Kedatangan Raja dan Ratu Belanda ke Indonesia pada 10 Maret 2020 kemarin, setidaknya membawa dua misi khusus, yaitu mengembalikan Keris Pangeran Diponegoro, dan meminta maaf atas Agresi Militer I dan II yang dilakukan Belanda setelah Proklamasi Kemerdekaan RI.


Detik.com

Seperti diketahui, Pangeran Diponegoro adalah salah seorang Pejuang dan Pahlawan Kemerdekaan RI pada masa penjajahan Belanda.

Hal itu karena beliau yang mengomando masyarakat Jawa dari tahun 1825-1830, untuk menumpas penjajahan Hindia Belanda di tanah air, yang dikenal dengan Perang Jawa.

Perang ini tercatat sebagai perang yang banyak memakan korban jiwa, baik dari pihak pribumi maupun penjajah Belanda. Dari pihak Belanda, tidak kurang dari 15 ribu tentara tewas, dan kerugian materi lebih dari 20 juta gulden.

Karena itu, Pangeran Diponegoro adalah pejuang yang paling dicari oleh Belanda, sehingga akhirnya beliau berhasil ditangkap pada tahun 1830.

Nah dalam penangkapan itulah disita pula oleh Belanda beberapa properti Pangeran Diponegoro, yang di antaranya adalah Tombak, Pelana Kuda, dan Keris Pusaka yang selalu beliau bawa.


Liputan6.com

Keris Pusaka yang bernama/berjenis 'Naga Siluman' itu kemudian diserahkan oleh Kolonel J.B. Clerens kepada Raja Belanda Willem I, lalu disimpan di Koninkelijk Kabinet van Zelfzaamheden (KKVZ), dan terakhir tahun 1883 diserahkan ke Museum Volkenkunde, Leiden Belanda.

Beberapa properti Pangeran Diponegoro selain keris berhasil diidentifikasi dan sudah dikembalikan kepada pemerintah Indonesia beberapa tahun yang lalu.

Namun untuk keris, baru sekarang dikembalikan. Dan ternyata keris itu menimbulkan keraguan beberapa pihak, apakah itu asli Keris Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro?

Keraguan itu muncul karena keris yang diserahkan itu berbeda dengan ciri-ciri keris Naga Siluman yang umum dikenal. Sedangkan ciri keris hitam berlapis emas yang diserahkan Belanda itu diklaim adalah jenis keris Nagasasra.

Kedua jenis keris ini mempunyai rancang bangun (dhapur) yang berbeda.



Rancang bangun keris Naga Siluman, bentuk naganya hanya kelihatan pada bagian kepala memakai topong, sedikit bagian badan, lalu akan mulai samar dan hilang di area bungkul bawah, dan seterusnya hilang seluruhnya hingga bagian ekornya. Umumnya keris jenis ini punya 11 luk (lekuk).

Sedangkan keris Nagasasra, wujud naga terlihat utuh dari kepala hingga ekor. Kepala naga mengenakan mahkota, luk keris dalam bilangan ganjil antara 9, 11, atau 13 kelok.


Artinya, secara fisik keris yang diserahkan Belanda tersebut adalah jenis Nagasasra, bukan Naga Siluman. Inilah yang menimbulkan keraguan, terutama bagi yang mengerti tentang seluk beluk keris.

Setiap ukiran, bentuk, pola, ukuran (panjang dan lebar), dan jumlah lekuk pada keris mempunyai makna tersendiri. Jadi keris bukan dibuat sembarang.

Yang jadi pertanyaan, apakah bisa dipastikan bahwa keris yang disita Belanda waktu itu adalah jenis Naga Siluman? Tuh Pangeran Diponegoro punya banyak jenis keris, yang mungkin saja ketika ditangkap itu beliau membawa keris jenis Nagasasra itu.

Memang ada dokumen yang menyebutkan keris yang disita itu disebut Naga Siluman. Namun itu tidak bisa dipastikan, apakah itu 'jenis keris' atau 'nama keris'? Karena sebuah keris bisa saja diberi nama sama dengan jenis keris.

Terlepas dari kontronversi itu, setidaknya kita bisa berbangga karena beberapa benda peninggalan bersejarah bisa kembali ke tanah air, sebagai warisan leluhur bangsa.

Masalah keasliannya, biarlah para Empudan Arkeolog yang bicara.(*)
****

Ref 1,
Ref 2, Ref 3, Ref 4 #507