LA - Lenteng Agung (20/3) - Sudah kurang lebih satu (1) tahun lamanya kita hidup berdampingan dengan Covid-19. Kehadiran virus ini pun sudah memberi dampak begitu besar dalam kehidupan kita. Mulai dari pembatasan aktivitas di luar rumah, mengharuskan tiap manusia beradaptasi dengan kebiasaan baru, hingga dengan dunia kerja & usaha yang juga tak ketinggalan jadi sektor terdampak akibat kemunculan virus corona.

Beberapa waktu lalu kita membaca atau mendengar kabar akan sederet perusahaan yang mau tak mau lakukan pengurangan karyawan. Beberapa lapak usaha pun terpaksa harus stop sementara waktu sembari menunggu keadaan membaik. Banyak pula dari para penjual produk & jasa yang beralih dari bisnis offline kemudian menjajakannya secara online. 


Sabtu (20/3) mengisi akhir pekan dengan sepedahansekadar untuk mencari keringat agar sehat, sehingga imun menguat guna jadi modal untuk melawan Covid-19. Lengkap mengenakan masker dan baju lengan panjang, gowes muterin Depok dan sekitarnya. Di tengah perjalanan, solo gowes ini pun berhenti di sebuah WARTEG untuk sarapan, dengan maksud untuk recharge energi agar genjot sepeda tetap kuat.

Menu Telur Dadar, Cah Kangkung, dan tahu goreng, dalam hati ini berkata bahwa itulah menu terbaik sebagai penawar lapar yang memang berangkat dari rumah hanya menjadikan segelas air putih jadi bekal. Mengobrol dengan penjual WARTEG jadi aktifitas berikutnya, seraya menunggu makanan di perut turun yang baru disantap. Ngobrol menggunakan bahasa campuran, kadang bahasa Indonesia dan seklumit kalimat gunakan bahasa Jawa lengkap dengan aksen medok khas Kota Bahari.

Dari obrolan beberapa menit inilah saya sendiri mengetahui secara langsung imbas Pandemi bagi para pelaku usaha, utamanya para penjual atau pengusaha WARTEG. Obrolan santai dengan penjual WARTEG, sebut saja namanya Mba Nur (nama dan wajah disamarkan). Berdasarkan penuturannya, ia mengakui bahwa berjualan selama Pandemi ini ia mengalami perbedaan ketimbang sebelumnya.




“Selama Corona ada bedanya. Orang yang datang untuk beli atau makan lebih sedikit, pokoknya ada bedanya,” jelasnya sembari melayani konsumen.

Ia pun membeberkan akan jam buka (operasionalnya) yang berbeda dibanding dengan era sebelum ada Covid-19.

“Beda. Kalau dulu saya tutup itu jam 9 malam, sekarang tutup lebih awal karena memang sudah sepi pembeli,” pungkas Ibu Nur seraya memberikan piring berisi menu pesanan salah satu pelanggan.

Untuk diketahui, bahwa WARTEG yang saya hampiri adalah Warung Tegal yang berlokasi di samping Gang Inpres, Jl. Raya RTM, Depok, Jawa Barat, yang satu deretan dengan mini market dan klinik. WARTEG tersebut mirip dengan Warung Tegal lainnya yang menjajakan nasi, lauk pauk, dan juga mi instan. Tapi, kalau ke WARTEG dan memesan Mieghetti, tentu belumlah tersedia karena varian rasa baru ini terbilang masih baru. 


Menurut hemat saya, WARTEG tersebut memiliki nilai plus, salah satunya adalah di lokasi terbilang ramai dan strategis yang di dekatnya ada berbagai tempat usaha, seperti kedak kopi, Toko Kue, Klinik, Mini Market,  Stuio Senam, dan pemukiman warga.

Obrolan pun terus berlanjut, dan dari pembicaraan santai tersebut pun diketahui bahwa WARTEG ini menerapkan sistem shifting per tiga (3) bulan. Ia menuturkan bahwa yang menjadi shif, bergantian dengannya (penjual WARTEG) terbilang masih dalam lingkaran keluarga, dan tak lain adalah sepupunya sendiri.

Itulah seklumit cerita pagi ini tat kala mampir di sebuah WARTEG di tengah perjalanan gowes akhir pekan. Kalau Kaskuser dimari, adakah yang usaha WARTEG? Giamna cerita versi kalian dengan usaha yang dijalani semasa era pandemi seperti sekarang ini?. Ayo bagikan cerita mu gan, siapa tau bermanfaat bagi orang lain yang membaca thread ini.