nevertalkAvatar border
TS
nevertalk
Corona dari Kota Mengepung Desa-desa


Sebuah hasil studi Masyarakat Transportasi Indonesia membuat perkiraan yang mencengangkan tentang arus mudik libur lebaran Idul Fitri tahun 2020. Ada 1,3 juta orang di Jakarta dan sekitarnya yang berkemungkinan pulang ke kampung halaman sejak pertengahan Ramadhan atau menjelang Lebaran.

DKI Jakarta kini menjadi episentrum wabah virus corona di Indonesia dan segera kota-kota penyangga di sekitarnya ditetapkan sebagai zona merah. Sebanyak 1,3 juta orang itu, termasuk ratusan ribu orang yang lebih dahulu mudik, berpotensi terjangkit corona dan membawanya pulang hingga menyebar ke kampung masing-masing.


Kebijakan pemerintah pusat akan hal itu berubah-ubah. Awalnya melarang mudik, bahkan sampai didukung fatwa Majelis Ulama Indonesia. Kementerian Perhubungan bersama TNI dan Polri pun sudah menyiapkan skenario untuk menutup jalur-jalur keluar kawasan Jakarta dan sekitarnya.

Tetapi kebijakan itu kemudian dikoreksi dan dipastikan tidak ada larangan mudik. Pemerintah beralasan tak kuasa mencegah masyarakat untuk mudik, terutama bagi mereka yang kehilangan mata pencaharian akibat kegiatan ekonomi di Jakarta lumpuh menyusul pembatasan aktivitas sosial. Pemerintah seolah ingin mengakui bahwa sia-sia saja melarang mudik karena orang-orang akan tetap mudik.

Peta persebaran

Kebijakan yang tegas dan lugas tentang larangan mudik hanya untuk aparatur negara. Presiden Joko Widodo menegaskan, “… ASN (aparatur sipil negara), TNI dan Polri serta pegawai BUMN dilarang mudik.” Mereka yang melanggar akan disanksi.

Yang masih abu-abu untuk masyarakat umum. Pemerintah pusat masih mengkaji, dan mengkaji lagi, dampak-dampak yang ditimbulkan jika masyarakat umum dilarang atau tidak dilarang mudik. Disiapkan sejumlah kebijakan longgar yang akan mencegah orang untuk mudik, di antaranya menggeser tanggal cuti bersama dan libur Idul Fitri ke akhir Desember 2020, penyaluran bantuan sosial untuk masyarakat di Jakarta dan sekitarnya, membatasi operasional transportasi publik dan kendaraan-kendaraan pribadi.

Perhitungan kasarnya, jumlah warga di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang berkemungkinan mudik diperkirakan mencapai 2,6 juta orang. Jika dikurangi aparatur negara yang sudah tegas dilarang mudik, berarti separuhnya yang tak dapat dicegah pulang kampung. “Mereka memang belum memutuskan untuk mudik atau tidak mudik," kata Agus Taufik Mulyono, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), merilis hasil risetnya bersama Kementerian Perhubungan.

Wilayah tujuan mudik, menurut studi MTI, memang bervariasi, tetapi sebagian besarnya di Jawa dan sebagian kecil Sumatera: 13 persen Jawa Barat, 33 persen Jawa Tengah, 7,8 persen Daerah Istimewa Yogyakarta, 20 persen Jawa Timur, dan 8 persen Sumatera Selatan dan Lampung.

Tak diragukan lagi, orang-orang yang mudik itu, apalagi jumlahnya lebih dari satu juta orang, akan kian meningkatkan potensi penyebaran wabah Covid-19 di daerah-daerah, bahkan hingga ke desa-desa. “Daerah-daerah inilah nanti yang akan menjadi daerah dengan ODP-ODP baru,” kata Mulyono, “yang juga berpotensi menjadi daerah penularan wabah baru …”

Kementerian Desa cukup lugas menyampaikan keberatannya jika mudik tidak dilarang dengan tegas. “Terlalu berisiko membiarkan desa menerima arus mudik,” kata Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi. “Jangan biarkan desa menerima beban di luar kemampuannya.”

Rawan konflik sosial

Kebijakan yang sempat dibuat oleh pemerintah untuk mereka yang mudik ialah menetapkan setiap pemudik sebagai Orang dalam Pengawasan (ODP) dan wajib wajib diperiksa kesehatannya serta mengisolasi secara mandiri selama empat belas hari. Jadi, kalau sedikitnya 1,3 juta orang mudik, berarti sebanyak itu pula yang harus diperiksa dan mengkarantina secara mandiri selama dua pekan.

Metode pemeriksaan yang paling memungkinkan ialah dengan rapid test (pemeriksaan secara cepat) meski akurasinya rendah, karena dengan metode polymerase chain reaction (PCR) akan berbelit-belit dan lama meski akurasinya tinggi. Masalahnya, jumlah alat rapid test amat terbatas dan mustahil digunakan untuk 1,3 juta orang.

Masalah lainnya, seperti diperkirakan MTI, kesiapan aparat desa dan rukun tetangga di daerah-daerah tujuan mudik. Agus Taufik Mulyono meyakini, sebagian besar mereka tak siap, dan mereka mungkin menolak para pemudik sehingga memicu konflik sosial. Tidak ada jaminan juga setiap pemudik itu akan disiplin mengisolasi diri selama dua pekan.

Situasinya akan menjadi lebih buruk dengan kenyataan bahwa pusat-pusat pelayanan kesehatan di daerah-daerah, seperti rumah sakit dan puskesmas, serba terbatas: peralatan dan tenaga medis yang tak memadai. Rumah sakit-rumah sakit rujukan utama di Jakarta saja kewalahan menangani pasien yang tiada henti masuk sementara laju jumlah pasien yang sembuh cukup lambat.

Jika kebijakan mudik yang tegas tak segera diputuskan, sementara Ramadhan sudah menjelang, gelombang mudik tidak dapat dicegah lagi. Itu artinya, Mulyono memperingatkan, semua aparat pemerintah daerah harus siaga penuh untuk menangani para pemudik yang berpotensi membawa oleh-oleh virus corona. “Kalau [pemudik] sudah sampai di wilayah masing-masing,” katanya, “maka tanggung jawab itu akan bergeser ke pemerintah daerah."


https://www.vivanews.com/indepth/fok...ium=autonext 


KALO MASIH GA BISA DIATUR 


SIAP2 KASUS POSITIF DAN KORBAN JIWA MELEDAK HEBAT SAAT MUSIM MUDIK

Diubah oleh nevertalk 15-04-2020 09:22
Likpaimin
wiry
sebelahblog
sebelahblog dan 2 lainnya memberi reputasi
1
763
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.