andrihadimadjaAvatar border
TS
andrihadimadja
KUMPULAN CERITA SERAM


1. DIMAS INGIN NASI GORENG

Beberapa tahun yang lalu, ketika aku pulang untuk liburan semester, tersiar kabar ada pembunuh berantai berkeliaran di kota kecil kami. Kabar tersebut ramai di grup Whatsapp yang pesannya meminta warga untuk berhati-hati serta waspada. Walau pun pihak kepolisian sudah mengklarifikasi bahwa kabar tersebut adalah hoaks, namun tetap saja banyak warga yang masih merasa cemas oleh kabar tersebut.

Menurut warga, pembunuh berantai itu, konon menghabisi korbannya dengan cara mencincang menggunakan golok. Lalu menguburkannya di suatu tempat yang sampai dengan saat itu, tidak berhasil ditemukan oleh polisi.

Warga juga menduga, pembunuh berantai itu adalah pasien Rumah Sakit Jiwa "Pasti Waras" yang terletak di pinggiran kota. Dia kabur melalui langit-langit rumah sakit, menerobos genting beton yang dicat ungu dan meloncat dari wuwungan gedung  untuk melintasi tembok benteng setinggi 3 meter. Dia jatuh menimpa pepohonan singkong yang tumbuh subur di luar benteng rumah sakit dengan selamat.

Pembunuh berantai itu lalu berjalan kaki secara sembarangan menembus kebun singkong itu. Sepanjang jalan yang dilaluinya, dia telah merusak puluhan pohon singkong sehingga daun dan batangnya banyak yang patah dan bahkan ada yang terjungkal. Arah jalannya membentuk semacam jalan setapak dengan kerusakan pohon-pohon singkong yang sangat parah sebagai tandanya. Dia kemudian tiba di sebuah rumah sepasang suami istri petani yang sudah tua. Membunuh pasutri tersebut dengan golok milik mereka.

Pembunuh berantai itu kemudian menghilang dengan membawa golok dan batu asahan milik petani, demikianlah cerita yang berkembang dari mulut ke mulut di kalangan warga.

Di tengah gencarnya issue yang mengerikan tersebut, Om Bagus dan Tante Tuti yang biasa bepergian ke luar kota untuk urusan bisnis, menjadi merasa sangat khawatir. Soalnya Si mbak pengasuh yang biasa nginap dan bantu-bantu urusan rumah, sudah sebulan pulang ke kampungnya di Gombong dan tak pernah memberi kabar lagi. Sedangkan Dimas, anak mereka --yang juga adalah saudara sepupuku-- masih berumur 7 tahun, masih terlalu kecil untuk dikatakan bisa menjaga diri.

Akhirnya, mereka dengan terpaksa memintaku menginap di rumahnya. Mereka hanya akan pergi selama 2 hari 1 malam dan pulangnya, mereka menjanjikan akan membawa oleh-oleh untuk aku dan Dimas.

Sebenarnya tanpa diiming-imingi oleh-oleh dan hadiah pun aku mau menjaga dan menemani Dimas. Soalnya aku tak punya adik dan dia adalah anak yang periang. Dalam beberapa hal dia bisa sangat menyenangkan. Satu hal yang tidak aku suka dari Dimas adalah sifatnya yang terkadang suka kolokan alias manja. Itu mungkin karena dia anak tunggal. Sementara Om dan tante, sejauh yang aku tahu, selalu mengabulkan permintaan dan keinginan Dimas.

Aku menyanggupi permintaan mereka dengan catatan, Dimas tidak boleh rewel dan harus mau menurut pada perintahku. Dimas setuju. Dia berjanji tidak akan rewel dan bersedia menurut. Dimas bahkan merasa sangat senang ketika aku berjanji selama dua hari tersebut aku akan mengajarinya bermain komputer.

Pada hari yang ditentukan, aku datang pagi-pagi sekali ke rumah Om Bagus. Mereka tampak sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk keberangkatan. Aku membawa laptop dan beberapa novel yang akan kubaca sambil menemani Dimas.

Sebelum berangkat, Tante Tuti telah memasak  makanan yang cukup untuk kami, serta menyediakan sejumlah cemilan di toples dan di dalam kulkas.

Setelah mereka berangkat, aku tak membuangg-buang waktu dan segera mengajari Dimas bermain komputer. Tidak perlu waktu lama untuk Dimas memahami berbagai program dan aplikasi yang terdapat dalam laptop. Dia dengan cepat menyerap dan mencerna apa-apa yang aku ajarkan. Dia ternyata anak yang cerdas!

Setelah merasa yakin Dimas tak perlu tambahan petunjuk, aku segera membiarkannya mengotak-atik laptop dan aku sendiri duduk tidak jauh darinya, tenggelam dalam novel favoritku.

Ketika waktu Dzuhur tiba, aku mengajak Dimas makan siang dan sholat. Dimas menurut dengan gembira, setelah itu dia kembali ke laptop dan mengotak-atiknya lagi. Demikian juga ketika tiba waktu ashar, aku menyuruhnya mandi dan dia menurut tanpa rewel. Aku merasa senang dengan sikapnya yang patuh itu.

Akhirnya malam pun tiba, setelah makan malam dan mencuci piring, aku menyuruh Dimas untuk menggosok gigi setelah itu baru boleh menonton TV sampai jam 9.

Jam 9 adalah waktunya tidur buat Dimas.

Dia menurut waktu kuperintahkan masuk ke dalam kamarnya untuk tidur. Aku sendiri masih duduk di sofa, mencoba menahan kantuk untuk menyelesaikan bab-bab terakhir novel yang kubaca ditemani TV yang kunyalakan dengan suara keras.

Pada jam 10.30 aku benar-benar sangat mengantuk dan novel itu pun sudah selesai kubaca sampai tamat. Tiba-tiba Dimas membuka pintu kamar dengan cara membanting sehingga mengeluarkan bunyi yang sangat keras.

Aku tentu saja terkejut oleh kelakuan Dimas itu. Selama beberapa saat kulihat Dimas berdiri di ambang pintu dan menatapku dengan cara yang aneh, dia kemudian ke luar kamar dan mengatakan ingin buang air kecil ke kamar mandi yang terletak di dekat dapur.
"Setelah itu tidur lagi ya." Kataku dengan rasa terkejut yang masih tersisa. Dimas tidak menjawab, setengah berlari dia pergi ke kamar mandi namun dia hanya berdiri di ambang pintu dapur. Dia kemudian melangkah kembali ke arahku dengan ekspresi wajahnya tampak aneh.
"Kakak, Dimas lapar." Katanya.
"Makan jam segini jelek buat kesehatan Dimas." Kataku, menasehatinya.
"Tapi Dimas lapar Kakak."
"Sudah, masuk kamar dan tidur."
"Gak mau, Dimas lapar."

Aku merasa sebal dengan sikap kolokannya yang datang tiba-tiba seperti itu.
"Ya, udah, ini makan cemilan aja." Kataku.
"Gak mau, Dimas pengen nasi goreng!" Dia berkata dengan nada keras.
"Tukang nasi goreng jauh Dimas, di ujung jalan. Udah makan cemilan aja nih."
"Gak mau gak mau... pengen nasi goreng." Katanya dengan memaksa. Lelaki kecil yang sesiang suntuk tadi sangat penurut itu tiba-tiba berubah perangainya. Dia kemudian merengek-rengek dengan disertai suara jeritan memaksa... pengen nasi goreng! Dimas pengen nasi goreng!!!

Aku benar-benar sebal atas tingkahnya dan merasa menyesal mengapa aku mau menemani anak kolokan ini.

Akhirnya aku mengalah untuk menghentikan rengekannya dan mengambil beberapa lembar uang sepuluh ribuan untuk membeli nasi goreng. Dimas dengan tidak sabar menarik-narik tanganku ke luar dari pintu rumah. Tiba di luar, secara otomatis aku melangkah ke arah kiri di mana dari kejauhan tampak lampu angkringan nasi goreng yang masih menyala dengan terang. Tapi anehnya Dimas malah mencengkram tanganku dengan sangat kuat dan menarikku ke arah yang berlawanan.
"Kamu ini kenapa sih!" Bentakku
"Sssstttt kakak... dengar, tadi waktu Dimas ke dapur, Dimas melihat ada orang bersembunyi di kolong meja... dia membawa golok. Orangnya terlihat aneh dan jahat. Ayo Kak kita ke kantor polisi!" Kata Dimas. "Dia mungkin pembunuh berantai itu."

Aku terpana sejenak, mencoba menakar kebenaran kata-kata Dimas. Namun akhirnya setelah menimbang-nimbang, aku memutuskan pergi ke kantor polisi yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah dan melaporkan apa yang dilihat Dimas.

Dimas sendiri dengan sangat antusias menceritakan semuanya kepada petugas, sementara aku berkali-kali menguap menahan kantuk.

Beberapa menit kemudian serombongan polisi mendatangi rumah Om Bagus dan berhasil menangkap seorang lelaki kurus bermata cekung. Dia sedang bersembunyi di kolong meja dapur persis seperti yang diceritakan Dimas. Petugas kepolisian pun membawa orang tersebut ke kantor mereka untuk dimintai keterangan. Sebuah barang bukti berupa golok yang sangat licin dan  sangat tajam karena sering diasah disita oleh petugas.

Sebelum dinaikkan ke atas bak mobil double cabin kepolisian, lelaki kurus bermata cekung itu seperti tak bisa dihentikan untuk terus menatapku. Aku mustahil melupakan tatapan matanya yang mengerikan itu. Benar-benar membuat darahku menjadi beku. Sepertinya ada suatu kekuatan misiterius di balik tatapan itu sehingga membuat aku merinding dan merasa ciut.

Keesokan harinya, ketika makan pagi, Dimas bercerita bahwa malam itu dia tidak bisa tidur dan berniat meminta izin kepadaku untuk bermain laptop. Tapi dia takut aku tidak  akan mengizinkannya. Jadi selama beberapa menit dia berdiri dan mengintipku dari pintu kamarnya yang dia buka hanya secelah mata.

Di saat dia merasa ragu untuk menggangguku, yang sedang asyik membaca novel ditemani suara TV yang keras, Dimas melihat ada orang masuk lewat jendela, persis di belakangku. Orang itu kemudian berdiri dengan senyum menyeringai sambil mengacungkan golok dan mengarahkannya ke kepalaku --tepatnya, ke leherku. Sepertinya, hanya dengan sekali sabet saja, golok kelimis itu akan langsung memutuskan leherku. Memenggal tanpa ampun untuk memisahkan kepala dengan  pundak tubuhku; di mana seharusnya kepalaku berada.

Saat itu sebetulnya Dimas sangat ketakutan. Dia membanting pintu kamar dengan sekeras-kerasnya karena didorong rasa takut serta rasa kejut yang tak terkira. Dimas sendiri tidak menyangka bantingan pintunya sedemikian kerasnya, sehingga membuat orang yang mengacungkan golok itu terkejut dan berlari dengan sangat cepat ke dapur. Orang itu kemudian bersembunyi di kolong meja.

Aku terpana mendengar ceritanya. Bahkan nyaris tak bisa mempercayainya.

***

Beberapa bulan kemudian, ketika aku kembali kuliah dan melupakan semua kejadian itu, teman-teman sekampung yang ngekost tak jauh dari tempat kostku berada, heboh mengenai terbongkarnya kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh seorang psikopat di sebuah kota kecil di mana kami tinggal.

Kapolsek yang memimpin pengungkapan kasus itu menjelaskan modus operandi psikopat tersebut. Dalam aksinya, psikopat itu masuk melalui jendela dan menghabisi korbannya dari belakang. Lalu mencincangnya dan menguburkannya di beberapa tempat yang berbeda. Sampai dengan saat Kapolsek tersebut menjelaskan kasus tersebut, sudah ditemukan 27 lubang kuburan yang mengubur potongan-potongan  tubuh manusia. Lubang-lubang kuburan itu ditemukan di 5 titik lokasi yang berbeda di kota kecilku.
"Ada satu lubang yang kami temukan di pinggir hutan Perhutani, dekat perkebunan singkong milik warga, yang berisi potongan-potongan tubuh yang berasal dari dua orang. Kami menduga itu adalah potongan-potongan tubuh sepasang suami istri petani singkong yang dilaporkan menghilang beberap bulan lalu." Kata Kapolsek tersebut dalam sebuah siaran pers yang diliput oleh sangat banyak sekali wartawan.

Berita itu kemudian menjadi berita utama di seluruh jaringan TV  nasional selama berhari-hari dan juga menjadi viral di  berbagai media sosial.

Sementara aku sendiri merasa terguncang dan sekaligus bersyukur.

Bagaimana pun aku ingat persis, aku pernah sangat sebal kepada seorang anak lelaki kecil  yang merengek-rengek minta dibelikan nasi goreng pada jam setengah sebelas malam.

Kalian harus tahu, apa yang dilakukan oleh Dimas, itu adalah cara terbaik menyelamatkan diriku agar tidak dicincang dan dipotong-potong oleh psikopat itu kemudian dikuburkan di suatu tempat yang tidak akan pernah ditemukan oleh siapa pun.

Bahkan sampai dengan saat ini, aku masih sering merasa trauma jika ada teman atau saudara yang mengajakku membeli nasi goreng malam-malam.***
(Karya GALUH WARDANA SYARON, sumber: noveltoon)


zaiimport
aan1984
adief.suryanto
adief.suryanto dan 12 lainnya memberi reputasi
13
2.5K
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.