fajraadha
TS
fajraadha
Perempuan Nusantara Di Lingkungan Hindia Belanda
gambar

Kedatangan bangsa eropa ke wilayah Indonesia membuat banyak hal berubah didalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan itu ternyata juga menyasar kepada peran kaum wanita di Indonesia. Jika pada masa Masuknya agama Hindu - Budha, peran wanita sama rata dengan kaum pria, bahkan terdapat kaum wanita yang bisa menjadi kepala suku atau pemimpin.

Semua berawal ketika masa penjelajahan samudera yang gencar dilakukan oleh bangsa eropa. Didominasi oleh kaum pria eropa karena saat itu pelayaran masih dilakukan dengan cara sederhana, menghadapi cuaca yang ekstrem di tengah lautan sehingga hanya kaum pria eropa saja yang melakukan penjelajahan eropa tersebut.

Karena hasrat seksual yang harus terpenuhi, maka terjadilah pergundikan dan perkimpoian dengan wanita lokal di nusantara. Pemerintah Belanda ketika itu memilih membiarkan pergundikan tersebut dengan alasan moral.


gambar

Sayangnya anak hasil pergundikan/hubungan tidak sah tersebut malah menimbulkan masalah baru yakni krisis identitas pada anak indo - eropa tersebut. Hal ini disebabkan karena Nyai tidak memiliki Hak asuh terhadap anaknya dan Ketika ayah mereka kembali ke Eropa hak asuh mereka terbengkalai, jikalau beruntung ada yang masih tetap diakui namun tak sedikit yang ditelantarkan begitu saja.

Karena Nyai tidak memiliki hak asuh, tidak jarang ayah dari Anak - anak hasil pergundikan tersebut terutama kaum hawa dimasukan kedalam panti asuhan yang dikelola Belanda, di panti asuhan tersebut mereka dididik dengan budaya Eropa, cara Eropa dan menggunakan bahasa Belanda. Hal ini merupakan cara pemerintah Belanda yang ingin menjadikan anak hasil pergundikan sebagai kaum Belanda yang selayaknya kaum Belanda.

Tahun 1828 pengadopsian anak hasil pergundikan di sah kan. Anak - anak yang lahir dari hasil pergundikan nantinya dapat memyematkan nama ayahnya tapi harus dieja terbalik misalnya Reimsdijk menjadi Kijdsmeir, Vermehr menjadi Rhemrev.



gambar

Pemerintah Belanda pada tahun 1632 pernah mencoba menghentikan pergundikan tersebut dengan cara mendatangkan wanita - wanita eropa ke tanah air, namun sayangnya etos kerja pegawai belanda menjadi turun sehingga kebijakan ini dihentikan, dan akhirnya pergundikan kembali terjadi tapi dengan syarat harus seagama.

Pada tahun 1848 UU pernikahan berubah, syarat melakukan pernikahan tersebut adalah ketika kaum Belanda menikah dengan pihak asing, maka pihak asing tersebut harus patuh terhadap hukum eropa hingga pada tahun tahun tersebut banyak ternjadi pernikahan campur.

gambar

Semenjak adanya politik etis, akhirnya para perempuan indonesia mulai mendapatkan pendidikan dan terdidik. Hingga akhirnya mulai bermunculan perhimpunan emansipasi wanita seperti Putri Mardika, Kartini dll.

emoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Gan

Tulisan : pemikirin TS
Referensi : ini ini dan ini
Junmai92galigulagalutien212700
tien212700 dan 26 lainnya memberi reputasi
27
5.7K
63
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.