si.matamalaikat
TS
si.matamalaikat
Hartini, Ibu Negara Yang Dibenci Dan Tidak Pernah Disukai
Saat masih sekolah, kita mengenal Fatmawati sebagai First Lady (Ibu Negara), faktanya setelah kita tamat sekolah. Kita mengetahui fakta yang mengejutkan, bahwa bukan hanya Fatmawati yang pernah menjadi First Lady.


Meskipun Soekarno sempat menikah lagi, tak akan ada yang bisa menggantikan nama Fatmawati dalam setiap kisah pelajaran sejarah sekolah, Fatmawati tetap menjadi First Lady walaupun sempat muncul sosok Hartini. Tempat sebagai First Lady tetap milik Fatmawati, begitulah janji Soekarno. Bahwa tidak akan ada permaisuri lain yang akan menggantikan Fatmawati, walaupun pada akhirnya ia memilih untuk pergi.


Karena cinta, alasan Soekarno meninggalkan sang First Lady. Dan kemudian menikah lagi dengan wanita bernama Hartini, pernikahan ini sempat menjadi kontroversi. Karena Soekarno menjadikan Hartini sebagai istri kedua, padahal ia masih menjadi suami Fatmawati.




Hartini dan Soekarno

Sumber




Jatuh Cinta Karena Sayur Lodeh


Soekarno pertama kali bertemu Hartini di Kota Salatiga, Jawa Tengah. Waktu itu Soekarno sedang mampir untuk jamuan makan dikediaman Walikota Salatiga, sayur lodeh menjadi menu utama waktu itu. Sayur lodeh juga merupakan menu favorit Sang Putra Fajar, setelah selesai makan. Soekarno penasaran dengan siapa yang memasak sayur itu, usut punya usut ternyata Soekarno sangat menyukai masakan sayur lodeh tersebut. Dia pun bertanya pada orang-orang disana, Soekarno ingin bertemu dengan orang yang memasak sayur yang enak tersebut.


Dengan malu-malu dan wajah menunduk, sosok Hartini maju ke depan kerumunan. Dan mengatakan bahwa ia yang memasaknya, disinilah awal mula Soekarno mulai jatuh hati pada Hartini. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta untuk meresmikan Masjid Syuhada, Soekarno menuliskan kalimat cinta pada selembar kertas untuk Hartini. Dalam kertas itu Soekarno menuliskan kalimat,“Tuhan telah mempertemukan kita Tien, dan aku mencintaimu. Ini adalah takdir.”


Pertemuan kedua mereka terjadi masih di tahun yang sama, waktu itu tahun 1952 di Prambanan, Yogyakarta. Saat peresmian teater terbuka Ramayana, waktu itu usia Hartini 28 tahun sedangkan Bung Karno 51 tahun. Lewat perantara, Soekarno mengirim sepucuk surat cinta dengan menggunakan nama samaran Srihana. Dalam surat itu Soekarno menuliskan kalimat romantis seperti berikut “Ketika aku melihatmu untuk pertama kali, hatiku bergetar” , demikian kata Srihana (Soekarno) yang terpesona dengan Hartini.




Hartini

Sumber



Hubungan mereka semakin dekat, setelah pertemuan itu keduanya sering berkirim surat. Jika Soekarno adalah Srihana, maka Hartini adalah Srihani. Nama Srihani diberikan Soekarno untuk nama samaran Hartini, untuk menyebutnya dalam setiap surat yang ditulisnya.


Bukan Soekarno namanya jika tidak pandai merayu, dalam salah satu suratnya Srihana pernah menuliskan kalimat romantis seperti ini, “Tien, kita memang ditakdirkan untuk bertemu. Engkau dan aku memang musti bersatu, cinta kita adalah takdir.” Kata-kata romantis disetiap suratnya, sukses membuat sosok Srihani bimbang dan perasaannya jadi tak menentu.
Tien sendiri adalah panggilan sayang Soekarno untuk Hartini.


Menurut wartawan Rosihan Anwar dalam tulisan, Sejarah Kecil: Petite Histoire Indonesia Jilid 5. Hartini adalah kenalan Panglima Divisi Diponegoro waktu itu, Kolonel Gatot Subroto. Gatot adalah sosok yang memperkenalkan Hartini kepada Soekarno waktu itu, sementara itu menurut sejarawan Monash University, John David Legge. Menuliskan bahwa, hubungan yang terjalin antara Hartini dan Soekarno berkat bantuan perantara Kepala Staf Istana waktu itu. Yang dijabat oleh Mayor Jenderal Soehardjo Hardjowardjojo, Soehardjo yang berperan dalam mengatur pertemuan mereka. Sebelum dinikahi Soekarno, Hartini sendiri tinggal di Salatiga, dia sering melakukan penerbangan dari Semarang ke Jakarta untuk bertemu dengan Soekarno.




Hartini Janda Dengan 5 Anak


Hartini sendiri lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 20 September 1924. Ayahnya adalah pegawai dinas kehutanan, yang sering berpindah kota tempat tugas. Dia menjalani pendidikan SD di Malang, saat pindah ke Bandung. Ia diangkat anak oleh keluarga Oesman, disana Hartini melanjutkan pendidikan di Nijheidschool (Sekolah Kepandaian Putri) Bandung. Hartini menamatkan SMP dan SMU di Bandung, saat remaja Hartini tumbuh menjadi gadis yang cantik. Sebelum bertemu Soekarno, Hartini sudah lebih dulu menikah dengan Soewondo, seorang dokter.


Suaminya adalah kenalan Kolonel Gatot Subroto, Hartini menikah dengan sang dokter saat usianya masih sangat muda. Perkimpoian yang membuahkan lima anak itu pada akhirnya harus kandas. Meski telah bercerai, Hartini waktu itu masih tinggal dan menetap di Salatiga, Jawa Tengah.




Hartini

Sumber



Ketika bertemu dengan Soekarno, Hartini sudah berstatus janda. Walaupun begitu, hal ini tidak menghalangi niat Bung Karno untuk menjadikan Hartini sebagai istrinya. Walapun dia tahu status Hartini sebagai janda dengan lima anak, dan usia yang terpaut jauh yakni 23 tahun. Namun Sang Putra Fajar tetap ingin menjadikannya sebagai istri. Padahal selama masa perjuangan Soekarno dikenal sebagai sosok yang antipoligami, tapi pasca masa perjuangan usai ia justru dikenal sebagai orang yang mempraktikan poligami itu sendiri. Lezatnya sayur lodeh telah mengubah cara berpikir Sang Putra Fajar.




Rengekan Kepada Fatmawati Untuk Menikah Lagi


Meski sang First Lady Fatmawati sudah memberi lima anak untuk Soekarno, bahkan dua di antaranya laki-laki, hal ini tidak membuat Soekarno gentar untuk menikah lagi. Pada tahun 1953, malapetaka datang kepada Fatmawati. Waktu itu umur anak bungsu mereka, Guruh, baru berusia 2 hari.Soekarno dengan tenang bicara pada istrinya saat sedang berdua di tempat tidur.


“Fat, aku minta izinmu, aku akan kimpoi dengan Hartini."Perkataan itu jelas menyakitkan, semua perempuan pada dasarnya tak mau dimadu. Fatmawati membalas ucapan Soekarno tersebut, “Boleh saja, tapi Fat minta dikembalikan pada orangtua. Aku tak mau dimadu dan tetap anti poligami.”




Ibu Fatmawati saat menjahit merah putih.

Simber



Meski mendapat penolakan, tak membuat Soekarno menyerah begitu saja. Ia langsung mengeluarkan jurus maut dan berkata seperti ini, “Tetapi aku cinta padamu dan juga aku cinta pada Hartini.” Namun Fatmawati tetap bersikeras menolak usulan sang suami dengan berkata, “Oo, tak bisa begitu!” jawabnya waktu itu.


Begitulah saat bagaimana Soekarno akan meminta izin poligami pada Fatmawati, hal ini diakui Fatmawati sendiri, dalam buku Catatan Kecil Bersama Bung Karno Volume 1 (1978:80). Meski mendapat penolakan dari sang istri, namun Soekarno nekat untuk menikah lagi.



Syarat Dari Hartini


Sedari awal bertemu Soekarno, Hartini tahu bahwa Sang Proklamator sudah memiliki istri. Sampai saat Soekarno akan meminangnya, Hartini pun dibuat bimbang. Namun setelah meminta saran dari kedua orangtuanya dan memantapkan hati, akhirnya Hartini luluh dan menerima pinangan Soekarno.


Sebelum menikah, Hartini memberikan satu syarat pada Soekarno. Beliau memberi syarat yang membuat Soekarno bergetar hatinya, perempuan anggun dan sederhana ini meminta pada Bung Karno agar tetap menjadikan Fatmawati sebagai First Lady. Ia juga meminta agar Fatmawati jangan sampai diceraikan.




Sumber


Hartini bersedia menjadi istri kedua, dan dia sangat menaruh hormat sepenuhnya pada Fatmawati, satu kalimatnya yang diucapkan pada Bung Karno waktu itu, "Saya rela jadi istri kedua, dan jangan ceraikan Bu Fat. Karena kami sama-sama wanita."


Pada akhirnya Bung Karno resmi menikahi Hartini pada tanggal 7 Juli 1953 di Istana Cipanas, Jawa Barat. Bertindak sebagai wali nikah saat itu adalah kepala pasukan pangawal pribadi presiden, Mangil Martowidjojo. Pernikahan ini digelar secara sederhana, dan dihadiri hanya orang tertentu saja. Sejak saat itu Hartini resmi menjadi istri kedua Bung Karno, karena saat menikahinya Soekarno tidak menceraikan Fatmawati.



Poligami Yang Penuh Kontroversi, Membuat Fatmawati Angkat Kaki


Fatmawati yang mengetahui pernikahan ini pun dibuat jengkel bukan kepalang, hingga memutuskan angkat kaki dari Istana Negara. Ia lebih memilih tinggal di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan. Tapi ia tidak bisa mendapat hak cerai dari Soekarno yang sudah menikahi Hartini.


Fatmawati adalah ibu dari lima anak Soekarno, oleh sebab itu sampai kapan pun Fatmawati tetap akan menjadi First Lady (Ibu Negara), meski istri Soekarno bertambah dan terus berganti, itulah janji Sang Proklamator dulu. Setelah Fatmawati angkat kaki, Soekarno tidak menempatkan Hartini di Istana Negara. Ini salah satu cara Soekarno menjaga perasaan Fatmawati dan 5 anaknya, waktu itu Hartini tinggal di paviliun Istana Bogor. Hari Jumat siang dan Senin Pagi adalah kunjungam rutin Soekarno untuk Hartini, sementara untuk kunjungan luar negeri, Soekarno selalu pergi sendiri tanpa didampingi istri, namun semua itu belum cukup.


Pernikahan itu tetap membuat heboh publik, khususnya kaum wanita. Organisasi Persatuan Istri Tentara (Persit), Kongres Wanita Indonesia (Kowani), dan Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari), kompak berunjuk rasa dan menolak poligami Soekarno. Mereka menganggap poligami merendahkan martabat perempuan, Perwari juga mendukung penuh keputusan Fatmawati keluar dari Istana Negara.


Nani Suwondo, aktivis Perwari mengatakan bahwa Hartini tak lebih dari seorang perempuan panggilan kelas atas ketika itu. Protes juga datang dari anggota Gerakan Wanita (Gerwani), mereka melakukan demonstrasi di depan rumah Hartini di Salatiga. Sampai melempari jendela rumahnya.




Soekarno dan Hartini bersama duta besar AS, Howard Jones dan istrinya.

Sumber



Tak sampai disitu, beberapa surat kabar ibukota juga ikut mengkritik pernikahan Soekarno-Hartini. Harian Indonesia Raya dengan pemimpin redaksi Mochtar Lubis dan harian Pedoman pimpinan Rosihan Anwar, gencar melancarkan berita anti pernikahan Soekarno dengan Hartini. Hal ini juga sempat membuat Soekarno jengkel pada masanya, ketika banyak orang yang mengkritik pernikahannya dengan Hartini.


Perlakuan tidak menyenangkan datang langsung dari Persatuan Istri Tentara (Persit), ibu-ibu Persit kompak mengucilkan sosok Hartini. Setiap kali para perwira tinggi TNI AD mendapat undangan resmi untuk bertemu Soekarno. Para ibu-ibu ini menolak untuk datang menemani suaminya, jika ada kemungkinan akan bertemu sosok Hartini.


Meskipun tidak sampai memusuhi, namun para ibu Persit merasa tidak cocok dan sreg dengan sosok Hartini. Apalagi setelah muncul peraturan dari KSAD di tahun 1952, diterbitkan oleh Jenderal AH. Nasution. Yang melarang perwira TNI memiliki dua istri, kecuali memang dalam keadaan mendesak hal itu masih diperbolehkan, namun dengan izin komandan masing-masing.




Nasution, Hartini,
Soekarno.

Sumber



Peraturan inilah yang menjadi pedoman Persit, bahwa menurut pandangan Persit, mereka hanya mengenal istri pertama sebagai Ibu Negara. Jenderal Nasution pun demikian, sebagai sosok orang yang antipoligami. Beliau juga sebenarnya tidak suka dengan sosok Hartini sebagai istri kedua. Ia dan istrinya yang juga antipoligami, selalu menghindari pertemuan dengan Hartini di Istana Bogor.


Namun pada akhirnya Nasution tetap datang ke Bogor dan bertemu Hartini, setelah mendapat undangan langsung dari Soekarno setelah acara Halal Bihalal di Istana Negara. Meskipun ia datang ke Bogor, namun ia tak pernah mengajak sang istri untuk menemaninya datang ke Istana Bogor.




Mendapat Gelar pramuria Agung


Bukan hanya dari ibu-ibu Persit, Hartini juga mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari para mahasiswa yang anti Soekarno. Mahasiwa yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), melakukan aksi corat-coret pada dinding rumah Hartini di Bogor, dalam coretan itu para mahasiawa menuliskan kalimat "pramuria Agung dan Gerwani Agung". Aksi ini dilakukan tahun 1965-1966, menjelang lengsernya Soekarno. Hal ini tentu membuat Soekarno marah besar waktu itu.


Pada 18 Januari 1966, 10 orang mahasiswa perwakilan KAMI Pusat, KAMI Jaya dan KAMI UI, dipanggil menghadap Presiden Soekarno. Presiden memarahi para mahasiswa, terutama dari PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) karena aksi corat-coret di tembok rumah istrinya.




Sumber


Saat semua sudah berkumpul, Soekarno meluapkan kemarahannya dengan berkata, "Mana PMKRI ?. Kamu tahu apa yang dilakukan oleh mahasiswa di rumah Ibu Hartini ?. Kau tahu rumah Ibu Hartini dicoreti 'pramuria Agung', 'Gerwani Agung'. Kau tahu apa artinya pramuria ?, dia istriku dan aku adalah Bapakmu ! Jadi dia ibumu juga !" Kata Soekarno waktu itu.


Hal itu dituliskan oleh Soe Hok Gie, dalam buku Catatan Harian Seorang Demonstran. Selain PMKRI, mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), tak luput dari sasaran amarah Soekarno. Soekarno melontarkan pertanyaan pada para mahasiswa tersebut, "Inikah yang diajarkan Yesus pada kalian? Mana HMI ? Apakah ini ajaran Nabi Muhammad ?", bentak Soekarno dengan penuh amarah, para mahasiswa hanya terdiam waktu itu.


Pada momen inilah Soekarno merasa benar-benar dibuat marah oleh mahasiswa dalam sejarah, kelak aksi ini akan menjadi cikal bakal yang menumbangkan era Orde Lama. Serta menggantikannya dengan era Orde Baru, sejarah pun berulang kembali, dimana Orde Baru pada akhirnya tumbang oleh mahasiswa juga.




Kehidupan Setelah Lengsernya Soekarno


Meskipun mendapat banyak kritik, hujatan, dan gunjingan. Namun Hartini tetap sabar dan kalem dalam menghadapinya, dia tidak pernah merespon semua hal negatif yang dialamatkan padanya. Ia tetap fokus menjalankan tugas sebagai seorang istri, bahkan dibeberapa kesempatan. Ia terlihat menemani Soekarno saat menemui beberapa orang tamu dari negara lain.


Sikap lemah lembut, setia, bekti pada suami (berbakti) dan nrimo (menerima) serta tak pernah membantah adalah sikap yang disukai Soekarno dari Hartini. Ditambah pakaian kebaya yang selalu digunakannya. Membuatnya tampak cantik dan anggun, cerminan sosok wanita Jawa saat itu. Hal ini yang membuatnya mampu bertahan menghadapi segala cercaan dari banyak pihak, dan setia disisi Sang Putra Fajar.




Sumber


Setelah Soekarno lengser dari kursi kekuasaannya dan meninggal tahun 1970, Hartini tinggal bersama ketujuh anaknya. Ia membuka usaha kecil-kecilan untuk menghidupi mereka, uang pensiun Soekarno baru diberikan pemerintah pada tahun 1980, dan uang itu harus dibagi tiga dengan Fatmawati dan Ratna Sari Dewi.


Hartini sendiri menutup usia di Jakarta tanggal 12 Maret tahun 2002, jenazahnya dilepas oleh Megawati Soekarnoputri, anak tirinya yang saat itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Pernikahan dengan Bung Karno, Hartini dikaruniai dua anak, yakni Taufan Soekarnoputra dan Bayu Soekarnoputra.


Hartini bukan yang terakhir mengisi hati Soekarno, masih ada Kartini Manoppo, Yurike engasr, Haryatie, sampai Ratna Sari Dewi. Diantara semua istri Soekarno, Hartini lah salah satu istri yang selalu mendukung Soekarno dalam berbagai hal, bahkan ketika Soekarno memutuskan menikah lagi dengan Ratna Sari Dewi, Hartini tetap merestui.




Hartini dan Soekarno

Sumber



Hartini adalah tipe istri ideal menurut pandangan Soekarno, ia yang merawat sang suami dengan sepenuh hati, ketika masa kejatuhannya. Saat mulai diusir dari Istana hingga kritis di Wisma Yaso Hartini masih setia menemani, bahkan dipangkuan Hartini pula Sang Putra Fajar menghembuskan nafas terakhirnya.


Sosok Hartini mengajarkan kita bahwa kebijaksanaan adalah hal yang begitu susah dilakukan, apalagi jika berbau dengan masalah berbagi. Sikap yang lemah lembut, setia dan penuh kasih, membuat Bung Karno sempat punya keinginan agar Hartini kelak dimakamkan di sampingnya saja. Begitu besar cinta Sang Putra Fajar pada Hartini, menandakan bahwa sosoknya tak hanya mau bersanding saat keadaan senang, tapi hingga masa susah sekali pun, Hartini tetap setia menemani.


JAS MERAH





Referensi: 1.2.3.4.5.6
Ilustrasi: google image
Diubah oleh si.matamalaikat 01-06-2020 02:19
brokenroadPupilsxonetien212700
tien212700 dan 102 lainnya memberi reputasi
101
21K
277
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & Xenology
icon
6.5KThread10.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.