robbolaAvatar border
TS
robbola
Kubenci Tubuhku ( 18+)

INI ADALAH KONTEN SENSITIF, DIHARAPKAN BAGI YANG BERUSIA DIBAWAH 18 TAHUN AGAR BERADA DALAM PENGAWASAN ORANG TUA. DIMOHON PERHATIANNYA. TERIMA KASIH.
.
.
.
.

Aku adalah gadis desa, dididik dalam sebuah keluarga sederhana yang menjunjung kehormatan. Namun, tak seketat itu, ayahku tetap memberiku kebebasan bergaul dengan siapapun karena ayahku percaya bahwa aku bisa menjaga diriku, aku bahkan memiliki seorang pacar yang cukup dekat dengan orangtuaku walau baru beberapa minggu bersamaku, ya walau nggak ganteng-ganteng amat, tapi dia baik dan pengertian padaku, itulah pendapatku mengenai dirinya sampai akhirnya aku menyesal dan terbaring lemas di samping makam seorang anak yang telah meninggal.

Sebelumnya, aku ingin memperkenalkan diri, tapi agaknya cara yang biasa terlalu mencolok untukku muncul dalam kisah kecil ini sebagai identitas asliku, kalian bisa memanggilku dengan nama Airin, tentunya itu bukan nama asliku, aku hanya ingin agar namaku tetap rahasia dan tetap rahasia sebagaimana aku tak ingin mengungkap diri ini pada kalian, bahkan akupun tak ingin cerita ini disebar, hanya saja ... mungkin sedikit kisahku bisa membuka jendela bagi kalian para wanita yang mungkin masih polos dan lugu, percayalah, kepolosan kalian bisa menjadi boomerang bagi diri kalian sendiri. Baiklah, aku mulai ....



——||——



Seperti yang kukatakan sebelumnya, namaku Airin, Airina Laras Ayuni, jika kalian ingin mengetahui nama asliku, pecahkan saja teka-teki yang aku berikan melalui namaku. Orang bilang wajahku cantik dan tubuhku sangat indah, tapi aku tak terlalu memuja keindahan tubuhku, ini hanya sementara. Tak jarang, aku sering menerima surat dari orang tanpa nama di laci meja kelasku. Ah lupakan itu, kita tak sedang membahas kehidupanku dikejar lelaki, di sini aku hanya ingin sedikit bercerita perihal kehidupanku yang mungkin saja tak berguna bagi kalian, untuk apa juga mendengar sebuah kisah dari orang tanpa nama yang bahkan identitasnya tak diketahui, benar bukan? Namun bagiku, ini adalah sebuah anugerah yang kusia-siakan, kuharap kalian tak melakukan kesalahan yang sama seperti halnya diriku. Semoga saja ....

Apakah aku bodoh? Mungkin saja begitu. Terbius dalam lautan indah yang memerah, begitu bodohnya aku tersipu bius yang dia berikan padaku, benih kecil yang tertanam, tumbuh, melahirkan bunga baru yang kini telah tiada. Ya ... bungaku telah tiada, tolong jangan ungkit lagi soal itu, aku sakit.

Jika kalian berpikir aku membunuhnya, kalian salah besar, bagaimana aku bisa membunuh bungaku yang kurawat dengan kasih sayangku? Mungkin memang bukan takdirku untuk membesarkan bunga indah itu. Oh Tuhan ... maafkan hambamu ini, aku mohon ....



——||——



Hari minggu, sekitar 13 bulan yang lalu,, aku lupa tanggal tepatnya, tqpi kuyakin itu adalah hari minggu. Aku sedang duduk girang di depan rumahku. Menunggu seseorang yang penting bagiku. Bukan! Aku tidak menunggu ayah atau ibuku, aku sedang menunggu dia, ya! Dia .... simak saja ceritaku.

Ponselku berdering, sebuah tanda pesan masuk.

"Yank, kmu ada dmana?" Di sana tertulis pengirim pesan, Arya ( bukan nama sebenarnya ), dia adalah orang yang aku tunggu.

"Aku ad didpan rmah," balasku cepat-cepat mengetikkan tombol demi tombol pada layar ponselku.

"Meluncur!"

Setelah itu pula suasana terasa senyap, tak ada lagi suara ponsel berdering, hanya suara jangkrik yang menggema di senja hari. Saat itu memang awan jingga masih mendominasi langit jadi bisa kubilang saat itu masih senja.


——||——


Sekitar 20 menit menunggu, akhirnya dia datang, membawa motornya, Hongga Mbeat ( takut dikira promosi, jadi kubuat saja seperti itu ), dia tersenyum melihatku, senyumannya saat itu memang bisa meluluhkan hatiku.

Entah kenapa aku bisa terpikat padanya, dia tak terlalu tampan, tak juga terlalu kaya, hanya saja, saat dia menembakku hari itu, dengan cincin itu yang dia berikan padaku, aku langsung tersentuh dan jatuh hati padanya, aku sungguh amat tersentuh. Jadilah kami berpacaran, sampai saat ini ....

Dia memohon izin kepada ayahku, juga kepada ibuku untuk pergi ke Karnaval—di sini biasa disebut Pasar Malam—yang ada di kecamatan tetangga. Ayah dan ibu mengizinkan karena kami pergi tidak hanya berdua, tapi juga banyak temannya yang ikut serta, tak kusadari memang, begitu bodohnya aku, bodoh! Aku benar-benar tak bisa melupakan kejadian malam itu.


——||——



Karnaval memang sangat ramai, aku memegang erat tangannya, dia balik meremas tanganku erat, "pegangan, biar nggak ilang," ucapnya padaku. Aku hanya menurut, aku baru kali ini pergi ke Karnaval 'hanya berdua' bersama pacar atau apalah namanya. Biasanya aku pergi bersama ayah dan ibuku, rasanya kali ini pun berbeda, hangat ... tangannya hangat, tak seperti tangan ayahku.

Kami bermain bianglala, tembak-tembakan, kapal-kapalan, trampolin, dan jenis permainan lainnya. Kami sungguh bersenang-senang malam itu, bahkan sampai kami lupa waktu.

Es krim, gula kapas, pop corn, semuanya dia belikan untukku, "jadi ini rasanya punya pacar?" Ucapku dalam hati.

Jam analog yang melekat pada tangan kananku menunjukkan pukul 10 malam, aku ingin sekali mengingatkannya, tapi rasanya dia sedang bersenang-senang. Wajahnya sangat cerah dan bergelora malam itu. Aku tak tahu, aku tak sadar kalau dia sedang merencanakan sesuatu. Sungguh bodoh diriku, bodoh!


——||——


Akhirnya, pukul 11 malam, dia menyadari bahwa ini terlalu larut untukku. Dia mengajakku pulang, di tempat parkir ternyata teman-temannya sudah menunggu kami berdua.

"Woi lama banget, Lu kemana aja?" Ucap salah seorang temannya.

"Ok bro, maaf, tadi ada masalah dikit," jawab Arya.

"Cepetan, ayok pulang, ntar aku dimarahin ibuku," bisikku pada telinga Arya, "Ayok!"

"Iya, iya."

Motor pun dihidupkan, kami semua berangkat untuk pulang.


——||——


Keanehan pun mulai terjadi dan bodohnya aku baru menyadarinya, Arya dan teman-temannya mengambil jalan terpisah, kumaklumi karena aku kira memang rumah mereka berbeda arah, yang mana kebodohanku satu itu membuatku amat-sangat muak pada diriku sendiri.

Jalan sangat gelap malam itu, langit mendung, bintang tak ada, hanya ada bulan yang tertutup gelapnya awan. Jalan ini terasa tak berujung, rasa-rasanya ini bukan jalan di mana kami memulai perjalanan. Tapi, aku benar-benar membenci otak polosku saat itu, sungguh aku benci, benci!

Jalanan ini, semakin lama semakin berbatu, aku bertanya pada Arya apakah ini memang jalan yang benar. Dia hanya menjawab "Iya" tanpa ada tambahan lain.

Cukup lama, akhirnya kami sampai di sebuah gedung tua, di depannya hanya ada lampu kecil yang menyala terang. Belum selesai aku turun, Arya, dengan segala kebejatannya mulai menggerogoti badanku. Tindakannya saat itu sungguh benar-benar tercela. Aku bodoh!

Dia menarikku turun, tubuhku yang mungil sama sekali bukan tandingannya yang bertubuh kekar ala lelaki pada umumnya.

"Kamu cantik, tau nggak sih ... sayang kalo dibuang," ucapannya membuat air mataku turun deras, "jangan menangis, Airin, kamu jadi makin cantik, aku jadi nafsu."

Tubuhku ditarik ke dalam gedung itu dan ditindihnya tubuhku olehnya saat dia menjatuhkanku di tanah. Tak bisa bergerak, tanganku membeku, tubuhku sama sekali tak bisa kugerakkan. Kalian akan tahu rasanya reaksi tubuh membeku saat kalian sedang berada pada teror yang menakutkan, sungguh kalian akan merasakannya. Kalau tak salah, pernah seorang psikolog berkata padaku bahwa itu adalah gejala dari Tonic Immobility, di mana tubuh membeku saat terjadi trauma atau panik yang memuncak.

Dalam membekunya tubuhku, aku tak bisa apa-apa, bahkan hanya untuk menggerakkan jemarikupun aku tak mampu. Saat tangan hina itu membuka sebagian milikku, dan yang terjadi selanjutnya tak perlu aku ceritakan, kalian mungkin bisa membayangkannya sendiri, sebuah kasus pemaksaan, atau mungkin pemerkosaan? Itu hak kalian untuk memikirkan dan membayangkannya. Aku? Aku bahkan ingin menghunuskan tubuhku dengan pisau dapur saat aku mengingat kejadian malam itu.

Cukup lama, akhirnya dia berhenti, tubuhnya terbaring lemas dan menindihku, sedangkan aku? Seluruh tubuhku sakit, aku merasakan rasa sakit pada bagian bawah perutku, aku bahkan tak bisa membuka mata hanya untuk beberapa saat, hanya air mataku yang keluar dari sudut mataku cukup deras.

Tak berapa lama, dia terbangun, melihatku yang sedang dalam keadaan telanjang, dia bahkan melakukannya sekali lagi, sungguh, aku ingin membunuh diriku saat itu, berdo'a kepada Tuhan agar mencabut nyawaku dan berharap siksaan demi siksaan ini berakhir.

——||——


Kedua kalinya dia mencicipi tubuhku, perutku semakin sakit, aku tak tahu apa yang menembus perutku, aku hanya merasaka sakit, sakit, dan sakit saat benda itu memasuki bagian tubuhku.

Sampai akhirnya dia terjatuh disampingku untuk kedua kalinya.

"Terimakasih, Airin," bisik bajingan itu di telinga kiriku.

Aku ingin sekali membunuhnya, ingin sekali. Tapi, tubuhku sama sekali tak bisa kugerakkan, tubuhku membeku seperti yang kubilang sebelumnya.


——||——


Pagi hari datang, aku masih tergeletak di lantai gedung kosong itu. Dia? Dia lebih dulu terbangun dan menatap tubuhku yang masih kedinginan dan telanjang.

Tahukah kalian ...? Bajingan itu sekali lagi mengulangi perbuatan hinanya. Ya Tuhan, tolong akhiri saja aku sekarang, aku tak tahan lagi dengan semua ini, tolong ... siapalun tolong aku, siapa saja ....

Aku tak kuat menahan rasa sakit itu sampai akhirnya aku pingsan. Aku sama sekali tak tahu apa yang ia lakukan pada tubuhku saat aku tak sadarkan diri. Saat aku terbangun, itu adalah siang hari, tubuhku masih telanjang bulat dan dia duduk di depanku.

"Sudah bangun, Putri?" Tanyanya padaku, dia melemparkan beberapa kain yang semalam adalah kain yang menutupi tubuh tanpa busanaku.

"Bajingan kau!"

Dia keluar, menghidupkan motornya, dan kemudian kembali masuk ke dalam, tatapannya penuh nafsu, seakan dia akan mencekikku demi kesenangannya sendiri.

Dia berjalan dari ambang pintu, mendekatiku pelan, bibirnya mendekat pada telinga kananku, membisikkan sesuatu, "cerita ini cuma kita aja yang tahu ya, jangan kasi tau siapa-siapa. Ayok, pulang."

Dengan santainya dia berkata demikian bagai tak terjadi apapun, tapi aku tak punya pilihan lain selain ikut dengannya, aku ada di tempat antah berantah, aku bahkan tak tahu apa yang dia pikirkan selanjutnya. Yang kutahu, aku hanya ingin pulang, bagian bawah tubuhku rasanya sakit, sangat sakit saat aku berjalan, aku tak kuat dan terjatuh ke tanah.

Dia membopongku dengan tangan hinanya itu keluar dari gudang, sembari sesekali tangannya bergerak jahil menggerayangi tubuhku, bersama senyuman palsunya yang memikat penuh nafsu. Kutepis berkali-kali tangan itu walau tubuhku sendirj tak berdaya, aku hanya pasrah. Aku sadar aku tak bisa apa-apa.

Bajingan!

——||——



Di perjalanan ini aku hanya diam, diam seribu bahasa, kuyakin itu adalah jalan terbaik. Sesekali tangan itu memegang pahaku, kutepis tangannya dan dia melakukannya lagi, lagi, dan lagi, Ya Tuhan, tolong bunuh saja aku.

Akhirnya, rumahku, ayah dan ibuku berada di depan rumah, melihatku datang dan anehnya mereka tak menyadari keanehan apapun. Apakah bajingan ini telah melakukan sesuatu pada mereka? Aku tak tahu.

Aku masuk ke kamarku sembari digendong olehnya, dia keluar dari kamarku dengan senyumannya, jijik! Tak berapa lama, sebuah pesan masuk berbunyi, kubuka pesan itu, hanya tulisan pendek "jangan ksi tau siapa²." Bagaimana aku bisa memberi tahu siapapun? Harga diriku telah hilang, hancur, musnah. Bagaimanapun, mereka akan tetap menyalahkan diriku walau aku adalah korban, sangsi sosial akan jatuh padaku, sedangkan dia? Dia hanya tinggal lari entah kemanapun yang ia mau dan menikmati hidup barunya tanpa diikuti oleh masa lalunya. Dia bisa menghilang, sedangkan aku? Tidak!

Aku ingin segera mengakhiri ini, pernah terlintas untuk bunuh diri saat aku sedang menggenggam pisau itu di kamarku, tapi sungguh bodoh jika aku melakukannya. Bakal bunga yang tumbuh ini pun tak berdosa, dia pantas untuk terlahir di dunia walaupun dia adalah hasil dari tindakan kebodohanku.

Sempat aku berpikir untuk bunuh diri kedua kalinya, menggenggam sprei kasurku, membuatnya panjang melintang membentuk tali. Aku berpikir, melahirkan anak ini hanya akan membuat hidupnya penuh dengan cela saat ia tumbuh, bayangkan bila akhirnya dia diejek, dihina, atau dibully karena dia adalah anak haram dariku. Aku membayangkan betapa malangnya nasibnya apabila ia tumbuh kelak.

Tapi, dia adalah anakku juga, bungaku yang akan tumbuh. Aku tak bisa melakukannya. Aku ... aku tak bisa.


——||——

Saat peristiwa iyu terjadi, aku masih kelas 11, satu bulan menuju kenaikan kelas 12. Selama 9 bulan itu aku menyembunyikan perut buncitku yang semakin membesar, mengikatnya erat agar tidak ada satupun yang mengetahuinya. Perutku semakin lama semakin sakit dan nyeri saat perut itu semakin menggembung.

"Maafkan Bunda, Nak."

Aku takut, aku takut apabila teman-temanku mengetahuinya. 9 bulan itu aku jalani dengan rasa sakit pada perutku yang saban hari kuikat dengan kain ( mungkin kalian tahu kain untuk mengikat perut ibu-ibu yang telah melahirkan, dengan itulah kuikat perutku. )

Bayi ini memang tak berdosa, perutku juga harus menahan rasa sakit selama 9 bulan itu, sampai akhirnya air ketubanku pecah, beruntunglah saat itu aku telah pulang sekolah dan ayah dan ibuku juga tak ada di rumah.

Aku tak berani keluar, aku takut, aku berdiam di kamar mandi, mengikat mulutku sendiri dengan kain dan mengejan sekeras mungkin tanpa suara, rasa sakit itu, aku ingat sekali, sangat sakit, rasanya bagian bawah tubuhku akan sobek karenanya. Tapi, nyatanya aku berhasil selamat, benih itu keluar menjadi bunga yang sesungguhnya.

Aku sungguh senang, marah, malu, takut, dan juga bahagia di saat yang bersamaan. Anak ini, dia adalah darah dagingku, tapi dia juga adalah anak dari manusia laknat yang paling kubenci, bisakah aku merawatnya? Apa tanggapan ibu dan ayahku nanti? Apa kata para tetanggaku?

Aku tak bisa melakukan apapun, aku hanya bisa memeluk bayi itu yang dari tadi tak kunjung menangis, aku memeluknya erat dengan air mataku yang bercucuran. Sampai akhirnya pintu kamar mandi terbuka paksa, pintu itu didobrak oleh ayahku. Wajahnya saat itu tak bisa kubayangkan, aku malu, aku ingin tenggelam, tapi aku tak bisa kemanapun.

Ayahku ... dia segera mendekatiku, melihat bayi merah dan kamar mandi yang penuh akan darahku, dia segera membopongku keluar. Sedangkan anakku dibawa oleh ibuku. Mobil segera menderu keras, ayahku menancap gas segera ke rumah sakit.


——||——


Aku tak bisa mengingatnya jelas saat itu, yang kutahu, aku melewatkan hari selama 2 minggu penuh. Ya ... ibuku bilang bahwa aku koma. Aku bahkan tak bisa mengingat apapun, yang kuingat hanya anakku.

"Bayiku, Bu?"

Ibuku menangis dan menggeleng pelan, memeluk tubuh mungilku, yang kemudian mataku kembali gelap, kejadian setelahnya aku tak ingat apapun. Aku pingsan.


——||——



Beberapa minggu kemudian, aku diperbolehkan pulang. Aku sungguh tak mau pulang, aku malu, aku memeluk ibuku dengan erat.

Apa kata mereka nanti? Para hakim sosial itu? Mereka yang tak tahu apapun, aku malu. Mulut itu, tangan itu, aku tak mau pulang, aku menangis dalam dekapan ibuku. Aku takut kalau pisau tak kasat mata itu hanya akan menambah deritaku nanti.

Ibu, dia memelukku erat, tubuhnya hangat. Dia mengajakku untuk pulang, dan entah kenapa kata-katanya bagai mantra ajaib yang membiusku untuk menurutinya.

Ayah menunggu di mobilnya, kami pun pulang tanpa sepengetahuan siapapun.


——||——


Di rumah, ayahku bercerita padaku, saat aku koma, dia pergi mencari Arya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Arya mengelak dan menolak bertanggung jawab, akhirnya ayahku menghajar tubuhnya berkali-kali karena emosi, ayahku mematahkan rahangnya dan harus dirawat di rumah sakit. Entah bagaimana bisa terjadi, Arya dimasukkan ke dalam jeruji besi sesaat setelah dia keluar dari rumah sakit, sedangkan ayahku? Anehnya tidak, aku tak tahu cara apa yang ayahku lakukan, tapi aku senang kalau lelakinitu cepat-cepat dimasukkan ke dalam penjara, aku sungguh puas, puas!

Ayahku juga bercerita padaku, bahwa Arya hanya memanfaatkan tubuhku. Dia mengikuti sebuah aliran sekte sesat, yang mana harus meniduri 7 orang gadis perawan agar memenuhi syarat mendapatkan ilmu yang ia mau. Ayahku juga bercerita bahwa sudah ada 4 korban lain yang melapor atas perbuatan Arya selama 11 bulan terakhir.

"Jadi bukan hanya aku?" Aku bertanya kepada diri sendiri "Bu ... bukan hanya aku ...."

Tubuhku langsung drop dan aku pingsan. Aku tak bisa mengingat apa-apa setelahnya. Yang kurasakan, tangan hangat ayahku segera memeluk tubuhku dan membopongku entah kemana.

Saat aku bangun, ternyata aku sudah berada di rumah sakit, bersama beberapa anggota kepolisian dan seorang dokter yang mengecek kesehatanku. Mereka menanyaiku soal kasus itu, aku menjawab apa adanya atas apa yang Arya perbuat padaku, aku harap dia dihukum seberat-beratnya.

Beberapa hari kemudian, aku diperbolehkan pulang. Ayah menjemput kami di rumah sakit, mobil itu berjalan ke luar area rumah sakit. Sungguh aneh, rumahku ada di arah sana, apakah ayahku lupa jalan pulang setelah lama menemaniku di rumah sakit?

"Ayah ...."

"Iya, Airin?" Wajahnya menjawab dengan senyuman, tapi aku tahu, mata itu tak bisa berbohong.

"Kok kita ...."

"Ayah jual rumah lama kita, kita pindah ke luar kota, anggap saja kejadian yang menimpamu itu tak pernah terjadi, namamu juga udah ayah ganti."

"Ayah ...."

"..."

——||——


Jadilah kami pindah ke kota sebelah, menghapus semua identitas masa laluku, menjalani hidupku yang baru, identitasku yang lama telah lenyap, namaku kini adalah Airin. Bukan nama gadis polos yang sangat bodoh itu lagi, aku akan beradaptasi menjadi sebuah bunga baru di musim semi.

Aku harus bertemu psikolog sebulan sekali untuk selalu mengontrol mentalku. Apakah aku akan selalu seperti ini? Aku tak tahu. Sungguh, aku tak tahu ....

Salahkan aku? Aku yang telalu polos dan percaya. Salahkah aku? Kenapa hanya aku yang menjadi topik permasalahan mulut pedas tetangga? Salahkan aku? Apa salahku sampai teman-temanku bahkan menjauhiku karena melihat tubuhku yang sekarang. Salahkah aku? Aku bahkan tak pernah ingin hal seperti ini terjadi, tolong ....

Sekali lagi aku bertanya, salahkah aku, Tuhan? Apakah ini kutukan karena aku memiliki tubuh ini?



Mohon kritik dan sarannya, yang banyak ya, makasih.



catatan kecil : kubuat ini agar tidak lagi terjadi perihal yang sama dengan temanku, Airin... Cerita ini mungkin hampir 99% fiksi.

Ini bukan kisahku lo ya, awas kalo ngira gitu.
adityadwi73
After.Story
nomorelies
nomorelies dan 14 lainnya memberi reputasi
15
8.1K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.5KThread41.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.