• Beranda
  • ...
  • Sepeda
  • Bersepeda di Tengah Pandemi: Sekadar Olahraga atau Kultur Musiman?

vumlo
TS
vumlo
Bersepeda di Tengah Pandemi: Sekadar Olahraga atau Kultur Musiman?


Bersepeda di masa New Normal memang menyenangkan. Namun, pesepeda juga perlu menaati rambu-rambu di jalan agar tidak merugikan pengguna jalan lainnya.

Sekitar awal Juni 2020, sebuah toko sepeda di kawasan Gondomanan, Yogyakarta sempat viral karena terdapat antrean mengular hingga ke jalan. Hal ini kemudian ditanggapi dengan beberapa cuitan satir menyoal pentingnya pembatasan fisik selama pandemi. Sebabnya, tak jarang kemudian para pesepeda ini justru berkumpul di beberapa titik di Yogyakarta.

Sampai-sampai, Sultan Hamengkubuwono X memberikan imbauan khusus kepada para pesepeda yang berkumpul di kawasan Malioboro maupun Tugu Jogja tanpa mematuhi protokol kesehatan. Tak hanya itu, Sri Sultan pun mengancam akan adanya pembubaran terhadap koloni-koloni pesepeda ini. Bahkan, Polres Bantul mencatat ada 29 kecelakaan yang melibatkan pesepeda dalam tiga bulan terakhir.

Keluhan tentang arogansi para pesepeda yang berjajar memenuhi lajur jalan raya pun lantas muncul di berbagai tempat seperti di Surakarta pada awal Juni lalu. Seperti dilansir Kompas.com, pihak Dishub Kota Surakarta pun mengaku terjadi peningkatan pengguna sepeda. Tak hanya itu, para pesepeda ini seringkali memakai jalur cepat di jalan raya utama seperti di Jalan Slamet Riyadi Solo, padahal di sisi luar jalur itu ada jalur lambat untuk pesepeda.



Tindakan di luar nalar para pesepeda pun muncul melalui sebuah video viral di Semarang yang menunjukkan sekelompok goweser sepeda lipat Brompton memasuki sebuah kafe dengan sepedanya. Aksi yang terjadi di Resto Bellywise Semarang itu pun sontak memicu hujatan warganet, bahkan ditanggapi oleh Walikota Semarang, Hendrar Prihadi lewat akun Twitter pribadinya. Pihak kafe pun sempat menegur namun dimentahkan oleh para penunggang Brompton itu.

Meski pada dasarnya kegiatan bersepeda itu menyehatkan, namun hal ini sontak menjadi fenomena menggelikan di tengah pandemi dan masa pembatasan fisik berlangsung. Sebab tak jarang, para goweser ini berkerumun dan memakan badan jalan. Meski hal ini pun tak bisa dilepaskan dari ketidaktersediaan jalur pesepeda yang layak di beberapa kota di Indonesia. Lantas, hal-hal apa saja yang kiranya mendorong meningkatnya kultur pesepeda di tengah pandemi ini?

Aktivitas Fisik Menyehatkan Mental

Pusat Kontrol dan Pencegahan Wabah Amerika Serikat (CDC) dalam situsnya mengatakan bahwa pandemi COVID-19 memungkinkan terjadinya stres atau gangguan mental bagi orang-orang di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran terhadap keluarga atau kerabat dan juga perasaan kesepian atau terisolasi. Perasaan ini dapat meningkatkan rasa gelisah dan stres pada seseorang karena tak memiliki ruang berkumpul dengan banyak orang atau menikmati kehidupan bebas seperti sewajarnya.



Terkurungnya masyarakat di tengah kekhawatiran penularan wabah memungkinkan adanya keinginan untuk keluar dan membebaskan diri. Salah satu celah itu kemudian muncul di tengah fase kewajaran baru (new normal) yang belakangan digalakkan pemerintah. Meski kita tahu bahwa penambahan kasus baru di Indonesia pun sampai saat ini belum mencapai puncaknya di gelombang yang pertama. Bagaimanapun, perasaan ingin menunjukkan eksistensi tetap muncul di benak setiap orang dan lantas mengimplementasikannya lewat berbagai cara.

Scott A. Paluska dan Thomas L. Schwenk dalam risalahnya “Physical Activity and Mental Health” menyebut bahwa kegiatan fisik merupakan salah satu cara yang dapat menekan perasaan gelisah dan tekanan psikologis. Hal itu secara tidak langsung akan memengaruhi kesehatan mental secara bertahap. Terlebih, selama pandemi ini tak banyak kegiatan fisik atau olahraga yang bisa dilakukan bersama. Maka dari itu, kegiatan bersepeda dimungkinkan menjadi salah satu cara yang ditempuh oleh beberapa orang dalam melepas stres setelah isolasi diri di rumah dalam waktu panjang.

Direktorat Kebijakan Kesehatan Umum Kota Toronto, Kanada dalam laporannya “Road to Health: Improving Walking and Cycling in Toronto” menyebut aktivitas fisik melalui transportasi aktif seperti bersepeda amat berguna bagi kesehatan masyarakat. Hal ini secara signifikan dapat mengurangi resiko kematian, penyakit jantung, obesitas, diabetes tipe 2, dan beberapa jenis kanker. Kota Toronto mencatat adanya kegiatan fisik seperti berjalan kaki dan bersepeda ke tempat kerja dapat mencegah seratus kematian tiap tahunnya. Hal ini tentunya didukung oleh adanya tatanan jalur pesepeda, pedestrian, dan jalan raya untuk kendaraan bermotor yang padu.

Keterkungkungan masyarakat selama isolasi diri di rumah dapat menimbulkan rasa malas untuk bergerak. Meski bertujuan untuk mencegah tersebarnya wabah, namun kurangnya gerak dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit kronis lain. Hal ini diungkapkan Frank W. Booth, profesor bimoedis dari University of Missouri dalam jurnalnya yang menyebut bahwa penyakit kronis adalah pembunuh utama di era modern. Di mana penyebabnya adalah karena ketidaktifan fisik dalam jangka waktu panjang. Kerentanan tubuh terhadap penyakit kronis muncul tak hanya karena beban psikologis tetapi karena tidak adanya gerak fisik yang berguna mengaktifkan setiap fungsi organ tubuh. Kegiatan fisik yang aktif dapat mencegah atau menunda keterjangkitan seseorang dengan penyakit kronis. Hal ini dihitung dalam jangka waktu seumur hidup melalui kualitas substantif dari aktivitas fisik itu sendiri.

Kultur Bersepeda Selama Pandemi

Beberapa negara di Eropa memiliki kultur bersepeda yang cukup tinggi. Warga negara-negara seperti Belanda hingga Denmark menjadikan sepeda sebagai alat transportasi utama di perkotaan dengan jalur sepeda dan kontur yang relatif datar. Kopenhagen misalnya, ibukota Denmark itu memiliki jumlah sepeda melebihi populasi kota. Sekitar 62% warga Kopenhagenbepergian ke sekolah atau ke tempat kerja menggunakan sepeda. Hampir 26% dari perjalanan di bawah 3,5 mil di Denmark dilakukan dengan sepeda.



Naiknya pamor kultur bersepeda selama pandemi tak hanya menyasar Indonesia. Di Amerika Serikat, pasar sepeda dan suku cadangnya meningkat pada pertengahan Juni 2020. Seperti dilansir Tribune Star, penjualan sepeda mencapai angka US$1 miliar pada bulan April 2020 menurut tim riset pasar NPD Group. Jumlah ini meningkat lebih dari 203% dibandingkan April 2019. Meningkatnya penjualan sepeda ini dipicu karena masyarakat setempat tak dapat mengakses sasana olahraga atau takut berkerumun dalam angkutan umum. Beberapa negara bagian di AS seperti Indiana dan Illinois menutup bisnis non-esensial termasuk pula aktivitas fitnes pada Maret 2020. Lantas hal ini memicu apa yang disebut Forbes sebagai Bicycling Booms 2020, di mana penjualan sepeda kembali meroket setelah pertama kali mengalami lonjakan besar pada era krisis minyak di AS tahun 1970.

Para peneliti dari World Resources Institute menyebut sejumlah pemerintah kota seperti Bogota, Kolombia mewadahi naiknya pengguna sepeda dengan membuka jalur sepanjang 22 mil di Ciclovia selama pandemi. Begitu pula yang terjadi di Philadelphia, AS yang mengalami lonjakan pesepeda sampai 150% selama pandemi.Warga Philadelphia membuat petisi umum untuk membuat ruang lebih bagi pesepeda dan pejalan kaki dengan menutup segmen jalan raya sepanjang 4,4 mil yang biasanya dipakai kendaraan bermotor.

Ibukota Meksiko, Mexico City pun berencana membangun 80 mil jalur sepeda sementara untuk menghindari adanya risiko penularan pada transportasi publik. Hal semacam ini dilakukan pula di kota-kota besar AS seperti Lakland, Minneapolis, Denver, hingga New York City. Para peneliti WRI percaya bahwa sebuah kota dengan banyak pesepeda dapat menunjang kesehatan warga, keamanan jalan raya, kebersihan udara, dan konektivitas yang lebih baik untuk transportasi urban.

Di Indonesia, keberadaan pesepeda untuk urusan kerja dan sekolah memang masih belum berkembang secara masif. Pemerintah Kota Yogyakarta sempat menginisiasi kultur bersepeda untuk sekolah dan bekerja melalui program Sego Segawe yang dimulai tahun 2008 silam. Di kota itu pun terdapat gerakan bersepeda bersama melalui kegiatan Jogja Last Friday Ride yang dilakukan secara massal setiap Jumat terakhir dalam bulan.

Beberapa komunitas pesepeda pun lantas bermunculan di beberapa kota besar dengan jalur sepeda yang memadai. Di Jakarta, komunitas pesepeda untuk bekerja mulai diinisiasi pada Agustus 2005 melalui Komunitas Pekerja Bersepeda atau Bike to Work yang didasari oleh kemacetan, pemborosan energi, dan meningkatnya polusi serta penurunan kesehatan mental masyarakat metropolitan.

Meski begitu, penggunaan sepeda di jalan raya tak serta merta dipatuhi beberapa orang yang mungkin muncul mendadak di tengah pandemi. Selain pentingnya protokol kesehatan, para pesepeda juga harusnya paham bagaimana berkendara di sisi kiri jalan. Hal ini dilakukan secara memanjang dalam satu lajur agar tidak menutup akses kendaraan bermotor yang memakai badan utama jalan. Terlebih, para pesepeda yang umumnya berkelompok perlu mengelola diri untuk tidak bergerombol dalam satu titik jalan atau lokasi.

Sebab, pada dasarnya bersepeda memang baik untuk kesehatan mental semasa isolasi di tengah pandemi. Namun, di sisi lain hal ini perlu disikapi secara bijak dengan memperhatikan protokol lalu lintas dan kesehatan yang berlaku. Belum tentu pula para pesepeda yang muncul di tengah pandemi ini hadir sebagai kultur populer yang berkelanjutan. Justru lebih memungkinkan hal ini hanya menjadi kultur musiman atau sekadar kegiatan ikut arus dalam merespons sepinya jalanan di tengah pandemi belakangan ini.



Kalau tertarik, baca juga yuk berita unik dan menarik lainnya:

1. Model asal Lombok Cuma Minta Mas kimpoi Sandal Jepit dan Segelas Air
2. Hilang Misterius, Pendaki Gunung Guntur Ditemukan dalam Kondisi Aneh
3. Rp11.000 Triliun Uang di Luar Negeri Bakal Kembali ke Indonesia
koi7HernandezJoeakudoel
akudoel dan 11 lainnya memberi reputasi
12
4.2K
103
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sepeda
Sepeda
icon
2.6KThread1.5KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.