Menyambut bulan Dzulhijah
Budaya adalah manifestasi yang mampu menyatukan nilai agama dan nilai luhur warisan leluhur. Menyambut tanggal 1 Dzulhijah, suku Osing di desa Kemiren, Glagah, Bayuwangi memiliki antusias yang luas biasa. Salah satunya adalah empat tradisi wajib yang akan dijunjung selalu menjadi warisan turun-teamurun.
Tradisi suku Osing desa Kemiren menyambut tanggal 1 Dzulhijah :
Quote:
1. Mepe Kasur
pict
Pagi jam 07.00 hingga tengah hari aktu Banyuwangi adalah waktu tebaik untuk mepe kasur. Mepe kasur ini adalah warisan leluhur desa Kemiren yang dilakukan sehari sebelum tanggal 1 Dzulhijah. Anggukan takjub para generasi muda membuat budaya mepe kasur masih terjaga hingga kini.
Ritual ini ditandai dengan warga yang beramai-ramai menjemur kasur mereka di depan rumah masing-masing. Menjemur kasur dipercaya akan dapat menghindarkan diri dari segala macam penyakit.
"Kasur itu barang yang dekat dengan manusia, jadi harus dijaga kebersihannya."(penggalan kisah dalam budaya karya Dyah Diputri)
Warna kasur pun seragam. Merah pada pinggiran kasur melambangkan keberanian dan semangat. Hitam pada bagian tengah kasur berarti
kelanggenganagar rumah tangga pasangan yang tidur satu kasur itu tentram. Maka tak heran bila para orang tua di desa Kemiren menghadiahkan kasur sebagai hadiah pernikahan anak-anak mereka.
Dalam ritual Mepe Kasur tahap nepuk-nepuk kasur hanya dilakukan oleh
Mbah-mbah di atas 60 tahun dengan merapalkan doa-doa kebaikan. Biasanya tak lupa mencipratkan air bunga dalam toples ke kasur sebagai
tolak bala.
2. Barong Idher Bumi
Budaya setelah mepe kasur adalah Barong Idher Bumi. Arak-arakan Barong dilakukan dari ujung desa hingga batas desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi.
Barong itu semacam leak Bali namun, berukuran lebih kecil. Biasanya akan diiringi musik dari gamelan, gong, dan kenong di atas mobil
pick-up.
Quote:
3. Takziyah ke makam Buyut Cili
Ritual selanjutnya setelah arak-arakan Barong adalah menziarai makam leluhur desa Kemiren. Beliau dipercayq sebagai penjaga desa dari segala macam bala.
4. Tumpeng Sewu
Tradisi Tumpeng Sewu merupakan puncak kegiatan warga menyambut 1 Dzulhijah. Ditemani obor berkaki empat sebagai penerang pada tiap teras atau depan rumah warga desa Kemiren, tumpeng atau makanan yang dibentuk gunungan tersaji pada saban depan rumah. Pengunjung bisa ikut bergabung untuk bersama-sama menikmati hidangan dalam Tumpeng Sewu.
Sebelumnya tentu acara rapal doa bersama.
Lauk yang menjadi ciri Tumpeng Sewu adalah
Pecel Pithikyang berupa ayam panggang dengan bumbu kelapa parut. Memiliko filosofi '
ngucel-ucel barang setitik' wujud pengajaran berhemat dan bersyukur.
Zaman boleh berubah, tetapi budaya tak boleh mati. Dahulu masyarakat desa Kemiren beragama Hindu, lalu berlutut terhadap Islam namun, sampai sekarang tak meninggalkan budayanya. Ane sebagai orang Jawa Timuran dibuat takjub tanpa henti. Kalau di tempat TS ada upacara Kebo Ketan untuk merayakan Maulid Nabi SAW dan di Banyuwangi ada Budaya penyambutan 1 Dzulhijah.
Mari kita jaga budaya agar masih bisa dinikmati anak cucu kita nanti. Budayalah yang mampu menyatukan lintas agama dan merukunkan segala. Selamat Pagi, Gansist
Sumber referensi dari buku
Kisah dari Nusantara jilid Satu
Sumber gambar :
kasur,
tumpeng,
sewu,
barong.
Ngawi, 22 Juli 2020
Cinta Indonesia,
Warna_Senja