Utang negara kian lama kian menumpuk, pandemi memperlihatkan situasi negara dimana banyak penanganan terhadap rakyat seperti saling tumpang tindih. Ketika banyak kepentingan partai negara seakan hanya jadi permainan politikus, aktivis 65 dan 98 seakan diam tak bisa bersuara lantang ketika di rumah tidur nyenyak, ekonomi membaik, perut pun maju terlihat mereka mulai subur.

Kita tak bisa menyalahkan siapa-siapa beginilah sistem dunia bekerja saat ini, kecuali ada revolusi yang bisa mengubah sistem negara entah itu kembali menjadi kerajaan, khilafah atau kekuasaan tertinggi di tangan Presiden.



Jadi saran saya nikmati saja, tak usah bercoleteh si anu begini si ono begitu, semua produk partai tak ada yang bener-bener suci. Mau di tutupi dengan label agamis juga percuma, politik penuh dengan trik, sebuah tipuan dan rayuan agar penonton terkesima.

Dalam politik siapa yang punya uang ia yang berkuasa, jadi mending kita buka-bukaan saja. Ketika kasus Djoko Chandra mencuat terbukti Indonesia lemah dalam segala sisi, maka sudah kadung nyemplung bahwa negara ini mengutamakan orang yang berduit tak kasih solusi edan.



Indonesia ini punya alam yang indah, banyak WNA datang dan betah berada di surga dunia yang ada di Indonesia. Bahkan ada dari mereka yang ingin jadi WNI, tapi susahnya menjadi WNI memang terkadang hal yang sulit untuk WNA berada di sini. Keliling Indonesia tidak bisa bebas bergerak layaknya warga lokal.

Solusi terbaik adalah menjerat WNA kaya untuk menjadi WNI dengan investasi di sini besarannya tentu cukup tinggi, seperti di Malta yang memberikan orang kaya kewarga negaraan dengan membayar 650 ribu Euro. Mungkin di Indonesia bisa membayar 6 Triliun rupiah hanya untuk menjadi WNI, dengan catatan investasi mereka di alokasikan untuk akademik, kesehatan, pendidikan, keamanan dan lainnya.



Ketika menjadi WNI mereka dipermudah segala urusan birokrasi, baik untuk membangun usaha, property dan juga investasi di BUMN.

Ketika banyak orang kaya seluruh dunia menanam uangnya di Indonesia maka, ekonomi negara akan terkoreksi. Ekonomi meroket bukan lagi mimpi, atau hanya ucapan retorika semata bisa saja hal itu menjadi nyata.

Walau ada sisi lain yang akan tergerus, toh lebih baik tutup mata. Kalau nasionalisme hanya ada pada sekitaran perut, lebih baik kita olah agar Indonesia bisa dinikmati orang kaya. Efeknya mereka butuh karyawan, butuh tenaga kerja, butuh SDM.



Dengan dana investasi yang dikumpulkan maka ekonomi bergerak tidak hanya si kaya yang semakin kaya, tapi si miskin akan terbantu hidupnya. Jadi apakah ini sebuah solusi jitu, atau solusi edan? Saya c4punk, see u next thread.