Pemprov DKI Jakarta di bawah kendali Gubernur Anies Baswedan dinilai tidak transparan dan tertutup mengenai berbagai data.
Hal ini dirasakan oleh sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta yang merupakan mitra kerja dari Pemprov.
Politisi PSI Eneng Malianasari menuturkan, dirinya kerap merasa seperti tukang tagih utang ketika meminta data kepada anak buah Anies.
Padahal, data tersebut sangat diperlukan untuk memantau dan mengawasi progres semua program yang dijalankan Pemprov DKI.
"Kita jatuhnya seperti tukang tagih utang. Minta data terus, setiap rapat kami minta data yang benar, data yang valid," ucapnya, Selasa (13/4/2021).
Mili, sapaan akrab Eneng bercerita, jajaran Pemprov DKI kerap tak memberikan data saat rapat dengan DPRD DKI.
Kalaupun data itu disiapkan, dokumen yang akan dibahas saat rapat baru diberikan saat rapat, sehingga para legislator Kebon Sirih tak bisa mempelajarinya dulu.
"Rapat terakhir dengan Sarana Jaya itu saya tegas ini rapat tidak serius. Rapat pertama Sarana Jaya datang tidak bawa data, kemudian diputuskan rapat ditunda dan kembali dua minggu sesuai waktu yang ditentukan," ujarnya saat dikonfirmasi.
"Tapi next setelah dua minggu, enggak ada data yang diserahkan ke kami," tambahnya menjelaskan.
Anggota DPRD DKI periode 2019-2024 ini menyebut, pola atau sistem kerja yang tidak transparan dan sangat tertutup ini sudah berlangsung sejak Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Saya dari pertama sudah merasa seperti itu, walaupun ada beberapa yang bisa diajak kerja sama, tapi kan lebih baik kalau itu menjadi kebiasaan," kata dia.
Bila transparansi dan keterbukaan bisa menjadi kebiasaan, maka fungsi pengawasan DPRD bisa berjalan maksimal.
"Kami enggak perlu jadi debt collector. Karena itu kan kesadaran, kalau mau rapat berkualitas ya suguhkan data yang berkualitas juga," tuturnya.
Sebelumnya, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Golkar Jamaludin curhat saat rapat paripurna penyampaian hasil reses pertama DPRD DKI di tahun 2021.
Ia bercerita, kerap dicuekin anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menyampaikan hasil reses yang sifatnya darurat.
Bahkan, pesan singkat lewat aplikasi whatsapp yang dikirimkan kepada anak buah Anies sejak 2020 lalu tak dibalas hingga saat ini.
"Saya mau menyampaikan keluh kesah terkait reses. Ketika ada kedaruratan saya terkadang perlu menghubungi kepala dinas, entah itu kepala biro atau apapun itu. Terkadang saya sudah WA, tapi ada yang dari tanggal 20 Maret 2020 sampai sekarang WA saya belum dibaca," ucapnya mengeluh, Senin (12/4/2021).
Padahal, kata Jamaludin, dirinya sudah memperkenalkan diri dan menyebut dirinya sebagai anggota DPRD DKI dari Fraksi Golkar.
Namun, para pembantu gubernur itu tetap tak menggubrisnya dan pesan singkat yang dikirim pun tak dibalas.
Ia pun meminta Anies mengevaluasi jajarannya dan menyarankan agar orang nomor satu di DKI itu mencari sosok yang memiliki akhlak baik untuk jabatan-jabatan tinggi.
"Saya meminta kepada pimpinan, bisa kiranya dapat menyampaikan kepada gubernur dan wakilnya agar jangan mementingkan manusia berilmu tinggi saja," ujarnya.
"Tolong yang berakhlak tinggi juga dijadikan pembantu pimpinan gubernur dan wagub," tambahnya menjelaskan.
Curahan hati Jamaludin ini pun kemudian diterima Wakil Ketua DPRD DKI Abdurrahman Suhaimi selaku pimpinan rapat paripurna.
"Menjadi catatan penting dan akan ditindaklanjuti," kata dia.
Usai rapat paripurna, awak media pun coba mencari tahu siapa anak buah Gubernur Anies yang dimaksud.
Namun, anggota Komisi A DPRD DKI ini enggan membeberkannya.
"Sementara saya belum bisa sebut, ini peringatan buat mereka. Kalau setelah ini tidak ada perubahan, saya akan jabarkan orang per orang," tutur Jamaludin.
SUMUR:
TREEBOON