonyongAvatar border
TS
nomoonyong
Demokrasi Dalam Ambang Krisi


Indonesia hari ini mengalami penuruan indeks demokrasi, Indonesia sendiri menduduki peringkat ke-64 dunia dari 167 negara dalam indeks Demokrasi yang dirilis oleh (Economist Intelligence Unit) EIU dengan label Demokrasi tidak sempurna. Kita lihat persoalan hari ini yang begitu ironis di tengah Pandemi Covid-19.


Saat ini, Pandemi Covid-19 merupakan tantangan besar bagi Indonesia apalagi varian baru Covid-19. Pemerintah pun dituntut untuk segera mengambil kebijakan yang baik untuk menyelsaikan berbagai permasalahan yang muncul.

Tekanan dari masyarakat agar pemerintah lebih melihat suatu persoalan yang tidak merugikan masyarakat secara makro dan mikro di tengah pandemi Covid-19.





Gerakan demi gerakan dilakukan menolak ataupun menentang kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah yang tidak pro terhadap masyarakat. mulai dari parlemen jalanan yang dibenturkan dengan UU Karantina kesehatan, gerakan mural yang diklaim merusak ke indahan Kota, Kritikan melalui media sosial yang di benturkan dengan UU ITE, dan baru-baru ini bentangan poster yang dilakukan oleh Petani dan Mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi tetapi dihalangi.


Dalam pasal 28E Ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,  berkumpul, dan mengeluarkan pikiran maupun tulisan dan sebagainya di tetapkan oleh undang-undang”. Ini bersumber pada nilai Pancasila yaitu Sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Bagi Mohammad Hatta, ada lima unsur demokrasi khas indonesia, yakni rapat, mufakat, gotong royong, hak mengajukan protes bersama, dan hak menyingkir dari wilayah kekuasaan raja yang tidak adil.

Situasi ini sangatlah kontras dengan peryataan Presiden Joko Widodo yang meminta masyarakat untuk lebih aktif dalam menyampaikan kritik dan masukan kepada pemerintah. Pemerintah sendiri justru memperaktikan cara-cara atau mengambil jalur yang sangat tidak Demokratis, kendati di atas kertas menyebutkan “Demokrasi” sebagai asanya yang fundamental. Bagaimana mungkin masyarakat ingin menyampaikan kritik tetapi mendapat intimidasi, krimalisasi, dan represif?


Pemerintah sebenarnya harus meningkatkan kapabilitas responsif. Dimana pendekatan persuasif akan lebih baik dalam menghadapi protes dari masyaratak.


Bukan malah mengeluarkan aturan yang tak subtantif yang seolah-olah maksud hati melindungi masyarakatnya agar tak mati karna covid. Namun, justru membunuh Rakyatnya secara perlahan dengan kebijakan yang tak menyentuh subtansi suatu persoalan. 

Saya teringat kutipan Thomas Hobbes dalam Bukunya De Cive "Homo Homini Lupus".


   
Diubah oleh nomoonyong 23-09-2021 20:36
nomorelies
mubafirs
adekrw
adekrw dan 3 lainnya memberi reputasi
2
1.1K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Citizen Journalism
Citizen Journalism
icon
12.5KThread3.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.