i.am.legend.Avatar border
TS
i.am.legend.
Anies Kembali Bicara Zero Run-Off Jadi Solusi Banjir Jakarta


Anies Kembali Bicara Zero Run-Off Jadi Solusi Banjir Jakarta

Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bicara soal penyebab dan solusi banjir di Jakarta. Anies membahas soal kiriman air sungai dari hulu, air dari laut dan hujan dengan intensitas tinggi di Jakarta. Solusinya, kata Anies, adalah zero run-off.
"Ini perlu menjadi perhatian. Kenapa? Karena kita tadi bicara tiga sektor kalau kami di Jakarta ini, satu adalah air dari hulu, dua adalah air dari laut dan tiga adalah air yang turun di kawasan kita," ujar Anies dalam paparannya di acara FGD Mencari Solusi Penanganan Banjir di Jakarta, Jawa Barat dan Banten di gedung BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Senin (2/3/2020).

Anies kemudian menyebut hampir 92 persen wilayah Jakarta ini tanahnya tertutup. Dia mengatakan tanah Jakarta saat ini tertutup oleh bangunan, cor hingga jalan.

Oleh karenanya, Anies mengusulkan solusi banjir di Jakarta dengan cara membuat sumur saluran air atau zero run off. Menurutnya, hal itu bisa membantu mengatasi genangan yang selama ini terjadi.

"Hal penting yang perlu dibahas lebih jauh adalah begini, ini perlu kita pikirkan. Zero run off harus sudah menjadi keharusan. Kalau kita tidak menerapkan zero run off, bayangkan 92 persen dari kawasan ini tertutup, hanya 8 persen yang terbuka. Tertutup apa? Tertutup jalan, gedung, rumah dan lain-lain itu 92 persen. Jadi kalau curah hujan terjadi apalagi ekstrem, tanpa ada pengelolaan zero run off, akan masalah," kata Anies.

Zero run-off adalah konsep pengendalian banjir dengan bangunan atau kawasan mengelola air limpasan di dalam kawasannya sendiri, yaitu dengan drainase vertikal.

Menurutnya, drainase yang ada selama ini hanya bisa menampung air hujan hingga intensitas tinggi saja, tidak sampai pada tahap intensitas ekstrem. Banjir yang ada di Jakarta dan sekitarnya pada awal 2020 merupakan hujan dalam intensitas ekstrem.

"Selama ini yang kita lakukan tanpa ada zero run off, dari atap rumah dikirim ke saluran drainase. Ini masih berjalan baik ketika hujannya hanya 50 mm, 70 mm, 100 mm. Ini mampu menampung sampai 100 mm. Tapi ketika hujannya 300 mm langsung dikirim ke sistem drainase kita, dia tidak cukup lagi menampung, di situ terjadi genangan," ucap Anies.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini menerangkan, sudah saatnya warga Jakarta membuat sumur resapan air. Sehingga, air akan langsung masuk ke dalam tanah ketika hujan turun.

"Karena itulah kita membutuhkan membangun sumur-sumur resapan di setiap bangunan yang ada di tempat kita dan pemerintah harus menjadi institusi pertama yang menerapkan zero run off. Alhamdulillah DKI Jakarta sudah seluruh gedungnya zero run off. Kita tidak ada gedung yang menyumbang air ke luar, semua airnya dimasukkan ke dalam (tanah)," kata Anies.

"Tapi ini tidak cukup. Harus dikerjakan di semuanya. Kami akan siapkan dalam bentuk insentif pajak ke depan untuk warga membangun sumur resapan ini termasuk petunjuk-petunjuk teknisnya," sambungnya.
(tor/tor)
sumber

☆☆☆☆☆

Begini....

Capek sebenarnya mengkritisi Anies ini. Tapi tak apalah, daripada diam, nanti dianggapnya cuma dia yang benar dan pintar. Coba sekali-sekali tanya pada mereka yang mendengarkan perkataan Anies. Apa yang ada dalam pikiran mereka? Apa yang menyebabkan mereka diam? Bukan mengerti. Tapi justru tidak mengerti. Daripada pusing mendingan diam.

Kita pasti tak akan lupa dengan ucapan Anies dulu yang bilang bahwa dia telah punya solusi jitu untuk mengatasi banjir di Jakarta. Tapi dia tak mau mengungkapkan karena takut dicontek (oleh Ahok dan Djarot).

Dan selama ini para pendukung Anies selalu menyerang Jokowi yang pernah berkata bahwa akan lebih mudah mengatasi macet dan banjir jika menjadi Presiden. Benar? Hal itu yang selalu jadi bahan pembenaran untuk membela Anies. Baik. Coba sekarang kita pikirkan baik-baik. MRT, LRT, dan Trans Jakarta yang diperluas jaringannya saat Jokowi dan setelah itu Ahok memerintah Jakarta, itu adalah contoh solusi untuk mengatasi macet di Jakarta. Dan itu termasuk juga pembangunan underpass serta fly over. Termasuk juga pembangunan Simpang Susun Semanggi. Artinya perkataan Jokowi masih terbilang sesuai dengan perbuatan.

Ketika sebuah solusi dijadikan kebijakan, pasti akan ada pihak yang harus dikorbankan untuk memaksa satu pihak mengalah demi terciptanya solusi yang tepat. Lalu bagaimana jika sebuah kebijakan justru diacak-acak dengan alasan keberpihakan? Motor yang seharusnya dilarang melalui Sudirman-Thamrin, justru diijinkan lagi oleh Anies dengan alasan keberpihakan. Lantas untuk apa ada Trans Jakarta, LRT dan MRT? Lalu, jalan raya yang sudah kolaps menampung volume kendaraan, justru dipersempit dengan melebarkan trotoar yang fungsinya justru tidak tercapai. Lantas bagaimana sebuah solusi dapat tercapai jika Anies selalu mengacak-acak sebuah kebijakan? Dan ketika akhirnya macet tak juga teratasi, Jokowi yang jadi tumbal keangkuhan Anies.

Lalu, soal banjir. Jokowi memegang teguh apa yang telah dicapai oleh Sutiyoso dan Foke dengan meneruskan seluruh proyek demi mengatasi banjir di Jakarta. Deep Tunnel dibuat. Normalisasi dijalankan. Tapi ini juga dihambat oleh Anies dengan alasan keberpihakan. Akhirnya ketika banjir besar melanda, maka Jokowi kembali menjadi tumbal dipersalahkan. Padahal biang keroknya ada di Anies. Tapi seluruh pendukung Anies telah tertutup tai matanya. Tinggal sekarang penuntasan pembangunan Bendungan kering Ciawi-Sukamahi yang jadi sandaran Jakarta. Dan itu dikerjakan oleh pemerintah pusat. Jika nantinya bendungan tersebut terbukti mampu mengurangi volume air sungai yang menuju Jakarta hingga 30%, apakah Jokowi akan menepuk dada? Gak. Anies yang akan menepuk dada, karena nanti Jakarta luput dari banjir besar, Anies yang akan mendapat panggung. Mengklaim bahwa dia sanggup mengatasi banjir. Dijamin. Itu yang akan terjadi.

Jadi sebenarnya, master plan penanganan banjir di Jakarta telah ada dan tak perlu macam-macam membuat ini itu yang tidak terbukti bermanfaat. Apalagi mengklaim telah mengerjakan ini itu yang tak ada faktanya.

Dulu, Anies sesumbar drainase vertikal bisa mengatasi banjir. Air dipaksa masuk kedalam tanah. Ketika ternyata tak terbukti, maka hujan dipersalahkan.

Lalu, mulai lagi cari alasan, harus semua membuat sumur resapan. Dianggapnya semua rumah di Jakarta ini memiliki halaman luas seperti rumah dinasnya. Otaknya dimana!!!! Bahkan tak semua rumah warga Jakarta memiliki saluran tempat membuang tainya sendiri!! Tak memiliki septictank. Apalagi harus membuat sumur resapan? Dimana harus dibuat? Dijalanan umum? Dibawah kasur? Didapur? Atau dirumah tetangga yang pekarangannya luas?

Anies ini sebenarnya ingin berkelit dari kewajibannya menggusur warga bantaran sungai. Dia tetap enggan melakukan normalisasi. Dia sebenarnya masih ngotot ingin melakukan naturalisasi kentut yang justru mempersempit sungai. Maka dibuatlah solusi-solusi yang menurutnya benar. Ah, mana percaya! Buktinya seluruh solusi yang dibuat Anies tak satupun yang benar. Ketika kejadiannya begini, salahkan A. Ketika begini, salahkan B. Masih begini, salahkan C. Terus begitu sampai manusia mendarat di Mars.

Sudahlah Nies.
Kalau memang tak mampu ya bilang saja. Tak perlu memutar-mutar lidah mencari alasan yang tepat dan dibuat-buat. Semua juga tahu kapasitas ente memimpin Jakarta seperti apa.

Maklumlah. Namanya juga magang.


Diubah oleh i.am.legend. 02-03-2020 20:06
baca.berita
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 69 lainnya memberi reputasi
68
10.4K
186
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.8KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.