febrianarynaAvatar border
TS
febrianaryna
Mimpi-mimpi Sang Buruh Aksara
Kumpulan cerpen yang dibuat dengan gula merah dicampur santan, dijamin agan dan sista mabuk kepayangemoticon-Peluk




Jeritan Malam

By Febriana Ryna



Petir menggelegar. Dinding rumah ikut bergetar. Suara hujan menimpa atap rumah seperti dituangkan bergalon-galon air tanpa henti. Nyaring Cumiakkan telinga. Tiada terdengar suara-suara lainnya. Habis dilibas oleh bunyi hujan.


Air merembes masuk lewat bawah pintu, menyeruak membasahi lantai porselen putih. Aliran air tersebar dan menggenang. Siti enggan mengelapnya. Dia biarkan air semakin menjelajah ke arah tengah ruangan. Siti masih bergelung di dalam kelambu sambil memeluk guling bersarung ungu, berbaring di atas kasur tanpa ranjang yang juga bersarung ungu.


Siti seorang diri di dalam kamar. Dia biarkan pintu kamar terbuka. Kasur yang langsung menghadap ke arah pintu memudahkan Siti melihat air di lantai ruang tengah yang terus bergerak.


Siti bersyukur listrik masih membersamainya dalam cahaya terang. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Siti seandainya gelap gulita menghampiri.


Komplek perumahan tempat tinggal Siti dengan sang suami masih baru dibangun, sehingga hutan alami masih terlihat di bagian halaman belakang perumahan.


Tepat di belakang rumah Siti ada sebatang pohon besar. Siti sering bertanya dalam hati mengapa pohon itu tidak ditebang sekalian oleh pihak developer.




Penampakan pohon yang besar saat dilihat pada senja hari sungguh membuat nyali Siti menciut. Kelebihan pohon itu hanyalah hawa kesejukan saat berada di areal dapur apabila terik mentari kian menyengat. Sementara kala angin berhembus kencang, maka dapat dipastikan suara daun dan ranting yang menyenggol atap memberikan irama mencekam bagi penghuni rumah.


Pukul 21.00 WITA, Amat, suami Siti belum menunjukkan tanda-tanda akan datang. Siti tidak dapat mendengar tanda-tanda dari luar suaminya akan tiba, terkalahkan oleh suara hujan yang menderu saking lebatnya. Gawai Amat tak dapat dihubungi Siti. Pasti baterai gawai suamiku habis energi. Batinnya. Siti hanya bisa berdoa agar suaminya tetap sempurna hingga sampai di rumah.


Seharusnya pukul 19.00 WITA suaminya sudah pulang bekerja. Hujan lebat mengenai hampir di setiap Kabupaten di Kalimantan Selatan. Siti membaca info tersebut dari status teman-temannya di facebook. Mereka saling berbalas komentar.




Ting.


Satu balon obrolan messengermucul di layar, dari Isah.


[Hati-hati kamu, Siti. Seharusnya kamu kunci pintu kamar kamu itu.]


Siti menuruti saran Isah. Dikuncinya pintu kamar dan kembali ke dalam kelambu memeluk guling. Dia anggap guling itu jelmaan Amat, suami tercintanya.


[Amat belum pulang, Sah.]


[Pasti Amat terjebak hujan, Ti.]


[Agak takut juga sih sendiri di rumah, tapi mau gimana lagi. Belum ada anak buat nemenin aku saat ditinggal bekerja oleh suami ;-).]


[Sabar aja, Ti. Tuhan pasti bakal ngasih, kok. Insyaa Allah.]


[Makasih, ya.]


[Kamu hebat gak penakut, ya. Kalau aku ih gak bakal sanggup, deh.]


[Terpaksa keadaan kali. Untung ada kamar mandi di dalam kamar, nih. Jadi gak was-was kalau kebelet.]


[Kata nenek aku dulu, kalau perempuan sendirian di rumah, apalagi malam hari, musti hati-hati. Hantu senang gangguin.]


[Masa, sih. Ini kan udah zaman now. Hantunya emang kekinian juga?]


[Ish, kamu ini dibilangin. Kata nenek aku, hantunya bisa menyerupai orang yang kita kenal ....]


[Lalu, gimana cara ngebedainnya itu hantu atau manusia?]


[Kalau dia kita ajak bicara diam aja, berarti itu hantu!]


[Oh, gitu doang. Gampang lah.]


[Itu pohon gede di belakang rumah kamu cepetan ditebang. Takutnya roboh pas angin kencang.]


[Iya, bakal ditebang, kok. Aku kan baru seminggu pindah ke komplek ini, setelah sepuluh bulan di pondok mertua indah.]


[Sip, dah. Eh, udah jam sebelas malam nih. Aku mau bobo. Daaah, Siti. Selamat nungguin Amat, ye.]


[Yeee ... dasar!]


Hujan telah reda. Tersisa riak-riak kecil saja. Sudah tahu temannya sendirian di rumah malam hari, e malah tega menakut-nakuti. Bisik hati Siti.


Tok tok tok.


Siti terperanjat. "Ayang?" tanya Siti cemas.


Tidak ada jawaban. Ketukan pintu di luar kamarnya kembali berulang. Siti bangkit untuk membuka pintu. Wajah Siti melongok sedikit dari balik pintu yang belum terbuka sempurna.




“Yang ... kamu udah pulang?”


Sosok itu berdiam diri. Matanya seperti nyala lampu 5 watt menatap menghujam tepat di manik mata Siti. Kontan saja hati Siti serasa mencelos. Siti memegang dadanya, mencoba merasakan debaran jantung lebih dalam dan menghitung detaknya. Hah, detaknya tak dapat Siti hitung saking cepatnya.


“Yang ... kenapa kamu basah?” Astaga. Siti merasa tiba-tiba menjadi orang bodoh karena takutnya. Kakinya gemetar dan dingin. Memori Siti segera bergerak kepada percakapan dengan Isah sebelumnya. Kemudian ....


“Kyaaa ...!” jerit Siti histeris. Siti dengan cepat masuk ke kamar mandi mengambil air segayung, dia baca ta’awudzdan byur! Dia semburkan air ke muka Amat. Tak pelak muka Amat menjadi basah kuyup.


Siti mendengar bunyi motor dari arah depan. Tanpa menghiraukan Amat, Siti segera berlari ke depan dan membuka pintu. Tubuhnya melesat ke teras, dan .... Siti melihat tetangga samping rumahnya sedang memasukkan motor ke pekarangan rumah. Aih, mana Amat? Lalu, siapa yang ada di dalam rumah Siti?


Takut-takut Siti berjinjit masuk lagi ke dalam rumah. Matanya nanar menatap waspada. Dia lihat Amat duduk di sofa. Kepalanya berbalut handuk. Siti bergeming di dekat pintu. Amat memandang lelah. Tangannya menyangga dahi dengan siku bertopang pada lengan sofa.


“Aku lapar. Apa ada makanan?” tanya Amat pada Siti yang masih berdiri dalam diam.


“Ini beneran kamu, Yang?” tanya Siti balik.


“Memang siapa lagi?” Mereka saling berbalas tanya.


Siti bertanya lagi, “Max?”


“Mogok. Aku tadi ikut teman. Dia buru-buru mau balik arah. Jadi diantar hanya sampai depan gerbang komplek. Aku berjalan kaki sampai rumah,” terang Amat.


“Oh. Pantas aja aku gak dengar suara Max. Padahal hujan udah reda.”


“Tolong ambilkan makanan kemari, kalau masih ada.”


“Eng ... gak ada lagi, Yang. Mau mie instan? Biar aku rebusin dulu, pakai telur dan sawi, ya.”




“Apa aja lah. Yang penting nanti kamu duduk di pangkuanku, temenin aku makan,” ajak Amat mengedipkan sebelah mata, menggoda Siti. Muka Siti memerah bak kepiting masak. Siti berjalan mendekati Amat, lalu duduk di sampingnya.


Amat menowel ujung hidung istrinya. “Lain kali kamu menyembur aku jangan tanggung. Sekalian seember ....”


Siti menunduk malu. Bibirnya maju beberapa sentimeter. Monyong. “Semua ini gara-gara Isah, Yang. Dia nakut-nakutin aku.”


“Aku yang kena getahnya. Beruntung banget aku malam ini, ha ha.”


“Terus kenapa kamu diam aja saat aku tanyain?”


“Aku lelah, Yang. Kedinginan juga. Tenaga terkuras membelai si Max biar mau diajak jalan lagi, ternyata tetap ogah dia. Untung teman aku lewat, jadi bisa numpang pulang. Max aku tinggal di samping pos satpam kantor. Moga aja gak hilang ....”


“Kenapa juga gak pake ngucapin salam dulu?”


“Udah, Yang. Kamu gak dengar. Aku langsung masuk aja ke dalam, kan bawa kunci. Terus mengetuk pintu kamar, dan apes deh, he he.”


“Maafin ya, Yang. Nanti aku kasih serviceplus-plus, deh. Mau, kan?” Siti mengedip-ngedipkan matanya. Amat terkekeh.


“Ayo ke dapur. Aku temenin kamu masak. Kamu yang masak mie, aku mandi. Biar kita segar nanti.” Amat menggandeng tangan Siti. Senyum mengembang di wajah oval Siti.




Siti melangkah ringan mengikuti suaminya menuju dapur. Tangannya menggelayut manja. Ah, betapa irinya melihat kemesraan pasangan ini.


***


Barabai, 2019 M


Quote:



{thread_title}
Diubah oleh febrianaryna 30-04-2019 06:55
fenrirlens
Kurohige410
embunsuci
embunsuci dan 17 lainnya memberi reputasi
18
5.9K
246
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.5KThread41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.