rirandara
TS
rirandara
Tatapan Tajam Penghuni Rumah Belanda



Sore, saat aku tengah menyelesaikan tugas sekolah di ruang tamu, Mang Sahidin__tetangga kami bertandang. Lelaki yang rambutnya mulai beruban itu, duduk di teras begitu saja, manakala dilihatnya Bapak sedang menyeruput kopi sendirian.  

"Berasa ngimpi saya, Dib," ucap Mang Sahidin membuka obrolan. Bapak menoleh. Kulihat dahinya mengkerut, ketika aku dengan sengaja mengintip dari balik kaca ruang tamu.

"Kenapa memangnya, Mang?" Suara bapak datar saja seperti biasa.

Mang Sahidin terdengar menarik napas dalam. Lama lelaki paruh baya itu terdiam. 

"Subuh tadi, pas berangkat nyadap, saya lihat hantu." 

Hampir saja kepala ini terbentur kaca karena kaget mendengar penuturan Mang Sahidin. 

Bapak terlihat menoleh sekilas padaku. Aku hanya nyengir, dan menggaruk ubun-ubun. 


"Ketemu hantu gimana maksud Mang Sahidin?" tanya bapak lanjut. Matanya menyipit.

"Jurig, Dib. Jurig. Saya ketemu jurig pas mau nyadap, subuh tadi." Penekanan terdengar jelas di setiap kata yang keluar dari mulut Mang Sahidin. Lelaki berkaos merah bata itu, kulihat menyenderkan punggungnya di tiang rumah, sedangkan Bapak menyeruput kopinya sekali lagi. 


Waktu terasa melambat. Obrolan yang sedari tadi kudengar, kini seolah menguap. Beberapa jenak, suasana begitu senyap. 


"Ketemunya emang sebelah mana, Mang? Arah makam atau di mana?" tanya Bapak tiba-tiba, membuatku menegakkan posisi duduk, dan menajamkan telinga kembali.

Pertanyaan bapak kali ini membuatku semakin ingin menyimak obrolannya dengan Mang Sahidin. 


"Lah, bukan, Dib. Di dekat bangunan Walanda itu, yang di kebon karet. Aya awewe geulis. Heg teh pas ditilik-tilik seurine pikasieneun." 

Hah? Kebon karet. Awewe geulis? 


"Nu bener, Mang?!" tanya bapak memastikan. 


Aku keluar. 

Posisiku sudah tidak di balik kaca ruang tamu lagi, tapi berada di antara Bapak dan Mang Sahidin. 

Kedua lelaki itu menoleh berbarengan ke arahku. Namun, hanya sepintas. Kemudian, tanpa memedulikan aku yang terlongong-longong, Mang Sahidin melanjutkan ceritanya.  



*
Pagi masih lah gelap, namun, Sahidin sudah harus membelah jalanan. Perkebunan karet yang berjarak satu kilometer dari rumahnya itu, terpaksa ia tempuh dengan berjalan kaki. Sebab, motor satu-satunya yang dipunya sedang rewel. Meski terasa melelahkan, itu semua tak membuat Sahidin patah semangat. Sebab, ada periuk nasi di rumahnya yang mesti ia isi.

Hujan semalaman mengguyur, menyisakan beberapa genangan-genangan di sana sini. Hawa dingin pun menyelusup pada dahan-dahan pohon, lalu menguar bersama dengan angin yang menerpa dedaunan. Sahidin tampak berhenti sejenak, saat kakinya hampir saja terpeleset. 


"Cadas sialan!" umpatnya. 

Lantas, ia pun kembali membelah pagi buta. 

Setelah kejadian terpeleset, Sahidin mulai memikirkan sesuatu. Ia merasakan jalan yang dilaluinya tadi terasa berbeda. Ia mencoba menerka-nerka. Apakah tadi malam adalah malam Jum'at Kliwon atau bukan? Tapi, seingatnya, semalam adalah malam minggu. 

Sedang otaknya bergelut mencari-cari jawaban, rupanya Sahidin sudah hampir tiba di tujuan. Bedeng-bedeng milik perkebunan karet sudah tampak. Begitupun dengan bangunan kuno yang masih tampak kokoh__rumah Belanda__ yang berdiri tak jauh dari bedeng. 


foto


Ketika pandangan Sahidin tertuju pada rumah Belanda, ia merasakan ada yang meniup tengkuknya. Secepat kilat lelaki berkaos lengan panjang itu menoleh. Namun, tak ditemukannya siapa-siapa. 

Sahidin bergidik. Kemudian, ia pun melanjutkan langkah, dan membuang ketakutan yang mampir sejenak di hatinya tadi.

Bedeng masih tampak sepi. Tetapi beberapa lampunya sudah ada yang padam. Itu artinya orang-orang sudah pada berangkat, pikir Sahidin. Tak lama, ia pun gegas menyusul ke tempat tujuan. Namun, kakinya yang sedari tadi berjalan seketika tak dapat bergerak. Seolah terjerat sesuatu. 
Sahidin mencoba bersuara. Sayangnya tak berhasil. Lidahnya pun seakan terkait paku. 

Di hadapannya__sekitar empat meter jaraknya__ pada tembok pembatas teras  rumah Belanda, tengah duduk seorang wanita cantik bergaun putih panjang. Rambutnya menjuntai hingga mata kaki. Sosok itu tersenyum ke arah Sahidin, yang kian lama terlihat menyeramkan. Tatapannya nyalang, dan semakin lama kedua bola matanya menghitam. Sekejap kemudian, wanita itu melayang entah kemana. Meninggalkan Sahidin yang tercekat dan membatu.
*


"Berarti yang Minah lihat waktu itu, mungkin sosok sama yang ketemu sama Mamang," ucapku menyela, usai Mang Sahidin selesai bertutur. 


Bapak menatapku tak mengerti.

"Waktu itu kan Minah dan Neneng maen ke bedeng. Pingin tahu rumah Belanda yang katanya serem itu. Nah, pas kita berdiri di halaman rumahnya, Minah kayak lihat perempuan pake baju putih di dalam rumah lagi mondar-mandir." Aku diam sesaat. Mengambil napas. "Minah liatin aja itu rumah Belanda, eh tiba-tiba kayak ada orang yang menatap kita tajam dari dalam rumah. Ya, Minah tariklah si Neneng." 

"Tarik kemana?" tanya Bapak dan Mang Sahidin bersamaan. 

"Lari atuh, Pak. Da walaupun siang, tetep aja takut," jelasku. 


Bapak dan Mang Sahidin menggeleng-geleng. Entah apa sebabnya. Mungkin tak percaya ceritaku.  
Padahal, sampai sekarang pun kejadian siang itu tidak mungkin aku lupakan begitu saja. Rumah Belanda di perkebunan karet yang tak jauh dari kantor desaku itu kurasa memang benar berpenghuni.

=====

catatan kaki
Aya awewe geulis: Ada wanita cantik
Heg teh seurina pikasieneun: Ternyata senyumannya menakutkan



Kisah ini pernah kualami sendiri. Dan kisah tetanggaku yang bercerita ke bapak. Benar atau tidaknya di rumah Belanda itu ada makhluk tak kasat mata, entahlah. Selama ini memang tempat yang ada dalam cerita itu dikenal horor.
Untuk gambar, aku hanya meminjam dari google saja.





 


 







 







  
Diubah oleh rirandara 05-04-2020 03:09
infinitesoulaa115prassMahbubah127
Mahbubah127 dan 12 lainnya memberi reputasi
13
2K
41
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.