Kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak, semakin marak terjadi. Parahnya, kejadian ini sering terjadi di area sekolah dan pelakunya kalau bukan guru, tak lain adalah anak-anak sekolah. Beberapa kasus dalam penelitian, pelaku rata-rata mengaku dengan alasan penasaran atau pernah melihat video dan gambar tidak senonoh.

Hai, Sahabat Kaskus ... Ketemu lagi dalam thread sederhana ane. Kali ini ane akan membahas tentang dunia anak yang terampas karena pelecehan seksual.

Lagi dan lagi kasus pelecehan seksual terjadi di sekolah. Di mana sekolah harusnya menjadi sarana belajar yang aman bagi anak-anak. Namun, kasus kekerasan dan pelecehan seksual malah semakin marak terjadi di lingkungan sekolah.


Anak adalah anugerah terindah yang dinantikan oleh semua orang. Kita mendidik dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Seorang anak bagaikan kertas kosong yang siap untuk digoresi bermacam warna kehidupan. Bagaimana bila warna hitam yang kelam selamanya menjadi warna dalam kehidupan si anak hingga akhir hayatnya.


Ya, warna hitam itu bisa menjadi pengaruh dalam masa depan anak. Misalnya, seorang anak yang mengalami kekerasan dan pelecehan seksual. Sebagai korban, anak akan mengalami depresi, menjadi pribadi yang tertutup dan mengalami trauma yang cukup mendalam.






Sebut saja, Rani anak kelas dua SD, yang beralamat di Kabupaten Bungo, Jambi. Dirinya menjadi "piala bergilir" beberapa kakak kelasnya. Parahnya, kejadian ini berlangsung di dalam kelas saat jam istirahat. Hal yang membuat geram dan marah adalah guru dan kepala sekolah, yang mengetahui kejadian tersebut malah menekan korban. Memberi suap uang 50ribu sebagai tutup mulut untuk tidak mengadu pada orangtuanya. Atau kalau tidak ayah tiri korban yang akan dikambinghitamkan sebagai pelaku. Demi menjaga nama baik dan reputasi sekolah, seorang panutan di sekolah sanggup untuk berbuat keji seperti itu.





Siapapun akan berang dan tidak terima dengan hal ini. Kejadian ini terjadi bulan Februari tahun 2020 lalu. Dan akan melakukan pesta adat dalam waktu dekat, sebagai tebusan denda secara damai melalui jalan adat. Sungguh disayangkan persoalan ini hanya diselesaikan dengan cara adat. Yakni, beras 100kg, kain sebanyak 100 dan uang 9 juta. Tapi apakah semua itu mampu menjanjikan masa depan anak akan selamat? Sungguh miris melihat kasus berat seperti ini hanya diganti dengan harta tidak seberapa pula. Sedangkan dampak psikologis yang dialami anak akan sangat berpengaruh dalam hidupnya. Merasa tidak berarti dan trauma akan menjadi kelemahan jika tidak dibantu untuk keluar dan sembuh. Pengaruh besar akan berdampak pada fisik dan mental. Korban harus mendapat perhatian khusus untuk penyembuhan trauma.


Paling disesalkan adalah penanganan terhadap kasus ini sering dianggap enteng. Kasus ini lebih sering terabaikan dan tidak memberikan hukum yang pasti. Efek jera hanyalah sedikit bagian yang benar-benar tidak ada pengaruhnya bagi pelaku. Sehingga tiap minggunya kasus pelecehan seksual ini semakin bertambah saja.


Jalan akhir adalah berusaha dari diri sendiri. Sebagai orangtua, awasi kelakuan anak, beri pengetahuan agama dan nasihat jangan pernah putus. Menjaga aktivitas "intim" sebagai orangtua, jangan sampai malah anak melihat dan merekam di dalam otak dan memiliki penasaran yang berujung penyesalan. Bisa jadi, anak kita menjadi pelaku tindak kekerasan dan pelecehan seksual, atau korban nantinya.


Bagaimana Sahabat Kaskus, pernah melihat atau menyaksikan kejadian serupa di sekitar anda? Mari berdiskusi dengan sopan dan santun, ya.


Sekian thread dari ane yang sangat sederhana ini.





Miris