Fenomena anak zaman now, tuntutan zaman dikala smartphone adalah suatu kewajiban yang harus dimiliki.


Ketika tadi pagi saya membeli gorengan, ada kumpulan gadis kecil, berusia sangat belia, dengan bedak cukup tebal, bibir pun seperti memakai lipstik, meskipun mereka berkumpul bareng, tetapi asyik dengan gadgetnya masing-masing, yang membuat menggelitik hati mereka senyum-senyum sendiri.


Jadi teringat saat melihat salah satu acara di televisi swasta, ketika anak-anak ditanya mengenai cita-cita salah satunya menjadi seorang youtuber.


Memang sekarang menjadi orang terkenal sangat mudah, dengan membuat konten antimainstream lalu menjadi viral.


Beberapa kali thread HT pun membahas tentang konten kreator yang membuat isi kontennya sampah, tidak bermoral, padahal ketika mereka sudah menjadi seorang youtuber apalagi sudah dikenal banyak orang, memiliki subcriber sampai ratusan ribu bahkan lebih, mau tidak mau mereka sudah menjadi influencer.


Terkadang keingintahuan pun membuncah, ketika thread HT membahas para youtuber yang menjadi hujatan, stalking akun-akun mereka, ternyata setelah di klik banyak juga rekomendasi channel di sana.


Menjadi seorang youtuber yang membuat konten 18++, meskipun di YouTube ada batasan usia atau seorang konten menuliskan 'yang belum nikah sebaiknya jangan melihat' dan sebagainya.


Namanya sudah tayang, apalagi dengan judul yang membuat penasaran apa isi konten tersebut, sudah pasti auto klik.


Ketika sudah viral lalu banyak hujatan, tetapi masih bisa diakses videonya, karena sudah ada yang share dan masuk channel orang lain, memang jejak digital itu kejam.


Seperti kita ketahui YouTube bisa diakses di seluruh negara, apapun yang viral di negara lain, sudah pasti akan viral di negara kita dan menjadi bahan yang menarik untuk diperbincangkan.



Baru-baru ini terjadi lagi, dua orang youtuber cantik, Lauren dan Daisy melakukan aksi yang di ambang batas, mereka berkeliling supermarket tanpa busana, sungguh miris lihatnya, youtuber gaes.



Lagi dan lagi, untung kali ini bukan terjadi di negara kita, biar pun bukan di negara kita, ternyata penduduk sekitar, khususnya pegawai supermarket pun merasa risih. (Lihat gambar)


Sebelumnya juga sempat beredar ke dua turis di Bali yang satunya tanpa sehelai benang pun berkeliling di jalanan lalu, gadis yang satunya merekam aksi tersebut.



Sudah pasti pemerintah setempat sudah membenahi kejadian tersebut, bagaimanapun seorang turis harus memenuhi adab dimana kalian berada, sebelum mengunjungi negara orang lain sebaiknya pelajari juga budayanya.



Yang menjadi pertanyaan saya apakah memang fenomena zaman now membuat challenge sampai mempertahankan harga diri mereka? Atau mereka hanya membuat konten kreator agar dapat menghasilkan banyak uang?


Apakah benar uang di atas segala-galanya?


Jadi teringat drakor sky castledi mana anak mereka, dari keluarga kaya raya tetapi mencuri, alasannya hanya mencari perhatian dan challenge, bahwa mereka yakin kekuatan uang dapat membebaskan mereka dengan cepat, bahkan di drakor tersebut orang tuanya sudah tahu, setiap anaknya mencuri di toko tersebut, dari pihak toko menelpon orang tuanya lalu dibayarlah uang sejumlah curian anaknya itu.



Membuat challenge antimainstream seperti itu apa manfaatnya? Padahal banyak challenge yang bermanfaat, tanpa melakukan aksi vulgar seperti itu.



Bahkan kaskus pun ikut memeriahkan challenge yang bermanfaat, yaitu: membuat kopi dalgona, merias meses (sayang tidak ada yang menang)


Sekali lagi memang harus ada peran aktif dari orang tua.