• Beranda
  • ...
  • Sports
  • DICINTAI KOREA SELATAN SEBAGAI PAHLAWAN, DIBENCI ITALIA SEBAGAI MUSUH BANGSA

AF31FR
TS
AF31FR
DICINTAI KOREA SELATAN SEBAGAI PAHLAWAN, DIBENCI ITALIA SEBAGAI MUSUH BANGSA



Alkisah pada medio awal 2000-an, seorang pesepakbola Asia asal Jepang bernama Hidetoshi Nakata mencuat ke hadapan dunia, terkhusus di sepakbola Eropa, tepatnya di Italia. Penampilan gemilangnya di Piala Dunia FIFA 1998 menjadikannya incaran klub raksasa seperti Juventus FC, akan tetapi sang gelandang serang lebih memilih berkarier dengan klub kecil AC Perugia Calcio setelah kepindahan dari Shonan Bellmare.


Presiden klub (yang penuh kontroversial) saat itu, Luciano Gaucci, memiliki peran besar dalam kisah ini kendati beragam kritik ditujukan kepadanya. “Dia akan membuat klub ini mendunia.” ucap Luciano Gaucci saat itu.


Di kemudian waktu, ucapan Luciano Gaucci berbuah kenyataan. Mencatatkan 12 gol dari 48 penampilan dalam satu setengah musim, Hidetoshi Nakata benar-benar tampil mengagumkan saat beraksi di lapangan bersama klub yang berkandang di Stadion Renato Curi tersebut dan membuat sesama klub Italia, AS Roma, jatuh cinta pada pandangan pertama sehingga memutuskan untuk merekrut sang pemain yang dijuluki David Beckham dari Asia itu.


Bagi Luciano Gaucci, Hidetoshi Nakata tidak hanya sekadar maestro sepakbola yang memiliki kemampuan olah bola yang hebat dan berkualitas dalam permainan tim di lapangan. Tapi, dampak dari Hidetoshi Nakata juga benar-benar membuat AC Perugia Calcio tajir mendadak.


Kondisi ekonomi dan finansial mereka meningkat dan melonjak naik. Nilai jual klub di bursa industri juga makin tambah berharga tinggi. Dan yang paling menonjol, AC Perugia Calcio mendapatkan untung besar dari uang penjualan Hidetoshi Nakata ke AS Roma. Sebelumnya mereka membelinya seharga €3 juta dan lalu menjualnya seharga €25 juta.





Bagai seseorang yang menang banyak dari sebuah perjudian besar, Luciano Gaucci yang pernah mendatangkan Saadi Ghaddafi, pesepakbola yang juga putra kandung Muammar Ghaddafi sang pemimpin besar Libya, seperti dibuat ketagihan untuk kembali berinvestasi terhadap pemain-pemain dari Asia.


Seolah ingin mengulang keberhasilan saat melambungkan bakat Hidetoshi Nakata dari Jepang, AC Perugia Calcio coba merekrut pemain Asia lain dengan pilihan mereka jatuh kepada Ahn Jung-Hwan, seorang pesepakbola Korea Selatan kelahiran 27 Januari 1976 yang bermain sebagai gelandang serang.


Kisah Ahn Jung-Hwan bersama AC Perugia Calcio jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada Hidetoshi Nakata. Saat itu, Piala Dunia FIFA 2002 yang telah menandai era baru sepakbola jagat raya di era millenium menjadikan benua Asia yang mendapat kepercayaan sebagai pusat turnamen tentu tidak ingin melewatkan kesempatan berharga itu.


Duet Jepang dan Korea Selatan yang terpilih menjadi tuan rumah pun juga mempersiapkan timnya dengan kekuatan matang dan tidak mau hanya sekadar numpang lewat di turnamen. Termasuk Ahn Jung-Hwan yang dipanggil untuk tergabung ke dalam skuat Korea Selatan yang dilatih oleh Guus Hiddink pun tidak ingin menyia-nyiakan peluangnya untuk unjuk pembuktian bahwa dirinya memang layak berkarier di sepakbola benua Eropa.


Ahn Jung-Hwan saat itu berstatus pemain AC Perugia Calcio dan baru saja menandatangani kontrak permanen dengan klubnya sebelum Piala Dunia FIFA 2002 dimulai. Dia sendiri sebelumnya datang ke AC Perugia Calcio dengan status pinjaman dari klub Korea Selatan, Daewoo Royals, pada 2000 guna menggantikan Hidetoshi Nakata sang bintang sepakbola Jepang yang dijual ke AS Roma.


Pada dua tahun peminjamannya itu performa Ahn Jung-Hwan tidak memuaskan. Performanya ketika itu gagal menandingi kemampuan Hidetoshi Nakata yang bersama AS Roma sukses menjadi juara Serie A 2000–2001. Dalam periode itu dirinya cuma menciptakan 5 gol dalam 33 penampilan selama dua musim tersebut. Ahn Jung-Hwan memang sempat tampil bersinar di musim pertamanya, namun di musim kedua dia meredup.


Meski begitu, Luciano Gaucci memutuskan tetap mempermanenkan Ahn Jung-Hwan dengan biaya transfer €1,5 juta saat sebelum dimulainya Piala Dunia FIFA 2002 dengan harapan kelak bisa mendapat untung dari penjualan sang pemain ke klub lain. Bagaimanapun itu dari segi investasi Ahn Jung-Hwan memang tetap dapat diandalkan.





Selama perhelatan Piala Dunia FIFA 2002, seiring dengan kiprah sensasional Korea Selatan, penampilan Ahn Jung-Hwan juga terbilang cukup baik. Setidak-tidaknya dia menyumbang gol bagi timnya walau jumlahnya cuma beberapa.


Namun pembuktian tetap harus dibuktikannya. Bersama Korea Selatan yang melaju ke babak perdelapan-final, Ahn Jung-Hwan menghadapi Italia yang dilatih Giovanni Trapattoni. Mau tidak mau, dirinya harus melawan negara tempatnya memperjuangkan karier dan itu adalah satu cara terbaik untuk membuktikan kapasitasnya sebagai pemain sepakbola.


Pertandingan yang dipimpin oleh wasit berkebangsaan Ekuador, Byron Moreno, itu sendiri kemudian akan dikenang menjadi salah satu pertandingan paling kotor bahkan bagai sebuah dosa yang tidak akan diampuni publik Italia.


Sepanjang pertandingan berlangsung laga memang berjalan penuh kejanggalan dengan Italia bermain dalam kondisi seperti dicurangi oleh wasit yang mengawal jalannya duel.


Kejadian-kejadian kontroversial yang terjadi seperti di antaranya pemain Korea Selatan yang dengan bebas bertindak kasar terhadap pemain Italia tanpa takut terakumulasi oleh wasit hingga membuat pelipis kiri Francesco Coco terluka parah karena saking kerasnya laga.





Belum usai di situ, Italia bahkan terus berusaha dipukul mundur ketika harus bermain dengan 10 orang setelah Francesco Totti dihukum kartu merah oleh wasit yang berlaku tidak adil karena dianggap melakukan diving, padahal yang sebenarnya dengan jelas jika Song Chong-Gug memang menjegal bintang AS Roma itu di kotak penalti.


Kemalangan bagi Italia makin menjadi saat gol Damiano Tommasi dianulir lantaran sang pemain dianggap telah off-side.


Melalui Sergio Campagna selaku presiden Federasi Olahraga Sepakbola Italia (FIGC) saat itu, Italia pun kemudian memprotes Asosiasi Federasi Sepakbola Internasional (FIFA) atas mutu pertandingan Piala Dunia FIFA 2002. Dalam protesnya Italia menggugat lima gol mereka yang dianulir dalam empat pertandingan termasuk kejanggalan-kejanggalan lain yang terjadi.





Dikatakan oleh Giovanni Trapattoni, yang kekesalannya sampai membuat dia memukul kaca bench tempat wasit keempat mengawasi laga, menyebut kepemimpinan Byron Moreno atas tindakannya mengusir Francesco Totti serta membatalkan gol Damiano Tommasi saat melawan Korea Selatan adalah sebuah kesalahan yang amat keliru.


"Kita tak bisa mengandalkan diri pada hakim garis yang tidak kompeten. Namun Keith Cooper (juru bicara FIFA saat itu) membela mutu wasit (Byron Moreno) dan berbalik menyerang pihak Italia sebagai tim yang tidak sportif." kata Giovanni Trapattoni. Bahkan hingga lebih dari 10 tahun sejak kejadian tersebut, pelatih yang terkenal dengan sebutan Mr. Trapp ini masih menyimpan kemarahan kepada Byron Moreno. “Wasit yang membuat saya sakit hati jelas Byron Moreno. Itu semua karena apa yang terjadi pada Piala Dunia FIFA 2002. Kami kalah karena wasit dan bukan karena lawan. Jika memikirkannya lagi, maka saya ingin laga Italia melawan Korea Selatan dengan wasit yang berbeda.” tuturnya.





Tudingan kepada Byron Moreno memang berdasarkan alasan kuat. Gol Damiano Tommasi sebenarnya adalah sah dan tidak seharusnya dianulir karena pemain AS Roma tersebut berada pada posisi on-side. Italia juga semestinya berhak mendapatkan hadiah penalti saat kaki Song Chong-Gug begitu jelas mengganggu pergerakan Francesco Totti.


Paolo Maldini yang menjadi kapten tim Italia saat itu mengeluarkan pernyataan lain. Legenda AC Milan tersebut menganggap jika pertandingan yang dilaksanakan pada 18 Juni 2002 itu bukan hanya sekadar kesalahan terbesar yang dilakukan wasit di ajang Piala Dunia FIFA, tetapi juga merupakan sebuah skandal yang menodai sportifitas yang dikampanyekan FIFA.


“Membuat kesalahan adalah sesuatu yang bisa terjadi di sepakbola, tetapi hari ini wasit telah bertindak terlalu jauh. Dengan hormat, saya menyebut ini adalah sebuah skandal.” ujar Paolo Maldini seusai pertandingan waktu itu.


Sepak terjang Byron Moreno semasa kariernya memang akrab dengan berbagai skandal. Dia pernah dihukum 20 bulan tidak boleh memimpin laga karena diduga terlibat pengaturan skor saat memberi waktu tambahan hingga 13 menit. Selain itu pada 2010, dia ditangkap kepolisian karena kedapatan memiliki obat-obatan berupa enam kilogram heroin yang membuat Gianluigi Buffon sampai menyuarakan komentar yakni, “Saya pikir heroin telah dia bawa di badannya sejak 2002.”


Dalam laga yang dimainkan di Stadion Piala Dunia FIFA Daejeon, drama sendiri dimulai sejak awal pertandingan saat tuan rumah nyaris unggul cepat ketika wasit memberikan hadiah penalti kepada Korea Selatan imbas dari pelanggaran yang dilakukan pemain Italia, Christian Panucci, terhadap Seol Ki-Hyeon. Namun, Ahn Jung-Hwan yang maju sebagai penendang gagal menyelesaikan tugas itu setelah eksekusinya bisa ditepis oleh Gianluigi Buffon. Tapi, Italia kemudian unggul melalui sundulan Christian Vieri pada menit ke-18 memanfaatkan situasi umpan sepak pojok.


Korea Selatan berhasil menyamakan kedudukan pada menit ke-88 lewat gol sepakan Seol Ki-Hyeon yang mengecoh pemain Italia sehingga memaksa laga dilanjutkan ke perpanjangan waktu.


Gol sundulan Ahn Jung-Hwan pada menit 118 kemudian membawa Korea Selatan membalikkan keadaan. Itu adalah penebus kegagalan eksekusi penaltinya sekaligus pembuktiannya atas kapasitasnya sebagai pemain sepakbola yang berkarier di Serie A, kompetisi dari negara yang dia sakiti dalam pertandingan itu, Italia. Pertandingan pun berakhir untuk kemenangan Korea Selatan berkat aturan golden goal.





Namun demikian, berakhirnya pertandingan bukan berarti turut berakhir kemarahan Italia. Karena setelah pertandingan itu terjadi drama yang lebih besar dengan Ahn Jung-Hwan sebagai tumbalnya.


“Saya tidak punya niat untuk membayar gaji kepada seseorang yang telah merusak sepakbola Italia. Pria itu tidak akan pernah menginjakkan kaki di Perugia lagi. Kami memberikannya cinta dan kasih sayang, tetapi komentarnya ini membuat saya sakit hati dan saya yakin satu Italia juga begitu. Saya tersinggung dan harusnya dia menghargai negara lain. Dia bisa saja mencetak 10 gol buat tim ini dan saya bakal tetap mengambil keputusan yang sama. Dia bilang sepakbola Korea Selatan jauh lebih baik daripada Italia. Harus dia ingat, Italia ini negara sepakbola.”





Begitulah kata-kata pedas yang diucapkan presiden klub AC Perugia Calcio, Luciano Gaucci, saat secara mendadak resmi memecat Ahn Jung-Hwan tepat satu hari setelah pertandingan Korea Selatan kontra Italia. Meski demikian, komentar Ahn Jung-Hwan yang dimaksud Luciano Gaucci tak pernah terbukti dan diduga mereka memecat sang pemain hanya karena kesal Italia kalah oleh Korea Selatan.


Keputusan Luciano Gaucci itu pun mendapat kritik yang tak kalah pedas dari Guus Hiddink yang menyebut reaksi sang presiden seperti seorang anak kecil lantaran tanpa memberikan banyak penjelasan ketika langsung memecat Ahn Jung-Hwan dari klub pimpinannya. “Dia banyak mengatakan hal buruk terhadap pemain kami karena mengalahkan negaranya. Tapi dia sendiri tidak mau tahu jika dia juga memusuhi seorang pemain yang telah membantu perkembangan sepakbola negaranya.” terang Guus Hiddink menyuarakan pembelaan terhadap Ahn Jung-Hwan.


Setelah itu Luciano Gaucci kemudian memang mengubah keputusannya dan meminta maaf, tapi Ahn Jung-Hwan kadung tersinggung dengan Luciano Gaucci. Dia pun menolak untuk kembali ke Italia karena bagaimanapun dia juga harus membela negaranya sendiri. Ahn Jung-Hwan lalu memilih pindah ke Liga Jepang untuk melanjutkan karier bersama Shimizu S-Pulse. Baginya, pernyataan Luciano Gaucci tersebut terlanjur menghancurkan karakternya.


“Saya tidak akan lagi membahas transfer saya ke AC Perugia Calcio yang menyerang karakter saya ketimbang memberi selamat untuk gol saya di Piala Dunia FIFA.” tegas Ahn Jung-Hwan.


Diungkapkan oleh Serse Cosmi, mantan pelatihnya di AC Perugia Calcio, justru menyatakan anak asuhnya itu adalah pemain hebat yang bakatnya masih dapat bertumbuh kembang. Di tengah gencarnya serangan yang mengarah ke Ahn Jung-Hwan, sang pelatih justru malah menjadi orang yang membela pemainnya itu dan kecewa terhadap keputusan pihak klub karena saat itu dirinya telah menyusun rencana terbaik untuk kelanjutan karier Ahn Jung-Hwan.


“Saya mengamatinya sebagai seorang pemain yang memiliki potensi besar. Golnya saat bermain di Piala Dunia FIFA 2002 adalah satu bentuk perkembangan yang berhasil ditunjukkan olehnya. Ketika masalah itu terjadi, saya tidak dapat begitu saja menyetujui keputusan presiden klub untuk menyingkirkannya. Karena saat itu saya telah mempersiapkan segala yang terbaik untuk dia.” papar Serse Cosmi.


Sejak masalah itu, dia pun dideskripsikan sebagai "seseorang yang telah merusak sepakbola Italia" dan dicap sebagai musuh bangsa oleh rakyat Italia. Bagi masyarakat Korea Selatan, aksi Ahn Jung-Hwan pada laga itu bak sebuah kepahlawanan yang nilainya begitu tinggi. Di seluruh penjuru negeri, publik Korea Selatan merayakannya dengan kembang api dan gema suara terompet. Tapi sebaliknya, hal itu ibarat aib luar biasa untuk Italia. Amukan para Tifosi terjadi di ibukota Roma dengan membuat kericuhan sambil meneriakkan “Death for the referee!” yang mengancam keamanan warga Korea Selatan yang ada di sana.





Beruntung bagi Ahn Jung-Hwan masalah tersebut tidak mengganggu karier tim nasionalnya. Dia menjadi pemain andalan negaranya saat berpartisipasi di Piala Asia AFC 2004 dan turut membela Korea Selatan di dua edisi Piala Dunia FIFA berikutnya pada 2006 dan 2010.


Meski tidak semua publik Italia yang membencinya, namun namanya kadung terlanjur tercoreng. Ahn Jung-Hwan tidak tinggal diam. Bermaksud melancarkan serangan balik, dia mengungkapkan, perjalanan kariernya saat masih memiliki kontrak di Italia tidak seindah yang dispekulasikan banyak orang.


Dirinya menyebut keberadaannya selama di sana tidak banyak dianggap oleh orang-orang negara itu. Termasuk, di klubnya sendiri, AC Perugia Calcio, di mana dia begitu merasakan berbagai kesulitan saat menjalani dua musim masa peminjaman.


“Mereka jarang memberikan bola kepada saya di depan gawang, walaupun mereka dalam posisi sulit untuk mencetak gol,” imbuhnya dengan jujur.


Dia bahkan tidak segan membongkar sikap orang-orang di sekitarnya yang melakukan pertindakan rasisme terhadapnya. Orang yang dimaksud adalah Marco Materazzi, legenda Italia yang juga mantan rekan setimnya di AC Perugia Calcio itu pernah mengolok-olok Ahn Jung-Hwan di hadapan para skuat.


“Dia (Marco Materazzi) tiba-tiba masuk ke ruang ganti dan meneriaki saya di depan semua orang; saya disebut bau bawang putih. Saya awalnya tidak mengerti, tapi penerjemah saya, wajahnya memerah dan terlalu malu untuk mengatakan artinya kepada saya.” begitu Ahn Jung-Hwan mengungkapkan.


Setelah meninggalkan AC Perugia Calcio lalu berlabuh dengan Shimizu S-Pulse, Ahn Jung-Hwan kemudian mampir ke sesama klub Jepang lainnya yaitu Yokohama F. Marinos. Pada periode itu Ahn Jung-Hwan sanggup menampilkan performa yang mengesankan sehingga membuatnya mendapat tawaran kembali lagi ke benua biru untuk membuktikan diri sebagai pemain yang pantas berlaga di Eropa.


Dia mencari peruntungan di klub Prancis, FC Metz, dan mencoba tantangan lain di Jerman dengan MSV Duisburg. Akan tetapi, perjuangannya berakhir mengecewakan lantaran aksi-aksinya bersama kedua klub tersebut biasa-biasa saja.


Merasa gagal untuk kedua kalinya, Ahn Jung-Hwan pun balik mudik ke Asia untuk memperkuat klub-klub seperti Busan IPark FC (Korea Selatan), Dalian Shide FC (Cina), Suwon Samsung Bluewings FC (Korea Selatan) dan setelah itu resmi mengumumkan pensiun sebagai pemain sepakbola profesional pada 30 Januari 2012.


Setelah 14 tahun karier profesionalnya dan merasakan pengalaman bermain di berbagai negara di dunia, di masa pensiunnya Ahn Jung-Hwan mengaku dia hanya ingin hidup normal bersama keluarganya.


"Saya telah merasakan budaya sepakbola yang berbeda di berbagai negara, dan itu merupakan keberuntungan buat saya. Saya telah tiga kali merasakan kompetisi Piala Dunia FIFA, dan saya telah menikmati semua yang bisa dinikmati oleh pesepakbola. Selama 14 tahun karier saya, saya telah berkorban banyak untuk keluarga saya. Sekarang saya ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarga saya dan menjadi ayah. Saya telah bekerja keras selama ini dan saya merasa masih bisa bermain. Tapi di sisi lain, saya merasa tertekan dengan ekspektasi orang-orang kepada saya.” terangnya.


Bagaimanapun, apa yang dilakukan oleh Ahn Jung-Hwan demi negaranya adalah sikap profesional yang harus ditegakkan sekalipun menghadapi negara yang merupakan asal klubnya. Namun tidak dengan mutu pertandingan yang dimainkannya saat itu yang dengan nyata melanggar standar sportifitas olahraga.


Sayangnya, profesionalitas Ahn Jung-Hwan disalahpahami oleh AC Perugia Calcio dan Italia yang justru melakukan tindakan kekanak-kanakan dengan memecatnya dan memusuhinya karena gol yang diciptakannya itu. Padahal sepakbola dimainkan oleh 11 orang dalam satu tim, bukan dimainkan secara individu per-individu.


Pasca-pensiun, dia kini menjalani karier baru dengan menjadi komentator sepakbola dan pembawa acara di sejumlah stasiun televisi di negaranya.


Meski karier sepakbolanya tidak kelewat gemilang, tapi berkat golnya di Piala Dunia FIFA 2002, Ahn Jung-Hwan bakal selalu dikenang sebagai salah satu pahlawan yang dicintai Korea Selatan, walau karena itu dia juga harus menjadi musuh bangsa yang dibenci Italia.


Saeng-il chugha haeyo, Ahn Jung-Hwan!


Referensi:


- https://ligalaga.id/cerita/moreno-di...-hwan-dipecat/

- https://m.panditfootball.com/on-this...h-besar-italia

- https://en.m.wikipedia.org/wiki/Ahn_Jung-hwan

- https://sport.detik.com/aboutthegame...-ahn-jung-hwan

- https://www.fifa.com/worldcup/news/a...moment-1163236
Diubah oleh AF31FR 01-02-2021 05:15
davecchioHernandezJoetien212700
tien212700 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
13.4K
176
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sports
Sports
icon
22.8KThread10.6KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.