efapandu
TS
efapandu
[B]HUTANG MEMBUAT SEMANGAT CARI UANG [/B]



Hutang Membuat Hidup Lebih Berwarna

Terdengar aneh judulnya, atau malah terdengar menyebalkan?

Bermula perjumpaan saya dengan teman sekolah dulu. Jadi, suatu hari entah disengaja atau tidak teman saya berkunjung ke rumah. Kami mengawali seperti biasa, basa basi, bertanya keadaan, pekerjaan, sampai pada saat beliau bercerita baru saja membeli rumah lagi (ups, bukan membeli, tapi oper kredit rumah)

Lagi? Hu'um.

Sebab, rumah yang beliau tempati saat ini, masih dalam kondisi kredit berjalan juga. Oh, ya, tak lupa beliau pun bercerita, belum lama kredit mobil dengan depe 25 juta. Berarti, total kredit yang dijalani sebanyak tiga properti.

Lalu, tiba saat beliau bertanya, "ini rumah lo?"

"Bukan. Gue masih kontrak," jawab saya.

"Emang lo gak pengen beli rumah," imbuhnya.

"Mau, asal cash. Gue gak mau riba."

"Gaya lo, riba. Kalo gak hutang gak bakal punya tau."

Saya tersenyum sambil berkata, "gak papa gak punya. Asal gak punya hutang udah seneng. Gue gak mau pusing mikir hutang."

Lalu, beliau tertawa, "hutang itu bikin semangat cari duit, bikin hidup berwarna juga. Ga bikin pusing, kan hutangnya dibayar."

"Iya itu lo. Gue mah beda. Buat apa punya rumah, mobil, kalo dari hutang. Biar keliatan keren gitu di mata orang? Ngapain keliatan keren hasil hutang. Keren itu kalo lo beli cash." Di bagian ini, air mukanya mulai berubah. Mungkin sedikit tersinggung dengan kata-kata saya. But, i dont care.

"Gue yakin 100% lo pasti pusing sama hutang lo!" Saya menambahi.

"Kaga pusinglah. Wong penghasilan tempat servis laki gue tiap bulannya dapat banyak. Gue bisa beli perhiasan, shopping, terus ke salon. Pusing dari mana?!"

Memang, selain beliau bekerja sebagai Sales Promotion Girl dengan gaji sebesar lima juta (saat itu) suaminya punya tempat usaha servis AC dan barang elektronik lainnya.

Tiba-tiba saya teringat dua tahun ke belakang, saat teman saya itu sedang bermasalah dengan suaminya. Sang suami sempat kabur ke kampung meninggalkan teman saya. Saat itu beliau curhat, dan berkata ...

"Bukan apa-apa. Kalo dia kabur, yang bayar cicilan siapa? Gue ga mau ketempuhan bayarin utang dia!" Mungkin beliau lupa pernah merasa pusing dengan segala cicilannya.

Hey, Gaes. Saya paham, tiap orang punya pendapat dan prinsip hidup masing-masing. Dan saya berusaha menghormati perbedaan pendapat. Hanya saja sedikit tersentil dengan ucapannya (sempat berucap) kalau orang yang kontrak itu sama saja dengan anak yang merepotkan dan mengharapkan warisan orang tua.

Hey, tidak semua orang kontrak bergantung kepada orang tua. Catat itu! Mereka yang kontrak, bukan berarti TIDAK bisa kredit rumah. Mereka BISA kalau mereka mau. Wong, bayar kontrakan tahunan (misal) 10 juta saja sanggup, apalagi kredit rumah. PASTI BISA! Logikanya begitu. Ingat, logikanya.

Lalu, kenapa pilih kontrak?

Apa mereka bodoh? TIDAK.

Banyak dari mereka yang kontrak, karena TIDAK mau terjerat RIBA, malah mengoper kredit rumahnya setelah tahu hukum riba. Mereka pilih kontrak. Demi apa? Demi mendapat kemuliaan di mata Allah.

Beberapa teman saya lainnya, memiliki alasan TIDAK mau pusing memikirkan hutang. Meski mereka tahu kalau saat kredit rumah berjalan tiba-tiba meninggal dunia dianggap lunas.

Saya pun pernah berjumpa dengan orang yang memiliki prinsip sama seperti cerita di atas. Namun, finally beliau (teman saya yang lain) sempat merasa pusing juga terlalu banyak hutang. Meski dari hutang itu dia pun memiliki rumah, mobil dan sebuah tempat usaha.

Pada akhirnya, mereka merasa pusing. Apalagi di tengah kondisi virus.

Kalau buat saya pribadi. Cukup hidup tidak punya hutang saja sudah tenang. Bukan tanpa alasan berkata ini. Sebab, saya pernah ada dalam fase punya cicilan ini itu. Hasilnya, saya lebih menikmati hidup yang sekarang. Hidup tanpa cicilan (bisa tidur tenang). Ada rezeki masuk selain gaji, bisa ditabung, bukan untuk bayar hutang.

Lagi pula, rumah itu termasuk REZEKI, artinya kalau belum rezeki, meski kita punya uang banyak pun belum tentu bisa terbeli. Pengalaman teman saya (lagi) ... jangan bingung ya, Gaez kalau teman saya banyak.



'Banyak teman, banyak pelajaran, loh.'

Jadi, teman saya (sebut saja namanya Lala) beliau sempat mengutarakan ingin membeli rumah cash. Tawar menawar sudah dijalani, tapi karena belum rezeki, rumah itu tidak bisa beliau beli. Akhirnya, sedikit uang tabungan dia pergunakan untuk memperbaiki rumah orang tuanya.

See! Membeli rumah tidak seperti membeli cabe.

Lalu, tolak ukur kebahagiaan kalian kira- kira apa, Gaes?


Sumber: Opini Pribadi (Pandu Eva)
Sumber Gambar: Koleksi Pribadi
Diubah oleh efapandu 09-06-2023 05:07
embunsucipapa_kumiszeze6986
zeze6986 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
2.2K
25
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.