Quote:Original Posted By kepala.kombed ►
Yulianti bersyahadat di Masjid An-Nur, Pekanbaru, DEFRI CANDRA/Riau Online (DEFRI CANDRA/Riau Online)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Umur tak menjadi penghambat bagi seseorang untuk memeluk agama Islam.
Begitu juga hidayah, bisa datang kapan dan buat siapa saja. Tak memandang usia dan status seseorang.
Hari ini, Jumat, 22 Januari 2021 janda anak dua, Yulianti, kelahiran Rengat, 15 Oktober 1979 menyatakan diri masuk Islam di Masjid Agung An-Nur Pekanbaru usai melaksanakan salat Jumat.
Yuli sapaan akrabnya mengenakan mukenah putih, dengan mata berkaca-kaca bersyahadat di depan ratusan jamah Jumat Masjid Agung An-Nur yang dibimbing oleh ketua Mualaf Center An-Nur, Ir H Rubianto.
"Saya sangat bersyukur mendapat hidayah dan masuk Islam dengan usia yang tidak muda, tapi saya memang sangat merasakan indahnya lantunan ayat Alquran membuat hati saya merasa nyaman," ucap Yuli kepada RIAUONLINE.CO.ID, Jumat, 22 Januari 2021.
Selain itu, Yuli juga menceritakan kisah hidupnya yang saat ini ditemani dua anak tercinta. Namun ia berjanji tidak akan memaksakan kehendaknya untuk menyuruh anak-anaknya mengikuti kepercayaannya.
"Kedua anak-anakku, satu usia 15 tahun (laki-laki) satu usia 13 tahun (perempuan) biar mereka memilih sendiri," pungkasnya.
Kepala Mualaf Center Rubianto berpesan kepada Yuli untuk Istiqomah dalam memeluk agama Islam serta minta Yuli untuk mentaati aturan Islam.
"Mulailah pakai hijab, tutup aurat dan yang penting salat lima waktu jangan ditinggalkan," pesan Rubi saat proses Syahadat di Masjid Agung An-Nur.
Usai membaca syahadat, Yuli yang ditemani keluarga langsung memeluk sang Ibu dengan raut wajah penuh syukur.
source: https://www.riauonline.co.id/riau/kota-pekanbaru/read/2021/01/22/janda-dua-anak-masuk-islam-usai-dengar-merdunya-lantunan-ayat-alquran
Alhamdulillah
Quote:Original Posted By Mistaravim ►
Luar binasa, berita2 spesialisasi TS
nambah teman senasib bu elly
tekanan batin seumur hidup
Ely menyambut Nenek dengan gembira, betapapun keputusan itu jauh lebih kompleks dari kelihatannya.
Pertama, ia harus minta izin suaminya—dan ini bukan perkara mudah. Nenek dan suami Ely tidak terlalu akur meski mereka terlihat bertegur sapa saat tinggal di satu atap.
Kedua, Nenek beragama Kristen, sementara Ely dan keluarganya beragama Islam. Ini perkara lebih kompleks. Selain kepada suami, Ely harus mengantongi izin tiga saudara kandungnya yang beragama Kristen. Singkat cerita, Nenek tinggal bersama Ely selama enam-tujuh bulan, sebelum konflik itu datang.
Ely cekcok dengan suaminya.
Sang suami yang religius merasa risih dengan mertua beda agama. “Mungkin dia juga masih dendam karena pada awal-awal pernikahan kami sering dapat perlakuan enggak enak dari Nenek,” kata Ely.
Nenek yang tahu diri akhirnya pamit ke rumah abang Ely.
Sayangnya, hubungan Ely buruk dengan abangnya. Jadi, ia cuma beberapa kali mengunjungi Nenek terutama ketika ibunya dibawa ke rumah saudaranya yang lain.
Sejak memutuskan pindah agama pada usia 20 tahun, dan sebentar lagi merayakan usia ke-49 pada tahun ini, perjalanan spiritual Ely bukanlah bak jalan tol yang mulus melainkan seperti air laut—bergelombang; pasang dan surut.
Sebelum masuk Islam dan menikah, Ely kabur dari rumah, dua tahun tak pernah bertemu Nenek sampai anaknya pertama Ely berusia enam bulan.
Meski akhirnya berbaikan, permasalahan beda agama sering memantik konflik. Pada awal-awal pernikahan, suaminya melarang Ely berlama-lama jika bertandang ke rumah Nenek. “
Enggak baik. Kita sudah beda agama. Nanti ibadahmu susah, makanmu juga mesti dijaga,” kata Ely, mengulangi nasihat suaminya bak doktrin bertahun-tahun.
Konflik itu tak cuma antara Ely dan orang terdekatnya tapi dengan batin sendiri. Satu dekade kemudian, anak sulungnya pernah menemukan Ely pingsan sehabis salat magrib. Ely selalu menangis sampai lemas, tak sadarkan diri, bingung bagaimana mendoakan mendiang ayahnya yang baru saja meninggal.
Ayah mertua Ely yang seorang muslim pernah berkata doa seorang muslim tak akan sampai kepada orang selain Islam.
Ely gelisah. Sulit membayangkan ayahnya yang Kristen akan diperlakukan sebagaimana keyakinannya yang baru memperlakukan orang selain Islam. Ely meyakini ayahnya orang baik. “Dia pendiam, enggak pernah marah. Orang paling lemah lembut,” kata Ely.
Secara spiritual, ia meyakini janji-janji Allah dalam Alquran dan, demi menenangkan diri, ia percaya Tuhan itu Mahabaik.
Kegundahan spiritual itu lama dipendamnya. Ia takut bertanya kepada ustaz atau ustazah karena cemas mendengar jawaban yang tak ingin didengarnya. Maka, diam-diam, ia meyakini “Tuhan itu Mahabaik.” Menyerahkan urusan sampai-atau-tidaknya doa yang ia panjatkan untuk mendiang ayahnya kepada Tuhan semata.
bisa membantah doktrin2 yg dibold pakai dalil ?
@yeytothesouz
@wiskey31
kasian bu elly
luar biasa