Walau judulnya tentang fashion, namun disini saya tak akan membicarakan hal itu lebih jauh. Namun ingin membuka pengalaman dari Dr. Indrawan Nugroho, dimana istrinya Mbak Nina mengikuti ajang tersebut dengan menampilkan busana muslimah.



Kota Turin Italia di tahun 2017 menjadi saksi, dimana panitia acara fashion bekerja sama dengan Islamic Fashion and Design Counci menampilkan 31 desainer busana muslim untuk memperlihatkan karyanya diatas catwalk.



Perancang busana di Indonesia seperti Dian Pelangi, Jeny Tjahjawati, Novia Sari, dan Nur Zahra dan istri Dr. indra yaitu Nina Nugroho.

Tapi ada yang menarik ketika fashion di Italia yang identik dengan pakaian dan style yang lebih terbuka kini dibanjiri style yang lebih tertutup, bahkan jamuan yang disajikan oleh panitia layaknya kehidupan budaya barat pada umumnya alkohol, dan daging babi pun disajikan.



Tapi ketika mereka tahu muslim menghindari itu, maka mereka menawarkan air mineral dan makanan ringan. Disini kita kembali belajar apa itu namanya toleransi, kenapa Dr Indrawan ingin berbagi ceritanya kepada anak negeri ini?

Pendapat saya negara Indonesia saat ini krisis toleransi, krisis idiologi, krisis menyanyangi, krisis untuk berbagi, hal ini terjadi karena politik identitas yang membuat marah pihak yang tidak suka dengan hal itu.



Ditambah dengan radikalisme yang terjadi membuat Islam sebagai pondasi Terorisme faktanya memang nyata bom Bali 1 dan 2 menjadi bukti sejarah, bahkan ormas yang mengusung khilafah secara terang benderang ingin mengganti idiologi negara. Maka disaat itu perpecahan sudah diambang mata, padahal tidak semua masyarakat yang ber KTP Islam seperti itu?

Maka suasana gaduh pun terbelah dengan pertarungan politik dimana elite politik yang sama-sama Islam pun berseteru, namun yang satu di dukung oleh ormas radikal dan yang satu didukung oleh ormas sarungan. FPI dan GP Ansor, memang kerap dianggap berseberangan.



Disinilah oknum-oknum mulai banyak menghina Islam, yang berbau arab serasa mau muntah. Bahkan sebaliknya bagi mereka yang radikal tak segan untuk berseteru dengan mereka yang tak seiman, seakan sudah haus darah.

Rinduku pada Indonesia dimasa lalu, ketika rok mini berdampingan dengan jilbab yang syahdu tanpa harus saling tinju, toleransi ketika malam kudus tiba anak-anak muslim bahagia diberi makan kue coklat dari pohon natal tak membuat keimanan mereka sedikitpun berkurang, bahkan kawan yang tak seiman memperingatkan untuk ibadah tepat waktu ketika adzan sudah berkumandang.



Mengucapkan selamat hari raya agama lain tanpa ada ketakutan mendapatkan cap kafir seakan sudah biasa, inilah Indonesia yang penuh dengan toleransi, beragam budaya, beragam suku dan agama bahkan selera pun juga berbeda namun punya tujuan yang sama yaitu "kedamaian".

Tapi kini toleransi itu sepertinya sudah padam, berganti dengan caci maki di media sosial tentang keimanan. Ada yang terang benderang, ada yang berada dibalik sebuah akun anonim.

Disini Dr Indrawan Nugroho memberikan istilah "numpang" ketika di Turin Italia, ya memang benar budaya Islam ini numpang juga di nusantara maka ikutilah tata cara walisongo bagaimana cara mereka memperkenalkan ilmu mereka ke masyarakat yang multi kultur.



Semoga derita anak bangsa segera berakhir, demokrasi bukan untuk segelintir orang, semua punya hak sama menjadi pemimpin kecuali negara kita sudah berubah idiologi. Selagi Pancasila masih sakti maka toleransi harus didahulukan.

Jangan sampai Eropa mulai toleransi di Indonesia kembali seperti zaman dark age eropa dimasa lalu.



Terima kasih yang sudah membaca thread ini sampai akhir, bila ada kritik silahkan disampaikan dan semoga thread ini bermanfaat, tetap sehat dan merdeka. See u next thread.





"Nikmati Membaca Dengan Santuy"
--------------------------------------
Tulisan : c4punk@2021
referensi : klik,klik, klik
Pic : google