• Beranda
  • ...
  • Budaya
  • Dua Alat Penunjang Anak Lekas Bicara, Mitos Atau Budaya?

qoni77Avatar border
TS
qoni77
Dua Alat Penunjang Anak Lekas Bicara, Mitos Atau Budaya?


Dua benda ini diinterprestasikan saat bedug Jumat bertalu


Sesuatu peristiwa sebab akibat yang menjadi kebiasaan dan dilakukan secara berulang akan menghantarkan pada sebuah budaya, setelah itu budaya akan diwariskan, sehingga beralih nama menjadi warisan budaya.

Dua benda ini dinilai warga dusun Jatirejo, desa Kedunggudel, Ngawi Jawa Timur sebagai alat ajaib untuk membuat anak lekas bicara. Sang Simbah bernama Mbah Sumadi Putri, seorang sepuh pendatang dari klatahalias desa Banjarjo, Ngawi.

Penulis sendiri menghubungi langsung narasumber. Beliau mengatakan kalau tradisi ini adalah budaya turun-temurun dan memang secara medis dianggap sebuah mitos. Rangsangan oral pada saraf sensorik menapuk (baca; menepuk mulut dengan tangan atau alat lainnya) sebenarnya bentuk upaya untuk mengadaptasi budaya, dengan sebab ( baca ; penghormatan) pada hari Jumat yang merupakan hari terhormat bagi umat Islam. Alhasil budaya dapat dimaknai dengan bentuk ritual (baca ; akibat) ketika sesuatu dinilai pantas untuk dilakukan.


Bedug Jumat biasanya bertalu saat menjelang pelaksanaan sholat Jumat. Sholat yang wajib (baca ; harus) dilaksanakan oleh para lelaki, sementara para perempuan dihukumi sunnah (baca ; lebih baik dilakukan).

Quote:


Dua alat penunjang anak lekas bicara yang menjadi budaya ini adalah :

1. Daun Sirih

Daun sirih kalau di daerah Ngawi dikenal dengan sebutan daun suruh. Daun yang memiliki fungsi antiseptik alami ini diklaim mampu menyemangatisaraf penunjang anak lekas bicara.

2. Cincin Emas

Selain daun suruh yang ditabokkan pada pintu mulut, kini giliran cincin emas yang beralih peran. Cincin emas diasahkan (dikerik ; digerakkan naik turun secara menempel) pada lidah anak, harapannya sama, agar anak lekas bisa bicara.

Dalam pembelajaran penulis, banyak dokter atau praktisi kesehatan yang mengatakan kalau ini hanya mitos yang berkembang di masyarakat namun, sebuah budaya tidak akan dinamakan budaya kalau tidak dalam lingkup mitos juga, kan?

Gansit boleh percaya boleh juga tidak kok.

Secara medis dua benda di atas diklaim tidak steril dan berbahaya jika kejadian yang tidak diinginkan dapat terjadi, hemat Ane memang semua ada risikonya.

Penjelasan medis lainnya, mengatakan kalau pemijatan pada saraf sensorik, dalam hal ini adalah indera vokal yang akan menanggapi dengan memaksimalkan fungsinya.

Dahulu orang memang lebih percaya pada suwuk ( baca ; pengobatan oleh dukun ; baik itu dukun pijat, dukun yang dipercaya melafalkan mantera-mantera penyembuh). Dalam perkembangannya akan ditemui ada dukun aliran ilmu hitam dan ilmu putih. Keduanya memiliki kekuatan lebih, tidak seperti manusia kebanyakan.

Zaman dan teknologi telah menelurkan dokter-dokter ahli dengan spesialisasi tertentu, sementara praktik dukun-dukunan mulai banyak ditinggalkan.


Bagaimana pendapat, Gansist?
Percaya atau menganggap hal demikian adalah argumen mitos?


Sumber referensi : opini dan pembelajaran dalam hidup TS.
Sumber gambar : dokumen pribadi TS.

Ngawi, 2 Agustus 2020
Cinta Budaya,

Warna_Senja
Diubah oleh qoni77 02-08-2020 13:34
betiatina
ningka
tien212700
tien212700 dan 30 lainnya memberi reputasi
31
10K
82
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Budaya
Budaya
icon
2.3KThread1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.