riandyogaAvatar border
TS
riandyoga
Semewah Apa Sebenarnya Makanan Orang Sumatera?
Hai GanSis!! Saya kemarin senyum-senyum liatin sekelompok netizen ngeributin sebuah thread di Twitter. Kenapa saya sebut sekelompok netizen? Karena disinyalir netizen yang dimaksud ialah netizen yang tinggal di pulau Jawa.

Quote:


Oke singkat saja, ini soal per-lauk-an duniawi. Langsung saja lihat tweet-nya seperti apa. Check!!



Sementara kurang lebih reaksi orang Sumatera, termasuk saya di dalamnya kira-kira seperti ini:



Sebelumnya maaf nih ya jika ada disebutkan orang Jawa dan orang Sumatera. Karena memang thread topiknya seputar itu. Semoga saja tidak ada yang tersinggung.

Topik ini sebenarnya sudah cukup lama berlalu atau mulai basi. Tapi kali saya bahas dari pengalaman yang saya lihat dan tidak terlalu terkait dengan tweet tersebut.

Saya disini sebagai orang Sumatera, lebih tepatnya bersuku Jawa yang lahir dan menetap di Sumatera. Merasa terpanggil, sekiranya meluruskan kebiasaan makan masyarakat Sumatera.

Jika ditanya apakah orang Sumatera itu kalau makan, menunya harus mewah? Lauknya harus ada 4-5 macam di meja?Jujur saya gak menyangkal kenyataan tersebut.

Karena saya lihat sendiri memang ada tipe orang yang kalau soal makanan gak eman-eman ngeluarin uang. Istilahnya "biar rumah mau roboh, yang penting gulai lomak".

Istilah diatas, menurut informasi yang saya ketahui, itu merujuk pada kelompok masyarakat yang tinggal di pesisir pulau Sumatera. Dimana daerahnya kaya hasil laut dan pohon kelapa. Maka terbentuk kebiasaan makan "gulai lomak". Masakan lauk serba santan.

Perlu diingat, kebiasaan tersebut tidak merujuk hanya pada kelompok suku tertentu. Di Sumatera Utara khususnya, suku bangsanya sangat heterogen. Yang mana kita kenal suku Jawa dengan filosofi-nya "mangan gak mangan yang penting ngumpul", orang Jawa disini (di Sumatera) juga sudah terbiasa dengan "biar rumah roboh, yang penting gulai lomak".

Ini benar saya saksikan sendiri. Kemewahan di meja makan orang Sumatera, bukan berarti mereka kaya raya. Sebagian ya memang kaya, tapi ini lebih kepada kegemaran menyantap makanan yang lezat.

Dan tak sedikit yang berprinsip "hidup untuk hari ini, besok kita pikirkan nanti". Sebagian juga tidak menyantap makanan "gulai lomak" setiap hari, alias kalau ada uang saja. Selainnya ya makan seadanya aja. Nanti jika ada uang lebih sedikit aja langsung dibelanjakan makanan yang enak-enak. Ini benar-benar saya lihat sendiri yang seperti itu. Dan sekali lagi ini tidak merujuk pada satu suku tertentu saja, melainkan sebuah kebiasaan masyarakat lokal, tak terkait suku-nya apa.

Jadi bila ditanya apakah orang Sumatera itu kalau makan harus serba mewah? Bener, memang ada yang begitu, tapi tidak semuanya begitu. Ini soal kebiasaan saja. Jika dibiasakan makan yang enak-enak sedari kecil, maka besar akan menjadi "candu".

Makanan mewah bukan berarti mahal

Dan jangan sangka masakan gulai lomak itu berarti harus mahal. Di Sumatera itu masih banyak yang punya kebon luas, punya pohon kelapa sendiri, kolam ikan sendiri, dan pelihara ayam juga yang dilepas liar. Jadi bahan makanannya cukup terjangkau. Bahkan spot mancing masih cukup banyak. Terlebih yang dekat laut atau sungai. Please jangan disamakan di kota besar ya.

Saya pernah datang ke rumah teman. Tampak depan rumahnya secara tampilan sederhana. Tapi halaman belakangnya masih luas. Ada pohon kelapa, pohon buah segala macam dan kolam ikannya. Juga banyak ayamnya dilepas gitu aja cari makan sendiri di kebon, sorenya balik sendiri ke kandang. Dan rata-rata satu kampungnya begitu. Mungkin mereka kesehariannya secara finansial tidak terlalu besar. Tapi ketika ada keluarga datang, masih bisa menjamu dengan menu makanan yang WOW.

Maka itu makan gulai lomak, dengan 4-5 jenis lauk bukan merupakan sesuatu yang teramat istimewa. Sudah biasa saja.

Bagaimana dengan saya sendiri yang tinggal di Sumatera? Bersyukur, saya sedari kecil dibiasakan makan sayur meski gak semua jenis sayur saya suka. Jadi semisal orang tua gak punya duit, cuma makan sayur, tahu dan tempe saja uda cukup. Sekali lagi, ini tidak terkait sama suku-nya apa. Tapi kebiasaan yang dibentuk sejak dini. Dan selera. Kebiasaan makan dengan satu keluarga dan keluarga lain itu berbeda.


Shock Culture orang Sumatera di Jawa

Mungkin ada yang bilang orang Sumatera gengsinya tinggi. Tapi tolong jangan jadikan contoh satu dua orang sebagai penilaian kebiasaan orang satu pulau. Saya pikir ini hanya shock culture saja atau gegar budaya.

Dimana jika di Sumatera beli makan dengan uang Rp10-15 ribu sudah dapat menu makanan yang melimpah ruah lauknya. Sementara jika di Jawa tentu saja dengan biaya hidup lebih mahal, jenis makanan yang didapat lebih sederhana dengan jumlah uang yang sama. Maka itu orang Sumatera akan merasa sangat tidak can't relate. "Loh kok lauknya cuma segini?"

Sementara itu masyarakat yang sudah terbiasa hidup di pulau Jawa. Tentunya jadi terkaget-kaget dengan kebiasaan makan mewah orang Sumatera.

Saya duga ini sebab perilaku media massa yang sangat Jakarta-sentris. Mungkin saja mereka yang tinggal di Ibukota dan sekitarnya lebih familiar dengan perdebatan bubur diaduk atau tidak diaduk. Sehingga tidak tahu bahwa ada sekelompok masyarakat di daerah yang bila makan, harus tersedia 5-4 jenis lauk di meja makan. Atau bahkan lebih terkejut ketika tahu di Papua, makan lobster itu suatu hal yang biasa saja.

Sebenarnya banyak lagi kebiasaan-kebiasaan makan yang ada di Indonesia. Sayang banget jika yang disorot hanya bubur diaduk/tidak, mie ayam kuah dipisah dan terbaru nasi goreng yang viral itu. Mungkin kedepannya bisa terbentuk kompetisi banyak-banyakan lauk saat makan.

Rianda Prayoga
Binjai, Sumatera Utara
22 September 2021
Diubah oleh riandyoga 22-09-2021 04:39
rinandya
fahm189
ryan Limanto
ryan Limanto dan 51 lainnya memberi reputasi
48
13.2K
293
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.