NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Kasus Djoko Tjandra : Rahmat Makelar Jenderal Polisi Titipan
Spoiler for Rahmat Kopnus (paling kanan):


Spoiler for Video:


“Too many chiefs and not enough Indians”. Ungkapan ini sering kali digunakan pada tahun 1947 untuk menggambarkan situasi dari militer Amerika Serikat saat itu. Yakni setelah mobilisasi pasukan yang sangat banyak imbas dari Perang Dunia II. Pasukan AS kelebihan perwira sehingga tak efektif dan tak efisien dalam menjalankan fungsinya. Terlalu banyak pimpinan yang mencoba melakukan satu pekerjaan, terlalu banyak opini dan kontribusi yang masuk, sehingga pada akhirnya pekerjaan jadi tidak memuaskan atau bahkan tidak selesai.

Surplus perwira tinggi ini ternyata terjadi pula pada Kepolisian RI. Diketahui institusi Polri kelebihan 213 Jenderal dan 288 Komisaris Besar.

Menurut Adrianus Meliala, anggota Ombudsman RI, kelebihan perwira tinggi Polri akan berdampak buruk bagi masyarakat. Perwira Tinggi (Pati) yang menganggur tentu akan mendesak untuk dicarikan jabatan. Organisasi pada akhirnya jadi berpikir untuk mencarikan posisi di luar struktur mereka. Restrukturisasi akan memperlambat kinerja Kepolisian, terutama pada tupoksinya sebagai penegak hukum. Sebab, mengubah struktur atau mengadakan struktur baru harus lewat persetujuan Kementerian PAN-RB.

Sumber : Kumparan[Ombudsman: Surplus Jenderal Polri Berefek Buruk ke Warga, Cari Job di Luar]

Pertanyaan mendasar yang timbul di benak publik adalah, bagaimana bisa Kepolisian dapat kelebihan Jenderal atau Perwira Tinggi?

Usut punya usut, ternyata tingginya jumlah Pati dikarenakan adanya penempatan sosok ‘titipan’. Hal itu dibeberkan oleh Ketua Harian Komisi Kepolisan Nasional (Kompolnas) Benny J Mamoto pada 1 Oktober 2020.

"Faktor yang bisa memengaruhi kebijakan Kapolri, ya faktor titipan tadi. Faktanya ada, tapi kan sulit untuk diungkapkan terbuka," kata Benny.

Benny menilai jumlah personel yang tinggi pada pangkat tertentu memang menjadi masalah. Ia mengatakan tongkat pergantian pucuk pimpinan di institusi dapat membuat sistem mutasi dan promosi menjadi tidak konsisten. Padahal, sudah ada sistem berupa seleksi berjenjang berdasarkan rekam jejak prestasi dan penilaian-penilaian khusus bagi kepolisian dalam melakukan mutasi dan promosi personelnya.

Sumber : CNN Indonesia [Kompolnas Sentil Dugaan Surplus Jenderal Titipan di Polri]

Berdasarkan informasi dari Kompolnas ini, maka kita dihadapkan pada fakta bahwa ada pihak yang ‘menitipkan’ nama-nama calon yang akan diangkat menjadi Pati Kepolisian. Kita pun dapat duga, bahwa ‘penitip’ adalah orang kuat atau memiliki ‘orang kuat’ di belakangnya, kuat secara politik. Dengan kata lain, ada makelar khusus untuk jabatan Jenderal Polisi. Terutama bagi calon yang sebenarnya belum memiliki kompetensi menduduki jabatan Pati.

Lantas siapakah sosok yang kira-kira berperan ‘menitipkan’ nama-nama calon Pati yang tak sesuai dengan kompetensi tersebut? Siapakah sosok yang kira-kira memiliki pengaruh ‘kuat’ di hadapan para penegak hukum?

Penulis menduga salah satu sosok itu adalah Rahmat. Ia adalah Pengawas Koperasi Nusantara yang namanya turut terlibat di kasus Jaksa Pinangki – Djoko Tjandra.

Menurut pemberitaan Tempo, Rahmat dan Djoko Tjandra telah berkawan sejak lama. Perkenalan keduanya lantaran sama-sama berprofesi sebagai pengusaha. Rahmat pun mengetahui bahwa Djoko Tjandra masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 2009.

Dalam perkara Pinangki, Rahmat disebut sebagai orang yang memperkenalkan Jaksa Pinangki dengan Djoko Tjandra. Ia bahkan pernah pergi bersama Jaksa Pinangki dan Anita Kolopaking bertemu sang taipan di Malaysia.

Dari fakta ini kita bisa ambil kesimpulan, bahwa Rahmat memiliki koneksi atau jaringan yang kuat di antara para penegak hukum. Ia yang mengetahui kasus Djoko Tjandra serta bereran sebagai jembatan antara Jaksa Pinangki dengan Djoko Tjandra menunjukkan bahwa ia seorang Makelar Kasus.

Sebelum anda bertanya apa buktinya dia orang yang kuat di lingkungan penegak hukum, ingatlah bahwa ia merupakan pihak swasta yang sengaja mengenalkan Jaksa Pinangki dengan Djoko Tjandra. Namun Rahmat sebagai seorang saksi kunci skandal kasus Djoko Tjandra, seolah tak tersentuh hukum sama sekali.

Pihak Kejagung bahkan terlihat berusaha melindungi Rahmat saat ditanyakan apakah ada kemungkinan Rahmat menjadi tersangka di kasus Pinangki.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Ali Mukartono, menyebut bahwa Rahmat memang mengenal tersangka Djoko. Namun ia terlihat defensif saat ditanyakan apakah ada bukti tindak pidana yang menyangkut Rahmat.

"Mengenal salah? Mengenal masa salah. Jadi salah dia kemarin itu ada bukti tidak?" ujar Ali di kantornya pada 24 September 2020. Menurut Ali, dalam dakwaan telah disebutkan secara keseluruhan konstruksi perkara korupsi tersebut. Bahkan, pihak-pihak terkait pun telah disebutkan.

"Semua sudah disebut dalam dakwaan, masalah orang lain beda pendapat urusan dia," pungkas Ali.

Sumber : Tempo [Kejaksaan Jelaskan Alasan Belum Tetapkan Rahmat Tersangka Kasus Djoko Tjandra]

Bagaimana caranya seorang pihak swasta seperti Rahmat bisa memiliki pengaruh kuat di antara para penegak hukum? Apakah ini ada kaitannya dengan hubungan Rahmat yang erat dengan orang Nomor 2 RI?

Rahmat yang menjadi perantara memperkenalkan Jaksa Pinangki ke Djoko Tjandra diduga kuat memiliki hubungan dekat dan mengenal baik Wapres Maruf Amin.

Dugaan ini bukanlah pepesan kosong, sebab beredar foto kompilasi yang menunjukkan Rahmat bersama Wapres Maruf. Foto-foto yang menjadi kompilasi memperlihatkan pria berkepela plontos tengah dicium keningnya oleh Wapres Maruf. Foto lainnya memperlihatkan Rahmat tengah berada di Istana Negara berjalan mengiringi Presiden Jokowi bersama Wapres Maruf Amin.

Sumber : RMOL [Beredar Foto Perantara Djoko Tjandra Bersama Wapres]

oleh karena itu, kita dapat ambil kesimpulan. Pertama Rahmat diduga memiliki jaringan yang kuat di antara para penegak hukum.

Kedua, Rahmat diduga berperan sebagai makelar kasus di perkara Jaksa Pinangki – Djoko Tjandra, namun ia tak tersentuh hukum karena selain memiliki jaringan yang kuat ia pun memiliki hubungan dekat dengan Wapres Maruf.

Ketiga, jaringan Rahmat yang kuat di antara para penegak hukum berpotensi membuatnya berperan sebagai makelar jabatan dan pangkat di Kepolisian. Bukankah ia dapat ‘menitipkan’ calon Pati yang diinginkan pihak berkepentingan politik?

Keempat, bukankah Wapres Maruf Amin dapat meminta Rahmat untuk menitipkan nama calon Pati yang diinginkannya di Kepolisian?
Diubah oleh NegaraTerbaru 04-10-2020 13:50
safiradnugroho
safiradnugroho memberi reputasi
1
659
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.