Lockdown666Avatar border
TS
Lockdown666
Mohon Maaf Sri Sultan, Jokowi tidak Bisa Terapkan Lockdown


Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah kalangan mendorong pemberlakuan lockdown untuk menekan lonjakan kasus Covid-19. Mereka berpandangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro tidak efektif.

"PPKM ini kan sudah bicara nangani RT/RW (mengatur masyarakat paling bawah). Kalau realitasnya masih seperti ini mau apa lagi, ya lockdown," ujar Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta di kantor Gubernur DIY, Komplek Kepatihan, Kemantren Danurejan, Jumat (18/6/2021), seperti dikutip detik.com.

Sri Sultan menjelaskan, pemerintah selama ini telah mengatur masyarakatnya dari RT dan RW. Hal tersebut sebenarnya sebagai antisipasi terjadi penularan virus corona di lingkungan. Tapi dalam pelaksanaan, lanjut dia, ternyata PPKM ini tak bisa berjalan efektif. Bahkan, kasus baru Covid-19 di DIY di atas 500 orang.

"Kemarin (Ingub Nomor 15/INSTR/ 2021) maunya ada keputusan izin kelurahan harus sampai atasan (camat) gitu loh dan sebagainya dengan harapan semakin ketat masyarakat (tidak berkerumun) gitu, tapi kalau masih tembus arep apa meneh (mau apa lagi kebijakannya). Ya lockdown," kata Sri Sultan.

Ia melihat peningkatan kasus positif yang naik tersebut tak terlepas dari kedisiplinan masyarakat. Itu diperkuat dengan tracing yang tertular dari kasus positif.

"Selama masyarakat sendiri tidak mengapresiasi dirinya sendiri untuk disiplin," ujarnya.

Solusi lockdown, lanjut Sultan, juga mempertimbangkan bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit rujukan di DIY. Seminggu lalu, BOR di DIY masih 35%. Namun seminggu terakhir meningkat menjadi 75%.

"Karantina di rumah selama tidak punya toilet sendiri satu keluarga pasti kena gitu. Kalau nggak punya toilet sendiri juga ke tetangga yang bisa nular dan sebagainya. Sehingga kita ketati. Mereka sekarang mobil tidak disiplin. Nek ora ya wis (kalau tidak bisa disiplin). Lockdown aja gitu nggak ada pilihan," katanya.

Pemerintah pusat juga didesak memberlakukan PPKM secara menyeluruh dan serentak terutama di Pulau Jawa. Desakan itu disampaikan lima organisasi profesi kesehatan dalam konferensi pers virtual, Jumat (18/6/2021).

Kelima organisasi profesi itu adalah Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif (PERDATIN).

Turut hadir dalam konferensi pers virtual Ketua PAPDI dr. Sally Aman Nasution, Ketua Umum IDAI Aman Pulungan, Ketua Umum PDPI dr. Agus Susanto, Ketua Umum PERKI dr. Isman, dan Ketua Umum PP PERDATIN Prof. Syafri Kamsul Arif.

"Jadi sebenarnya yang diterapkan saat ini adalah PPKM mikro. Jadi sebenarnya kalau PPKM mikro saya rasa kurang tepat. Jadi lebih pas adalah PPKM seperti di awal bulan Januari dulu atau bahkan PSBB yang seperti tahun lalu," ujar Ketua Umum PDPI dr. Agus Susanto.

Menurut dia, PSBB seperti tahun lalu dampaknya akan lebih kuat dalam mengurangi transmisi penularan virus corona penyebab Covid-19 di dalam populasi.

"Jadi apa yang kami sampaikan lebih tepat adalah PPKM atau PSBB yang skala luas bukan yang skala luas sehingga implementasi itu membuat dampak transmisi di masyarakat menjadi menurun," kata Agus.

Anggota Satuan Tugas Waspada dan Siaga Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr. Erlina Burhan menilai penerapan PPKM mikro saat ini belum menyeluruh dan masih sporadis di beberapa tempat.

"Sehingga ada yang PPKM-nya ketat, ada yang tidak, bahkan tidak ada PPKM juga di banyak provinsi. Inilah kenapa semua organisasi ini menyarankan bahwa PPKM ini lebih menyeluruh," ujar Erlina.

"Anda lihat di rekomendasi nomor 2 dipastikan implementasinya itu betul-betul sesuai. Jadi itulah karena kita melihat PPKM menyeluruh ini belum ada," lanjutnya.

Jokowi pilih PSBB


Lantas, apakah mungkin lockdown diterapkan?

Tahun lalu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berkala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Virus Disease 2019 (Covid-19). Penerbitan PP itu didahului dengan Penerbitan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Ketika itu, Presiden Jokowi mengatakan pemerintah saat ini bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada. Pemerintah juga bekerja lantaran amanat konstitusi.

"Jangan membuat acara sendiri-sendiri sehingga tidak dalam pemerintahan, tidak berada dalam satu garis visi yang sama," ujar Jokowi saat mengunjungi pembangunan RS Khusus Penanganan Covid-19 di Pulau Galang, Kepulauan Riau, Rabu (1/4/2020).

Lebih lanjut Jokowi mengatakan yang paling penting saat itu di tengah tingginya kasus Covid-19 adalah kerja sama antara pemerintah pusat hingga pemerintah di level yang paling bawah. Dari Presiden hingga kepala desa.

"Karena ini menyangkut orang yang mudik, yang kemudian di desa mestinya ada isolasi mandiri, meskipun hanya satu dua orang. Tapi juga di desa juga mampu menyiapkan jaring pengaman sosial, perlindungan sosial bagi mereka. Jadi bekerja dari pucuk paling atas sampai paling bawah. Pegangannya satu UU," imbuh Jokowi kala itu.

Jokowi mengklaim tidak ada perbedaan antara pemerintah pusat dan daerah. Sejauh ini, Jokowi menilai pembatasan yang dilakukan daerah masih dalam taraf yang wajar.

"Tapi tidak dalam bentuk keputusan besar, misalnya karantina wilayah dalam cakupan gede atau yang sering dipakai lockdown. Lockdown itu apa sih? lockdown itu orang nggak boleh keluar rumah. Transportasi berhenti baik bus, sepeda motor, kendaraan pribadi, pesawat, kereta api, semua berhenti. Kegiatan kantor dihentikan semua," terang Jokowi.

Dirinya menerangkan aktivitas ekonomi tetap ada, tapi masyarakat harus menjaga jarak aman yang paling penting yang kita sampaikan sejak awal. Menurutnya physical distancing itu yang penting.

"Jadi kalau kita semua disiplin lakukan itu, jaga jarak aman, cuci tangan, setiap habis kegiatan, jangan pegang hidung, mulut atau mata, kurangi itu sehingga penularannya bisa dicegah," lanjutnya. 


Saat itu juga Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden, Juri Ardiantoro, menambahkan PSBB efektif untuk menekan lonjakan kasus Covid-19.

"Berkali-kali disampaikan Presiden, ini paling rasional dalam kebijakan penanganan Covid-19," ujarnya.

Selain mempertimbangkan keselamatan warga negara, lanjut Juri, juga ada pertimbangan menyangkut karakteristik bangsa. Misalnya pulau yang tersebar begitu banyak hingga demografi masyarakat yang besar dengan pemenuhan ekonomi masyarakat.

"Dalam PP ini, PPSB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang terduga terinfeksi Covid-19. PSBB adalah pembatasan kegiatan kegiatan penduduk yang terjangkit Covid-19 dan mencegah penyebaran semakin meluas. PSBB seperti yang selama ini berjalan seperti liburan sekolah, WFH, pembatasan ibadah atau kegiatan di fasilitas umum," kata Juri. 


Kepala daerah bisa putuskan lockdown?

Bagaimana dengan kepala daerah yang ingin menerapkan lockdown?

Aturan lockdown itu tertuang dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan Pasal 9 ayat 1 dan Pasal 49 ayat 4. UU itu menegaskan karantina wilayah atau yang sering disebut lockdown merupakan kewenangan pemerintah pusat/menteri terkait.

Bila ada kepala daerah yang gegabah mengambil keputusan lockdown sendiri tanpa berkoordinasi dengan pemerintah pusat, pidana menanti mereka. Aturan ini bersifat khusus mengesampingkan hukum. 


"Dalam pidana berlaku lex specialis derogat legi generali, yang artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum, sehingga UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai UU khusus sepanjang terdapat ketentuan pidana, maka inilah yang diberlakukan," kata pakar ilmu perundang-undangan Dr Bayu Dwi Anggono saat berbincang dengan detikcom, Selasa (17/3/2020).

Sementara itu, sanksi pidana diatur dalam Pasal 93. Sanksi yang diberikan kepada kepala daerah yang mengambil kebijakan lockdown adalah pidana maksimal 1 tahun penjara dan atau denda Rp 100 juta.

"Sehingga setiap orang yang melanggar pasal ini, termasuk kepala daerah, bisa dikenai ketentuan pidana sesuai Pasal 93," jelas Bayu. 


https://www.cnbcindonesia.com/news/2...kan-lockdown/1
Diubah oleh Lockdown666 18-06-2021 11:03
nomorelies
extreme78
jazzcoustic
jazzcoustic dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.4K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.