Sleipnir9
TS
Sleipnir9
RUU Cipta Kerja Atur Libur Hanya Sehari Per Pekan, Kelompok Buruh: Mirip Perbudakan


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah mengatakan, pekerja dirugikan dengan pasal-pasal bermasalah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan.

Ilhamsyah mengkritik, Pasal 79 dalam RUU Cipta Kerja yang berbunyi "Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu,"

Menurut Ilham, aturan tersebut membuat para pekerja menjadi terisolasi dari lingkungan sekitarnya karena waktu yang dihabiskan lebih banyak untuk mengabdi kepada pemilik modal.

"Jadi orang kalau mengatakan ini perbudakan, ya ini hampir sama dengan perbudakan, karena pekerja sudah tidak bisa lagi menjadi dirinya, dia (pekerja) 90 persen hidupnya kalau dipotong untuk tidur, waktu untuk dirinya berapa jam? Jadi 90 persen hidupnya hanya diabdikan untuk pemilik modal," kata Ilhamsyah saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/8/2020).

Ilham mengatakan, waktu jam kerja yang diatur dalam RUU Cipta Kerja tersebut membuat para pekerja terhambat dalam menikmati penghasilan. Sehingga mereka bekerja hanya untuk bertahan hidup.

"Itu yang dialami jutaan pekerja atau kelas buruh dimana pun dia berada mau sektor apapun, mau di sektor manufaktur, pertambangan, tranportasi, media, sektor jasa dan sebagainya semua dihadapkan situasi tersebut," ujarnya.

Lebih lanjut, Ilham menilai, pemerintah pun tak hadir untuk melindungi para pekerja.

Pemerintah, lanjut dia, justru melegitimasi kepentingan pemilik modal untuk mengeksploitasi pada pekerja di Indonesia melalui RUU Cipta Kerja.

"Kita tidak melihat hadirnya negara untuk menghadirkan pelindungan pada pekerja, tidak ada, justru negara melegitimasi kepentingan pemilik modal untuk mengeksploitasi kaum pekerja di Indonesia pada hari ini," pungkasnya.

Adapun catatan Kompas.com, terdapat sejumlah pasal kontroversi dalam RUU Cipta Kerja yang terbagi menjadi 11 klaster.

Adapun klaster ketenagakerjaan yang tertuang dalam BAB IV paling banyak disoroti publik.

Bab tentang ketenagakerjaan ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru atas beberapa ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan UU Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Pengubahan, penghapusan, atau penetapan aturan baru itu dikatakan dalam draf RUU Cipta Kerja sebagai, "Dalam rangka penguatan perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan peran tenaga kerja dalam mendukung ekosistem investasi.”

Mengenai waktu istirahat, misalnya, RUU Cipta Kerja menghapus libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja. RUU ini menghapus pula cuti panjang dua bulan per enam tahun.

Pada Pasal 79 Ayat (2) poin b RUU itu disebutkan bahwa istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Adapun pengaturan mengenai cuti panjang dalam RUU Cipta Kerja termaktub dalam Pasal 79 ayat (5).

Cuti panjang disebut akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Kemudian, RUU Cipta Kerja menghapus ketentuan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh.

Artinya, semangat perhitungan upah untuk pencapaian kebutuhan hidup layak menjadi hilang.

Ketentuan pengupahan dalam RUU Cipta Kerja diatur dalam pasal 88A yang menyebutkan, buruh atau pekerja diupah berdasarkan kesepakatan atau perundang-undangan. Penetapan upah dalam pasal 88B didasarkan pada satuan waktu dan hasil.

RUU Cipta Kerja mengubah pula ketentuan jangka waktu untuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Melalui Pasal 56 Ayat (3), RUU Cipta Kerja mengatur bahwa jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak.

RUU Cipta Kerja menghapuskan ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan yang mengatur pembatasan jenis pekerjaan dan jangka waktu yang bisa diikat dengan kontrak kerja.

Kemudian, RUU Cipta Kerja mengubah ketentuan Pasal 61 yang salah satunya mengatur bahwa perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai. Klausul ini sebelumnya tidak dimuat dalam UU Ketenagakerjaan.

RUU Cipta Kerja, lewat Pasal 61A, menambahkan ketentuan pengusaha wajib memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir karena berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja dan selesainya pekerjaan.

Aturan tentang perjanjian kerja dalam RUU Cipta Kerja ini dinilai akan merugikan pekerja karena relasi kuasa yang timpang dalam pembuatan kesepakatan.

Jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha yang bahkan bisa membuat status kontrak menjadi abadi.

Ketentuan mengenai perjanjian kerja PKWT dapat berakhir saat pekerjaan selesai juga membuat pekerja rentan di-PHK, karena pengusaha dapat menentukan sepihak pekerjaan berakhir.

Pengusaha dapat sewaktu-waktu mem-PHK pekerja kontrak asalkan memberi kompensasi sesuai ketentuan tambahan dalam pasal 61A, yang tidak ada dalam UU Ketenagakerjaan.

sumber
nomoreliesnighmarket2riansantoso4776
riansantoso4776 dan 7 lainnya memberi reputasi
6
5.1K
175
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.2KThread39.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.