Indonesia negeri yang sangat konsumtif, besar pasak daripada tiang yang penting punya peralatan mewah, dilihat orang hidup sosialita, dan nyohor di kalangan tetangga itu merupakan tradisi dan budaya yang sudah turun temurun di lestarikan.

Maka jangan heran mobil-mobil berjajar di gang sempit karena tak ada garasi, bahkan motor atau smartphone keluaran terbaru pun laku bak kacang goreng. Mudahnya mengajukan kredit menjadi alasannya, hanya berbekal KTP dan KK maka unit yang ingin dibeli pun berhasil untuk dimiliki.





Perusahaan asing pun terkesima dengan pola hidup masyarakatnya, maka baik Jepang maupun China pun betah di Indonesia untuk menjadikan market mereka di kawasan asia. Jumlah penduduk yang besar serta mudahnya kredit dengan leasing-leasing yang sudah bersyarat di bawah pengawasan OJK, maka mereka pun senang produknya akan laku dengan cepat.

Tapi pihak leasinglah yang sering pusing tujuh keliling ketika kredit mereka macet, maka jangan heran "Mata Elang" atau Debt Collector pun di sewa untuk menagih hutang yang kian menumpuk di tangan mereka yang berhutang.





Penarikan kendaraan di tengah jalan kerap dilakukan kenapa? Terkadang di Indonesia yang punya hutang bisa lebih galak dari yang nagih. Di tagih pun selalu tidak ada, mau di tarik barangnya juga di umpetin mau ga mau ketemu di jalan ya ditarik paksa. Solusinya cuma satu, kalau ga sanggup bayar jangan kredit, kalau sanggup kredit ya jangan telat bayar.

Tapi instruksi pemerintah ditengah wabah corona kepada OJK agar menangguhkan kredit dibawah 10 Milliar, untuk memberikan kelonggaran cicilan selama setahun. Tentu saja membawa angin segar bagi masyarakat terhadap cicilan mereka di tengah terpuruknya ekonomi ketika lockdown wilayah terjadi, entah itu sebutannya karantina, stay at home sama saja intinya pergerakan dibatasi.
relaksasi atau kelonggaran kredit ini sudah diatur dalam POJK No. 11/POJK.03/2020 yang berlaku sejak 16 Maret 2020 hingga 31 Maret 2021.





Hasilnya dari banyaknya masyarakat yang susah bayar cicilan karena wabah menjadi lega, tapi fakta di lapangan pihak leasing tetap saja menagih mereka dan juga tentu saja kalau tak bayar ada denda keterlambatan. Alasan leasing macam-macam seperti belum adanya regulasi yang jelas dari OJK. Hutang harus dibayar tepat waktu dan sebagainya.

Perusahaan finance memang enggan untuk melakukan intruksi Presiden, banyak dari mereka tetap menagih cicilan dari masyarakat. Bank BTN dan BRI juga menagih cicilan mereka, dengan dalih kalau bukan ojek online atau nelayan tetap bayar angsuran.

"Ini yang PHP siapa? Presiden atau Perusahaan Finance dan Bank nya yang bandel?"

Hingga saat ini OJK masih saja berdalih koordinasi dengan pihak terkait, duh kalau kaya gini jangan salahkan juga masyarakat ogah mengikuti anjuran pemerintah. Bank atau perusahaan leasing juga punya karyawan kalau yang bayar utang pada macet itu karyawan mau dibayar pakai apa?



Setidaknya ada aturan tertulis yang jelas dari pemerintah, baik itu untuk kreditur dan debitur agar tak ada clash. Kalau asal ngomong hanya untuk meredakan masalah burung beo pun bisa ngomong.

Maka jelas masih banyak masalah di lapisan bawah langkah lockdown hingga saat ini belum dilakukan karena memang banyak pertimbangan, jelas krisis ekonomi di depan mata dan pemerintah seakan tak dianggap. Waduhh ini gimana urusannya, mbuhh lah TS aja pusing apalagi Pak Presiden kok gini amat rakyatnya, masa Presiden dianggap ngeprank rakyat kan "bahlul" namanya.

Weslah mangan ora mangan yang penting kita tertawa, salam saya c4punk see u next thread.