Tyaahmad
TS
Tyaahmad
Usaha Untuk Menebak Strategi Kang Parkir Dadakan


(ilustrasi kang parkir)  


Sekitar dua minggu lalu di ruas jalan yang hampir setiap hari saya lewati, saya nyalakan lampu sein ke kiri untuk menepi ke minimarket langganan, belum sempat saya turun dan cabut kunci motor, seorang lelaki berambut panjang dihiasi topi dan rompi berwarna orange membantu mengatur motor di kiri-kanan yang sebenarnya cukup renggang dengan posisi saya berhenti, ”hemm kang parkir” gumam saya dalam hati, soalnya kalau bukan dalam hati nanti kang parkirnya jawab  yang saya tidak harapkan dibalas, “kenapa mbak?”

Di dalam minimarket saya sudah berhitung-hitung harga belanjaan dan tentu saja ditambah pengeluaran 2000 rupiah untuk tiap kali ke minimarket ini seterusnya, ya sudahlah tidak apa-apa, toh pandemi begini banyak yang  morat marit ekonominya, kena PHK, belum dapat kerjaan ataupun  sebagai kerjaan sampingan, akhirnya menjadi kang parkir pun digeluti.

Tetapi sejak 2011 lalu saya berbelanja di minimarket ini, baru kali ini ada kang parkirnya, sebenarnya tidak ada juga tidak apa-apa, toh area parkirnya luas dan orang-orang tidak pernah kesulitan keluar masukkan motornya.

Jauh mundur kebelakang lagi tepatnya Maret lalu, ketika ada keluarga yang masuk rumah sakit kemudian saya urus berkas-berkas administrasinya, tentu saja kertas-kertas itu selalu ingin dilipat gandakan sebelum diserahkan ke meja administrasi. Saya pun tancap gas untuk cari tempat foto copyan dan ternyata lumayan jauh, tempatnya dipinggir jalan (dan sepertinya makanin jalanan umum dikit), hanya sebuah tempat kecil dan saya benar-benar yakin si empunya tidak memiliki IMB, tapi tidak apalah buat makan dan sambung hidup, asal kerja.

(ilustrasi kang parkir)  

Saya markirin motor ditepinya, ditengah panas dan debu-debu kendaraan saya kemudian masuk buat foto copy dan tidak sampai 2 menit saya ke motor lagi, seketika telinga saya menangkap suara “priiittt prittttt”wah apa-apaan nih, seorang bapak dengan postur jangkung meniup senjata andalannya yang akan dipakai buat nagih recean kepada saya yang entah munculnya dari mana. “wah enak aja nih, gak ada baju dinas, gak  ada modal walau selembar kardus buat nutupin sadel motor, atau gak punya sumbangsih untuk ngebantu keluar masuk motor, eh pas udah mau pergi main nongol aja”  begitulah kira-kira ocehan saya yang tergambar lewat tatapan mata yang ditujukan kepada si kang parkir dadakan itu, dan semoga beliau gak ngerti arti tatapan saya tersebut, amin.

Terang dong saya agak jengkel, dan berusaha menangkis sejumlah argumennya yang seolah bermuatan ”saya nih kang parkir, dan anda telah taruh motor disini”. Saya berusaha menyadarkan dirinya yang tinggal datang doang buat minta, gak tau muncul dari mana, gak ada modal, pakaian dinas, dan hellooo masa’ jalanan umum plus tempat copyannya kecil banget lu mau markirin? Tetapi demi etika dan moral sebagai pamudi yang hormat pada orang tua, saya bungkus unek-unek itu dengan santun.

Endingnya saya kalah, setelah malu debat dipinggir jalan. Ini bukan soal 2000 perak (meskipun kalau 2000 perak kali banyak = bisa beli kuota plus gorengan), tetapi soal si bapak itu yang tidak ada modal markir sedikit pun hingga buat saya luluh dan memberikan duit 2000 rupiah meskipun dia kang parkir illegal.

(ilustrasi kang parkir)  

Nah kembali lagi soal kang parkir, rasanya saya dan motor saya punya banyak sekali tragedi sad ending dengannya  (sebenarnya untuk orang lain juga sih, tetapi saya aja yang kadang merasa mumet dibuatnya). Entah hari apa, tetapi baru-baru ini saya ke pasar besar kota untuk membeli sesuatu, pas di mulut pasar saya disambut laki-laki berompi orange dengan menyodorkan karcis masuk pasar seharga 2000 rupiah dan ini yang asli nih. Mereka-mereka adalah kang parkir resmi negara, yang harga karcisnya telah ditentukan secara resmi dan semua uang karcis tersebut biasanya jadi pendapatan pemerintah daerah.

Kemudian saya masuk  ke pasar dengan naik motor gigi dua, supaya bisa mengemudi dengan lambat sembari lihat kiri kanan untuk apa yang kira-kira bagus kebeli, akhirnya saya menepi ke kiri karena ada penjual kosmetik pas di tepian! Ingat ya, pas di tepi jalan, akhirnya saya turun buat nanya harga dan wuuh mahal banget ternyata yang bermerek, alhasil saya tidak jadi beli dan kembali ke motor yang jaraknya cuma 3 langkah, demi Tuhan gak sampai 2 menit turun di motor dan kembali lagi eh datang laki-laki berbaju agak mirip preman dan nagih uang parkir. 

(ilustrasi kang parkir)  

Aduhh kok bisa-bisanya dia dengan santai datang, gak modal, gak bantu menepi dan keluar, gak ada karcis dan lain-lain. senaknya aja minta uang, saya nolak dong dan kemukakan argumentasi saya, tetapi dia nyolot dan balas dengan argument yang bikin saya mual soalnya gak ada benarnya menurut saya.  Alhasil saya gak beli apa-apa pas turun liat-liat kosmetik dan eh bayar lagi deh parkir dadakan ini. Saya bayarnya juga bukan takut dan kalah argument, tetapi lebih karena malu dilihat orang ketika debat dengan si bapak-bapak itu.

Terakhir kejadiannya di minggu ini, saya baru keluar dari klinik buat antar adik saya kontrol, kurang lebih dua jam setengah saya di klinik, ya waktu yang agak lama itu diisi dengan tunggu antrian dipanggil, diperiksa, ambil obat plus kesetanan gunain wifi gratis yang jaringannya top markotop banget.

Ketika keluar dari klinik, gerimis masih turun dan saya segera menuju ke motor  yang ada sedikit robek disadelnya dan  pasti menyerap sedikit air hujan, yah rok pasti basah tetapi tidak apalah sebab sudah mau langsung pulang.

Tiba-tiba seorang pemuda berlari-lari kecil ke arah saya yang sedari ia tadi duduk di tempat tunggu luar klinik, kedua tangannya megang handphone dengan posisi dimiringkan (95 persen saya yakin dia pasti lagi nge game). Sumpah saya pangling dan gak nyangka dia kang parkir dadakan, soalnya tadi ada beberapa bapak-bapak yang udah mau pulang tapi dia gak markirin, loh kok tiba-tiba ke saya aja dengan gampangan? Enak banget langsung datang aja pegang-pegang sadel belakang sambil bantuin keluar, eh lu gak bawa modal juga, minimal plastik atau kardus, biar saya jadi terharu gitu.

(ilustrasi kang parkir)  

Ini mah satu tangannya di sadel, dan yang satunya masih nentengin handphonenya dengan layar miring, duh Gusti.. kali ini saya menang, saya berlalu aja tanpa sepatah kata apapun ke dia, alhasil saya di sapa pelit oleh adik saya.
Bukannya saya pelit untuk kejadian terakhir ini, tetapi menurut saya walau kang parkir pun harus ada usaha dikit agar si empunya kendaraan ada alasan kasih elu 2000 ribu, bukannya tetiba muncul entah dari mana teleportasinya ketika si empunya kendaraan sudah mau cabut..

Ahh ngomong-ngomong soal kang parkir, pastinya tidak jauh-jauh dari bahasan parikir liar, parkir memaksa, ataupun UU tentang area yang dilarang parkir, tetapi lebih dalam dari soal itu. Sekarang, di kamar saya yang damai ini ditemani secangkir teh hangat yang kurang gula dan hendak saya tambah setengah sendok tapi nanti, saya mencoba menerka-nerka startegi kang parkir dadakan itu.

Setelah saya perhatikan, mengapa saat ada bapak-bapak yang kebetulan punya postur berisi dan tinggi, wajah garang serta tidak banyak bicara, ataupun bapak-bapak dengan kumis yang hampir-hampir mirip mas Adamnya mbak Inul, plus wajah gahar hampir tidak semuanya ditagih oleh kang parkir dadakan sepenglihatan saya. Tetapi justeru ketika yang markirin kendaraannya adalah perempuan muda, ukhti, akhwat, adek-adek SMP, SMA, serta mahasiswi (semua gender wanita ini tidak termasuk emak-emak), si kang pakir pasti mendekat dan menagih seenaknya walau ia bukanlah kang parkir resmi, punya rompi orange, bukan wilayah untuk di ambil uang parkirnya, tanpa modal (bahkan sempritan pun tidak ada, huh mau nangis saya).
Saya mencoba menerka-nerka dengan mengambil eksampel diri saya sendiri, oh mungkin para wanita-wanita di atas lumayan malu jika sampai berdebat dengan kang parkir, malu jika mengundang perhatian orang karena uang 2000 rupiah, atau malu dilihat orang banyak jika salah satu dari mereka ada yang meninggi suaranya, sekali lagi hanya karena uang dengan nominal tersebut. 
Jika benar karena itu, maka si kang parkir dadakan sukses memanfaatkan rasa malu wanita-wanita tersebut untuk terus mendekati dan mendebatnya dengan suara meninggi hingga seolah memberi pilihan zholim “dilirik orang-orang atau 2000 perak?”

Saya kembali menyeruput teh kurang manis ini dan membayangkan mulai berdandan sedikit ke emak-emakan  ketika naik motor untuk menjaga ke eksistensian uang 2000 saya di dalam dompet. Semoga kang parkir mengerti,
Semoga saya berhasil,
Gula? Mana gula? Oh sudah mau habis, baik besok saya ke pasar dan mencoba hal tersebut!




(ilustrasi emakemak)  




Spoiler for sumber:





crazyidearonny398Daniswara92
Daniswara92 dan 24 lainnya memberi reputasi
25
6.8K
235
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.