erwhyienzstAvatar border
TS
erwhyienzst
Perceraian ini (mungkin) menghancurkanku secara perlahan.
Perceraian ini mungkin menghancurkanku secara perlahan.

Judulnya mungkin sedikit lebay, tapi disaat ane menulis, seperti itulah yang ane rasakan.
Tapi disaat ane melupakan peristiwa itu juga sikap-sikapnya(yg kurang ajar) selama ini, ane merasa biasa saja.

Mungkin benar perpisahan ini yang terbaik, (saat ane merasa gembira).
Tapi saat ane down, ane merasa perpisahan ini seperti pukulan telak bagi mental ane sebagai seorang pria.

Bagaimana tidak, disaat perasaan ane terhadapnya sedang ane (belajar) jaga agar tidak redup, dia memilih menyerah dan tidak mengupayakan bertahan.

Rumah tangga itu butuh kerja sama, jangan terlalu menitik beratkan pada suami. Ane selalu berkilah mungkin ini ujian kesabaran bagi ane punya istri seperti ini. Tidak ada mesra2nya(manja) ke suami, pendiam(pelit bicara), libidonya rendah, oke ane terima itu sebagai kekurangannya. Dengan harapan semoga bertahun setelah menikah bisa sedikit berubah.

Diawal(minggu2 pertama) jd pengantin baru, sifat2 tersebut ane kira sebagai rasa malu saja, tp berbulan setelah bersama masih tetap ada maka ane simpulkan mungkin itu wataknya. Tapi yg ane sayangkan kenapa dia tidak mawas diri?
Sangat tidak sopan tidur membelakangi suami(denga alasan gerah, nyaman menghadap tembok: meskipun kipas digantung), paling tidak tunggulah suami tertidur.
Waktu diperantauan ane jarang mencumbunya malam2,karena dia beralasan ogah hb dengan alasan malas mandi subuh. Mungkin perbandingannya 1:5 dengan sesi bercinta di siang hari, itu pun tak pernah bisa(mau) tiap hari.

Bagi seorang suami mendapat penolakan seperti itu rasanya menyakitkan, apalagi saat itu pengantin baru. Istri yang mengerti dasar2 agama(berumah tangga) menolak ajakan suami adalah dosa baginya. Apalagi alasan nya sepele, malas mandi subuh. Dan yang ane benci dari dia juga dia tak pernah mau diajak hb setiap hari, dengan alasan malas keramas.

Khayalan(rumor) tentang indahnya pengantin baru bisa bercinta kapan saja dan babak ekstra dalam sehari tidak ane dapatkan. Staminanya payah,padahal ane masih on dia keburu tidur. Jika ada anggapan mungkin dia tidak terpuaskan? Ane selalu bertahan sebelum dia merasa cukup. malah pernah ane "garap" dia sampe v nya terasa panas(menurut penuturannya) dan terasa ga enak ke ane nya juga. Stamina ane kuat buat babak ekstra, tapi dianya tak kuat. Oke ane terima itu sebagai kekurangannya. Tapi kenapa dia tidak mengupayakan? Istri yang baik adalah yang bisa membangkitkan syahwat suaminya. Ini mah boro-boro, diajak nambah atau tiap hari saja tak mau. Padahal ini kan kewajiban, berpahala lagih. Oke, dia masa bodo dengan itu.

Jika dikaitkan dengan perceraian, bisa ane masukkan, faktor ranjang salah satunya. Jika ada anggapan ane noob soal begituan, sewaktu remaja ane pernah punya pacar, ane tau apa yang harus dilakukan. Malah pacar ane yang ngajarin ane dan dia bisa nyosor tanpa dirayu.
*tapi hanya semi aja, ane ga ngambil keperawanannya.
Belum lagi dari ribuan bokep(mungkin lebih) yang pernah ane tonton selama ngebujang (dari remaja) pasti cukup sebagai dasarnya, selebihnya improv.
*cowok cupu pun tak mungkin tak pernah nonton bokep

Tapi hal-hal diatas tidak ane jadikan konflik, tidak pernah ane marah atau cemberut karena ditolak istri atau dipunggungi istri. Ane berkeyakinan mungkin dia belum mengerti. tapi jengkelnya setelah ane kasih tau pun dia tetap melanggarnya. Masa iya harus ane anter ke ustadzah? Biar ikut kajian ilmunya berumah tangga. Selagi ane tau(mengerti) ane wajib mengajarinya(mendidik) karena itu kewajiban suami.
Mungkin belum waktunya dia faham, kali aja kelak dia insyaf(selalu ane tanamkan pikiran optimis/positif thinking)

Tapi sayangnya setelah punya anak kesadarannya tetap tak mau berubah. Apalagi dengan alasan ada bayi, cape ngurus(ngasuh). Oke,, alasan ini bisa banget diterima, daripada alasan malas mandi junub, atau malas keramas.

Berkali-kali mendapat penolakan seperti itu mengindikadikan bahwa dia istri tak mau belajar, tak mau taat kepada suaminya. Ane pernah(sering) bilang ke dia:"berilah kepuasan syhwat buat suami, urusan rumah(nyuci, brsih2) bsa ane bantuin atau nyuruh k orang. Urusan makan bisa beli,, tapi kalo ini(syahwat) masa iya suami harus nyari diluar?"
"Kalau pasutri jarang intim, bisa menghancurkan rumah tangga secara perlahan".

Mungkin bagi sebagian wanita ada yg ogah dengan pendapat seperti ini. Seperti menegaskan bahwa urusan kelamin adalah nomor saru. Tapi tidakkah kita sadar buat apa di masyarakat ada terapi "kejantanan", dan(tapi) sayangnya tidak ada terapi "kebetinaan"?? Buat mengobati istri yg dingin seperti istri(mantan) ane tersebut?

Selama bersama ane mngenal karakternya emg dingin ke cowok,menurut penuturannya dia tak pernah pacaran, yg pertama ngapel pun adalah ane. Sewaktu gadis jika hendak melewati jalan yg ada cowoknya dia memilih jalan memutar, segitu malunya kah digodain cowok?

Dia sulung dari tiga bersaudara, gadis semua. Jadi ane beranggapan dia ga ngerti berurusan dg cowok, tp setidaknya kalo sudah menikah pelajarilah etika berumah tangga, jangan membuat rumah tangga serasa dingin tanpa kemesraan/kehangatan. Jangan selalu suami yg memulainya.

Jika ada anggapan istri ane saat itu karena kekurangan uang dapur? Ane selalu transparan dalam keuangan. Hasil berdagang ane tunjukin, biar dia tau pemasukan ane perharinya(yg emg tidak menentu). Di akhir pembukuan ane kasih dia nominal yang cukup buat uang dapur, (beli kosmetik atau pakaian anggarannya terpisah).

Uang dapur pun ane yakin lebih dari cukup, beras bawa dari kampung, msak lauknya tak lebih dari 15rb. dagangan ga habis jadi pengganti lauk. Kalau dia malas masak, beli ke warteg. Kurang dari 10rb bisa buat makan berdua siang&malamnya..
Emang cukup? Cukup lahh, tinggal lihat dimana ane tinggal(merantau).

Ketika hamil anggarannya pun ditambah, bumil hobi ngemil(maklum). Pun sampai saat menyusui. Jika benar nominalnya kurang, harusnya bilang jangan dipendam sendiri atau curhat ke ibunya.
Ini mah malah bocor ke ibunya, seperti di 2bulan pertama menikah. Ibunya dengan lancang mengomentari keuangan rumah tangga ane, bukan langsung ke ane, tapi ke bibi ane.bibi ane cerita ke ibu, tapi tak digubris. Tak puas tak ada tanggapan, mertua ke rumah ortu ane.

Poin pokok yg terngiang ortu ane adalah "wartoskeun ka si aa kauangan teh ulah ngirit teuing".
Oke ane akui, 2bulan pertama itu ane ga ngasih nominal pasti untuk bulanannya, tapi ane mempersilahkan ke istri buat ngambil jika pengen sesuatu. Toh uang hasil dagang ane tulis dg detail, dan ane simpan di kontrakan. Barulah akhir bulan di tabung ke bank. Niat ane keuangan dipegang, dipantau berdua. Tiap hari ane cuma pegang duit modal buat dagang. Ada yg bilang cara itu salah?, oke ane ngaku. Dan setelahnya barulah ane kasih nominal, dia sendiri yg mempersilahkan keuangan(hasil berdagang) ane yg manage. Toh tiap hari dia bisa tau ane dapat berapa-berapanya, kalau dgangan modalnya banyak(laku banyak) labanya pun gede, begitu pun sebaliknya.

Dirumah, 25feb...
ceuhetty
NadarNadz
tien212700
tien212700 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
2.5K
43
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Wedding & Family
Wedding & Family
icon
8.8KThread9.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.