chiiammu02
TS
chiiammu02
[Cerpen] Lukisan
Dokpri

Lukisan

Penulis : Chii Ammu
Genre : Mistery, Horor



Tak ada yang bisa menyentuhku seujung kuku, kecuali kematian. Sudah banyak orang-orang seperti mereka kubunuh. Mereka yang mencuri harta Ayah.


~~~~~~~••••~~~~~~~




Awan mendung menggantung menutupi terik matahari. Dari jauh kulihat Gery bersama dua lelaki sebaya dengannya membawa ransel.

Gery bersama kedua temannya mendatangiku yang menunggunya di taman. "Nearby, ikut kita curi lukisan di rumah itu, yuk!" ajaknya.

"Kusarankan kalian jangan ke sana!" Saran yang tepat untuk mengurung niat mereka ke rumah seniman gila itu. Aku sengaja menunggunya di sini untuk melarangnya pergi untuk mencuri.

Rumah itu sudah cukup mencuri perhatian Gery sejak berita yang viral di media pemburu harta seminggu lalu. Sebelumnya, dia sudah bicarakan niatnya beberapa hari yang lalu dan mencari teman yang berani untuk ikut mencuri lukisan dirumah kosong itu. Ternyata dia benar-benar serius mengerjakan niatnya. Mencuri lalu menjualnya pada kolektor barang.

Rumah megah di pinggiran kompleks, samping kanan-kirinya tanah kosong di tambah cat tembok yang pudar karena tak terawat membuat rumah itu sudah sangat lama tak berpenghuni. Menyeramkan. Rumah yang dulunya di kenal pemilik seorang seniman yang karyanya fenomenal dengan harga melangit. Lima tahun yang lalu di beritakan seniman itu hilang, rumahnya terkunci. Polisi tak kunjung menemukan titik kabar tentang seniman itu dan akhirnya dihentikan pencariannya. Karena seniman itu tak punya sanak saudara maka rumah itu tak ada yang menghuni dan terbengkalai. Banyak lukisan terbengkalai dengan nilai jual melangit yang tersimpan di sana.

Setiap peninggalan tentunya ada rumor. Rumah megah yang sudah luntur catnya itu seperti tempat-tempat lainnya yang kosong bertahun-tahun dan memiliki kisahnya tersendiri. Rumor yang beredar tentang rumah seniman itu siapapun yang mencoba mengambil lukisan tersebut maka akan dihantui sepanjang hidupnya, mengalami stres, dan akhirnya memilih bunuh diri.

Sepertinya Gery mengabaikan rumor yang beredar tentang orang-orang yang telah menjadi korban karena mencoba mencuri lukisan seniman gila itu.

"Nggak Asyik, ah!" Gerutunya. "Masa kita bertiga."

"Aku hanya bisa sarankan jangan ke sana. Urungkan saja niatmu, Gery,” ujarku melarang kembali dengan menatap raut wajahnya yang berubah bad mood. Dia tak boleh mencurinya.

"Yauda, kalo nggak mau ikut! kita bertiga tetap akan pergi. Cerita murahan di takuti." Cetus Gery lalu melangkah pergi meninggalkanku sendirian.

'Murahan?' tatapku. Dia mengabaikan perkataanku.

"Kamu ada aja, ngajak anak perempuan. Ya, tentu nggak berani," papar temannya berkacamata. Suaranya masih terdengar olehku meski langkah mereka sudah menjauh.

Uang telah mencuri akal sehat. Uang mengubah seorang menjadi lupa sebuah keselamatan. Uang seolah raja dari atas raja lainnya. Kubenci orang-orang yang seperti itu. Budak dari uang.

Setiba di lokasi. Jalanan sangat sepi, Gery dan dua temannya memantau memastikan tidak ada orang yang tahu niat mereka. Entah, kemana orang-orang tinggal di sekitar tak seorang terlihat melintas di jalanan di siang terik ini. Gery pun melompat pagar di susul kedua temannya karena gerbangnya terkunci rantai yang sudah berkarat.

"Woow ... rumah sebesar ini harus kosong, bagaimana caranya jadi milikku, ya?" Decak si kacamata kagum.

Masih ada tembok dengan warna yang utuh, masih terlihat kilau karena terbuat dari marmer dengan corak batu permata sehingga tak terlihat pudar.

"Nggak bakal, deh." Gery menimpali hal itu tak mungkin terjadi. Punya rumah megah cuma khayalan untuk temannya.

Gery mulai mengintai luar pagar takut ada orang yang melihat. "Cepat masuk, nanti ada yang lihat kita jika terus di depan pagar."

"Gimana cara masuk ke dalam rumahnya itu? Semuanya terkunci, Gery." Pintu rumah megah itu tampak tertutup rapat dan seakan tak ada celah untuk masuk.

"Teman-teman! Sini-sini!" panggil temannya berpostur tinggi, tak berambut melambaikan tangannya di jendela yang pecah. Entah, sejak kapan anak itu sudah di sana.

Mereka pun masuk lewat jendela dan menyusuri setiap kamar. Lalu menemukan gudang yang penuh dengan kain-kain putih. Mereka menyingkap setiap kain putih yang ada di sana.

"Benar-benar luar biasa lukisannya!" Gery berdecak melihat lukisan senja yang membara pada kertas kanvas dekat sofa penuh debu.

"Pantaslah harganya mahal," timpal si jangkung.

"Ayo, kita bawa!" seru si kacamata siap-siap membuka ranselnya.

"Bentar, di sana ada kain yang belum di buka," Ujar Gery menghampiri kain di pojok ruangan yang penuh sarang laba-laba.

"Kalian sudah selesai?" tanyaku seketika melihat mereka yang merapikan lukisan untuk dimasukkan ke dalam ransel. Ya, aku mengikuti mereka tanpa sepengetahuan.

"Eh ... Nearby, sejak kapan?" Kejut si kacamata.

Mereka semua terkejut begitu melihatku di ambang pintu. Karena Gery memanggilku Nearby, mereka ikut memanggilku dengan nama itu.

"Aku mengikuti kalian, khawatir saja." Kataku memandang mereka semua di ambang pintu.

"Kamu lihat 'kan? Kami baik-baik saja, lagi pula mana ada hantu di siang bolong. Itu cuma akal-akalan mereka menakutin biar nggak ada yang berani kemari," tukas si kacamata.

Aku melihat Gery menyingkap kain putih, kedua temannya menyusul mendekati Gery dan melihat lukisan terakhir yang melukiskan wajah seorang.

"Anak gadis, yah? Latarnya indah sekali," Gumam si kacamata membenarkan kacamatanya yang melorot.

"Di lihat-lihat mirip dengan teman perempuanmu itu, Gery?" bisik si jangkung lalu melirikku yang berdiri dibelakang mereka. "Mungkin itu, nama gadis yang di gambar, Nearyn Barry." Tunjuknya pada sebuah nama disudut lukisan.

"Gery?"

Kulihat punggung Gery yang bergeming setelah mendengar ucapan temannya, serta nama yang tak asing baginya tercantum di lukisan itu.

"Ada catatannya 'semoga kamu tenang di alam sana, maafkan ayahmu tak pernah perhatikan kamu, nak'. Oh ... jadi anaknya meninggal."

"Nearby, sini lihat lukisan mirip sama kamu!" panggil si kacamata mengajakku bergabung.

"Nearyn Barry itu namamu, 'kan?" Gery beranikan diri menanyakan lukisan gadis yang di lihatnya. Memastikan sesuatu yang menggangu dalam pikirannya dan meminta penjelasan dari lukisan tersebut.

"Ya, gadis dalam lukisan itu adalah aku Nearyn Barry," jawabku mengiyakan jika wajah dan nama dalam lukisan itu benar. "Dan ... aku tak akan membiarkan kalian mengambil lukisan milik ayahku."

Kulihat raut wajah Gery tak percaya, jika aku adalah gadis dalam lukisan itu. Gadis yang selama ini yang tak tahu siapa namanya jadi bahan perbincangan oleh masyarakat yang menakuti para penggila harta yang menerobos dan mencoba mencuri lukisan warisan ayahnya.

Hari itu Ayah hilang cukup lama saat menolak tawaran jutawan yang menyukai sebuah lukisan gadis bermata biru bening berlatar tepi hutan. Lalu berapa tahun ditemukan meninggal atas dasar pembunuhan dengan motif si pelaku ingin menguasai lukisan yang tidak terjual itu. Pembunuh itu seorang jutawan hingga kasusnya tertutup dengan uang, meski begitu kematian dibalas kematian. Akulah yang mengadilinya.

Mesti membenci Ayah atas waktunya. Tapi, kematiannya tak bisa diterima jika dibunuh atas ingin memiliki barang yang bukan miliknya. Lalu menculik Claryn saudara kembarku. Orang-orang seperti itu tak pantas hidup.

"Kalian ingin mati, 'kan?" tatapku mempertajamkan dua mata pisau. Aku sudah menyarankan mereka untuk tidak melakukan tindakan bodoh masuk ke rumah ini. Apalagi mencuri barang yang tak boleh dicuri.

"Nearby ... buang pisau itu! Kau gila!" pinta Gery dengan intonasi tinggi.

"Haha... haha... sudah aku sarankan kalian jangan mencuri yang bukan miliknya. Tapi, kalian tak pedulikan, aku pun tak peduli juga untuk bunuh kalian!" Aku tertawa melihat ekspresi mereka gelisah. Apalagi Gery, memiliki tubuh yang ideal dan seorang yang kuinginkan.

Braak!! Aargh!!

"Kini siapa yang akan terbunuh!" Kataku menancapkan pisau ke jantung anak yang ketahuan menyerangku secara diam.

Tak ada yang bisa menyentuhku seujung kuku, kecuali kematian. Sudah banyak orang-orang seperti mereka kubunuh. Mereka yang mencuri harta Ayah.

"Anton!" teriak Gery melihat temannya yang jangkung tergeletak tak bernyawa. "Cepat kita kabur!" Gery dan temannya berkacamata mencoba kabur lewat jendela yang mereka pecahkan.

Aku melempar dua pisau sekaligus ke arah mereka berdua yang berlari.

"Aaaaarrgh!!" sasaranku selalu tepat, terdengar suara lengkingan kesakitan.

"Kalian akan jadi model terbaruku, mari kita ke kamar untuk melukis." Aku menyeret tubuh Gery dan temannya ke tempat semula, tempat lukisan ayah berada. Bakat Ayah turun kepadaku, namun caraku membunuh calon model lebih dahulu agar mendapatkan chemistry dan hidup dalam lukisanku. Dan seorang yang tahu itu Claryn tubuh yang kupinjam saat ini. Aku tak bisa membunuh mereka dalam bentuk arwah.



Tamat


Baca Cerpen Hot Thread Lainnya :Villa Berdarah :


Hello Readers, terima kasih sudah membaca karya cerpen amatiran aku🌷

Ditunggu komentarnya, butuh Krisan dan kritik jika ada yang ambigu atau apa untuk membantu tulisanku😉

Cerpen Horor Hot Thread : Bayangan Hujan
Diubah oleh chiiammu02 08-07-2020 07:33
evywahyuniembunsuciLelo11
Lelo11 dan 12 lainnya memberi reputasi
13
1.3K
36
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.