Leny.Khan
TS
Leny.Khan
MASA LALU


“Dasar murahan! Kamu tidak pantas berada di sini! Tempatmu di sana, bersama wanita-wanita tak bermoral itu!”

Lagi, ini cacian kesekian kali yang kuterima beberapa bulan belakangan. Cacian yang datang dari Yani, kakak kandungku sendiri. Seperti biasa, hanya bisa terdiam dengan air mata yang mengalir. Aku cukup tahu diri untuk tidak membantah walau hati terasa sangat terluka dengan makiannya. Di sini aku hidup menumpang, sejak aku memutuskan untuk hijrah dari tempat terlaknat itu.

“Kalau memang masih mau menggoda laki-laki, sana kembali ke habitatmu! Jangan suamiku yang kaugoda!” ucapnya lantang dengan wajah memerah. Tampaknya ia benar-benar emosi. Entah apa yang dikatakan Bang Rudi padanya.

“Kamu mau merebut Bang Rudi dariku?”

Aku menggeleng kuat-kuat, air mata semakin deras mengalir. “Tidak, tidak, Kak. Sama sekali aku tidak berniat melakukan itu. Aku ….”

PLAK! Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri. Perih, namun tak seperih luka hati yang terasa bagai disayat sembilu.

“Kamu kemasi semua pakaianmu, dan tinggalkan rumah ini, sekarang juga!”titahnya kemudian.

Kupegang pipi yang terasa panas akibat tamparan itu. “Tapi, Kak, wallahi aku tidak menggoda Bang Rudi. Kakak harus percaya padaku, sebenarnya ….”

“Diam! Aku tak mau mendengar apa-apa lagi dari perempuan hina sepertimu, bahkan aku sudah tak sudi lagi punya adik sepertimu! Aku beri waktu sepuluh menit untuk berkemas!”
Lantas Yani berlalu dari hadapanku, sedangkan aku masih berdiri terpaku. Air mata sudah tak lagi mengalir, yang tersisa hanya sebuah rasa sakit. Beginikah nasib seorang wanita kotor yang berniat memperbaiki diri? Apakah ini artinya, aku harus kembali ke jalan itu?

Aku melangkah menuju kamar untuk mengemasi pakaian. Masih terbayang di ingatan, saat Bang Rudi mencoba merayuku untuk mau melayani nafsu bejatnya ketika Yani tidak di rumah. Ia mengimingiku dengan uang dan berjanji akan memberikan apa yang kuminta. Aku menolak dengan tegas, lalu memutuskan untuk mengunci diri di kamar dan ke luar melalui jendela. Aku takut dia akan memaksaku jika aku masih berada di rumah. Mungkin Bang Rudi takut aku adukan pada Yani sehingga entah apa yang ia katakan tentangku pada istrinya. Sampai akhirnya, aku yang disalahkan.

Ya Allah! Begitu rendahnya diriku di mata manusia. Bukankah aku sudah memilih jalan taubat? Lalu kenapa mereka masih menghinakanku seperti ini? Tidak pantaskah aku menjadi baik?

Aku meninggalkan rumah Yani dengan perasaan hancur. Akan tetapi aku ikhlas, asalkan rumah tangga mereka tetap terjaga. Biarlah Yani mengira Bang Rudi memang lelaki baik, tanpa perlu tahu kebejatannya.

Terjerumus ke lembah hitam bukan mauku. Aku terpaksa melakukannya karena tak punya pilihan lain. Sejak kedua orang tuaku meninggal, tidak ada yang peduli denganku. Aku terpaksa putus sekolah saat duduk di bangku SMU kelas dua. Yani yang saat itu baru menikah tak pernah mau tahu tentangku. Katanya, aku sudah dewasa dan harus bisa menjaga diri serta mencari kehidupan sendiri. Aku yang tak punya pengalaman apa-apa, akhirnya termakan bujuk rayu Dona -teman satu kampung- yang telah lebih dulu terjun ke dunia malam.

Tiga tahun sudah kujalani hidup sebagai kupu-kupu malam. Sampai suatu hari aku merasa lelah dan ingin kembali ke jalan yang benar. Aku mencari Yani, izin menumpang sampai aku menemukan pekerjaan yang layak. Akhirnya kudapatkan pekerjaan di sebuah kafe. Kafe yang digawangi seorang wanita yang sangat bersahaja. Kurasa pemahaman agamanya begitu baik, terlihat dari caranya berpakaian dan bertutur kata. Di kafenya juga tidak boleh ada yang pacaran. Kalau ada anak muda yang datang berpasangan, mereka harus bisa menunjukkan surat nikah.

Kuusap air mata yang menetes ketika baru saja turun dari angkutan umum, lalu melangkah memasuki halaman yang tidak begitu luas namun sangat asri. Suasananya sepi, sebab masih pukul delapan pagi. Harusnya hari ini aku shift siang, karena khusus hari Jumat yang bertugas pagi adalah karyawan laki-laki. Mbak Renata -bosku- tidak membiarkan karyawannya bercampur aduk antara lelaki dan perempuan.

Susah payah kutelan ludah yang menyekat di tenggorokan. Menyeret koper, menaiki teras berwarna putih bersih lalu duduk di salah satu kursi yang terletak di sana. Kutarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata, berharap rasa perih ini sedikit terusir.

“Assalamuálaykum!”

Aku tersentak kaget mendengar suara itu. Ketika membuka mata, kutemukan Riki telah berdiri di hadapan. Aku gelagapan, entah kenapa aku tidak tahu. Selalu begini yang kurasakan kalau bertemu dengannya. Dia karyawan paling senior di sini, sudah dua tahun ikut Mbak Renata.

“Wa-waálaykumussalaam,” sahutku gugup.

“Maaf jika aku membuatmu kaget!”

Aku menggeleng. “Tidak apa-apa, Bang.”

“Kamu … kenapa di sini? Bukannya ini hari Jum’at, ya?”

“Iya Bang, aku … aku hanya ….” Entahlah, aku kehilangan kata-kata.

Riki menelisik wajahku. “Kamu ada masalah? Pipimu kenapa?”Ada nada khawatir dalam tanya lelaki itu.

Kuraba pipi kiri, ternyata bekas tamparan Yani masih membekas. Sakit karena tamparan itu tak seberapa dibanding luka hati. “Aku baik-baik saja, kok, Bang,” kilahku.

Terdengar embusan napas Riki. Lalu ia duduk berseberangan denganku. Mata teduhnya menatap tajam. Aku menunduk.

“Jika bercerita mampu meredakan kegundahan, maka itu lebih baik.”

Mendengar kalimat itu, mataku kembali mengembun.

“Anggap saja aku temanmu, ceritakan apa saja yang ingin kamu ceritakan. Tumpahkan semua kekecewaanmu, ceritakan rasa sakit yang kamu rasakan!”

Tak tahan lagi, aku menangis. Baru kali ini ada yang peduli denganku.

“Ada yang menghinamu dengan masa lalumu?”

Pertanyaan Riki membuatku benar-benar terkejut dan merasa malu. Dari mana dia tahu masa laluku?

Aku mengangkat kepala, menemukan mata teduh yang kini tak lagi menatapku. “Bang Riki ….” Lirihku.

“Tidak perlu heran. Aku tahu masa lalumu.”

“Bagaimana bisa?”

“Seluruh data karyawan ada padaku. Mbak Renata juga sudah menceritakan siapa dirimu di masa lalu. Kamu beruntung dipertemukan dengan wanita sebaik Mbak Renata. Beliau memberitahuku tentang apa saja yang berhubungan dengan karyawan, terutama kamu. Agar jika ada yang mengusik masa lalumu, akan berhadapan denganku.”

“Bang Riki tahu dari mana kalau ….”

Ia tersenyum, lalu bangkit dari duduk. Kedua tangan ia msukkan ke saku celana sembari mengedarkan pandangan ke sembarang arah. “Dua tahun yang lalu, aku mengenal seorang wanita. Aku yang kala itu kalah tender dalam sebuah proyek mengalami kerugian besar. Aku bangkrut. Lalu aku mendatangi klub malam untuk menghilangkan stres.”

Kubiarkan Riki bercerita tanpa menimpali.

“”Kemudian aku melihat seorang gadis, dia cantik sekali. Kecantikannya menggoda imanku. Kemudian setan berhasil merayuku dan akhirnya … aku berzina dengannya. Gadis itu kubayar dengan seluruh sisa uang yang kupunya. Meskipun bayaran itu masih kurang dan aku pernah berjanji akan membayarnya jika aku punya uang. Akan tetapi aku mulai lupa saat sibuk dengan hidupku sendiri. Sampai akhirnya dua tahun kemudian, ketika aku mulai hijrah dari kejahiliyahanku, aku melihat gadis itu kembali. Aku senang dan merasa bersyukur, akhirnya aku bisa melunasi hutangku.” Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya.

Aku masih bergeming, mendengarkan setiap kata yang ia lontarkan.

“Aku benar-benar menyesal telah menodai perempuan itu, meskipun aku tahu aku bukan lelaki satu-satunya yang pernah tidur dengannya, namun … namun entah mengapa penyesalan itu begitu besar. Apalagi saat ini gadis itu tak lagi menjadi kupu-kupu malam. Gadis itu kini telah berubah.” Riki kembali duduk. “Aku akan melamarnya, aku akan menikahinya jika ia mau.” Mata Riki terlihat berkaca-kaca.

Aku tersenyum getir, mengusap sudut mata yang ikut basah. “Wanita itu beruntung sekali,” lirihku, nyaris berbisik.

“Tidak, tapi aku yang beruntung mendapatkannya, jika ia mau menerima lamaranku,” timpal Riki. “Aku akan menjaganya dengan tanganku, bersama-sama meraih rido Allah. Aku yakin, kamu sangat mengenal gadis itu, Vir!”

Dahiku berkerut. “Siapa Namanya?”

Riki kembali menatapku. Embusan angin dingin sejenak menyapa wajah, menarikan ujung jilbab yang menutupi mahkotaku.

“Sonia. Gadis tercantik pada masanya, primadona di klub malam itu,” jawabnya tenang.

Bagai mendengar suara petir saat nama itu disebut. Sonia, adalah nama yang diberikan mucikari padaku. Sebagai primadona yang sangat dibanggakannya karena aku adalah yang paling muda dan juga paling cantic di antara wanita-wanita lain.

“Bang Riki,” desisku tak percaya. Bahkan aku tak ingat dengannya, saking banyaknya lelaki hidung belang yang kulayani.

Ia tersenyum. “Kamu lupa denganku, Sonia?”

“Tolong jangan panggil aku dengan nama itu lagi!” sergahku. Tiba-tiba aku merasa malu saat berhadapan dengan pria yang pernah menjamah tubuhku ini.

“Maaf!” sesalnya.

Lalu suasana menjadi beku. Hening mencipta jarak di antara kami.

“Virly, manikahlah denganku. Izinkan aku membayar kesalahan yang pernah kulakukan dulu!”Riki memecah kebekuan.

“Tidak ada yang salah, kita melakukan atas dasar jual beli dan itu bukan salahmu!”

“Tapi aku merasa bertanggung jawab denganmu, Vir!”

“Jika hanya masalah hutang itu, aku sudah ikhlaskan, tidak perlu merasa sungkan!”

“Bukan tentang itu, tapi ini tentang rasa, Vir. Ketika melihatmu datang ke kafe ini dengan hijab yang menutupi tubuhmu, aku mulai … aku mulai jatuh cinta denganmu.”

Aku tertegun. Kata-katanya membuatku kembali merasa tak percaya.

“Aku ingin menemani hijrahmu.”

“Jangan, Bang! Aku bukanlah wanita yang tepat untukmu. Abang bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dariku. Aku kotor, aku tidak layak untuk siapa pun, masa laluku begitu hitam, Bang!” Bahuku berguncang dan tangis pun pecah.

“Aku mencintai hijrahmu, bukan masa lalumu.”

Kalimat itu membuatku bungkam.

“Bukankah semua orang berhak menjadi lebih baik meskipun masa lalunya begitu hitam? Percayalah, Vir, insyaa Allah aku akan menjagamu dengan caraku.”

Aku masih bergeming, tidak tahu harus menjawab apa. Semua terlalu singkat dan terjadi begitu saja. Apakah ini hadiah dari Allah atas kesungguhan hijrahku? Jika memang benar, kenapa aku harus menolak bentuk cinta dari Allah ini?

--SELESAI--

PICT : BY GOOGLE
Diubah oleh Leny.Khan 25-03-2020 10:01
hvzalfNadarNadznona212
nona212 dan 14 lainnya memberi reputasi
15
1.7K
25
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.