qoni77
TS
qoni77
Merasa Tulisanku Payah
Mengapa sih banyak orang yang tulisannya bagus, sementara aku?

pict


Rasanya aku begitu payah. Membaca tulisan sendiri merasa mual. Kenapa tulisanku begini? Apa aku tidak bisa nulis lebih baik dari ini? Kenapa aku merasa sepayah ini?



Kadang aku lelah dan ingin pergi dari dunia tulis menulis ini. Tapi aku tahu, aku payah, bahkan mungkin aku tidak punya skill lain. Ah, apakah aku punya skill nulis juga? Aku seharusnya bersyukur, bisa menulis dan berkali-kali mendapatkan fee dari nulis. Ya, meskipun tulisanku juga payah!



Aku tidak pernah tahu tulisan mana yang akan digandrungi pembaca. Andai aku bisa berpikir realistis, tidak mudah baper, dan lebih semangat lagi dan lagi. Lebih tidak mudah menyerah. Lebih mau belajar lagi. Terkadang aku merasa waktu itu benar-benar cepat sekali berlalu. Aku bahkan merasa payah, karena tidak berkarya apa-apa.



Ingin aku bisa menjenjali otakku dengan optimisme-optimisme paling nyentrik. Tapi kapan? Tapi kapan aku bisa? Apa aku yang bodoh ini akan bisa demikian. Mampu menghasilkan tulisan bagus, menginspirasi, dan membuatku bersemangat saat merasakan getaran akibat aura tulisanku yang dibaca banyak orang.



Terkadang aku berpikir cara paling ajaib untuk tetap produktif–menulis dan menulis saban waktu misalnya. Tidak menoleh kanan dan kiri. Sistematik menikmati alur dunia menulis, tanpa peduli cemoohan orang tentang kualitas tulisan yang justru membuat diri down dan putus asa atau jatuh pada lubang yang lebar dan dalam.



Andai dunia ini penuh dengan ide dan aku diberikan Tuhan kemampuan untuk bisa menjadi salah satu penulis yang bisa ....


Nyatanya aku masih di sini. Merasa payah yang tidak permisif pada situasi jiwaku yang muram. Seakan alur hidupku telah dipenuhi kemuraman dan kemuraman. Ingin aku menangis dan menangis. Tapi aku bisa apa?



Aku sadar waktu terlalu cepat berlalu. Hingga dia pun bisa menyebut kematian adalah batas tiap orang untuk berkarya. Sudikah waktu berbaik hati padaku, memberiku kesempatan untuk merasakannya, menjadi penulis yang menghasilkan.



Kobaran itu seharusnya masih ada. Meski kobarannya tak lagi sama. Atau bahkan tak sebenderang dahulu. Kala bayangan tangan dirinya masih mampu kuingati. Namun aku merasa kosong sekarang. Dan mungkin saja kobaran itu beralih menjadi hanya semacam pijar yang tak tahu kemana arah angin akan membantunya tetap ada atau bahkan mati dan padam.



Pada paragraf demi paragraf ini aku menangisi. Kemurungan demi kemurungan yang kuhujamkan pada jiwaku sendiri. Aku ingin tetap berusaha agar pijar ini tak padam dihantam ruang hampa.


Sulit, aku pernah berkata untuk siap berdarah-darah. Namun sepertinya ada masa aku ingin menyerah dan mungkin malah membuatku tersenyum depresi. Tidak menjadi apa-apa dan tidak perlu berjuang untuk apa-apa. Tapi apakah diriku dan seluruh hatiku akan terima? Apa aku tidak akan lebih depresi lagi karena memilih untuk menyerah?



pict




Ngawi, 19 April 2021 M/ 7 Ramadan 1442 H
Temaram jiwa,


Warna Senja
rizapadlevidchantiqueindri507
indri507 dan 18 lainnya memberi reputasi
19
2.3K
102
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Heart to Heart
Heart to Heart
icon
21.5KThread26.6KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.