rahma.syndromeAvatar border
TS
rahma.syndrome
(CERPEN) Pesan Di Atas Nisan
Vika duduk di bangku depan kamar kosnya, pandangannya lurus kedepan namun kosong. pikirannya melayang, menuju Ibunya yang ia tinggalkan demi menuntut ilmu. Berat? Amat sangat bagi Vika, karena itu adalah pertama kalinya ia berpisah dengan Ibunya, sosok perempuan yang sudah melahirkan dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang tanpa kurang sedikitpun. Namun di sisi lain ia harus melihat dunia luar dan mengejar mimpinya untuk menjadi perawat. Impian yang muncul saat Vika berusia 15 tahun, saat itu Ibunya sakit selama 2 minggu lebih. Setelah pulang dari rumah sakit, Vika harus merawat Ibunya karena sang Ayah kembali bekerja ke luar kota. Namun Vika merasa kesulitan karena ia tidak tahu bagaimana cara merawat orang sakit. Maka setelah kejadian itu ia bertekad ingin menjadi perawat agar nantinya ia bisa merawat kedua orang tuanya ketika kesehatan mereka sudah menurun.



Semakin lama ia memikirkan Ibunya, maka semakin besar pula rasa rindu yang menyiksanya. Ia ingin pulang dan memeluk Ibunya dengan erat, ia ingin menceritakan bagaimana harinya setelah menjadi mahasiswa baru, ia ingin menceritakan tentang teman kampusnya, dan masih banyak lagi yang ingin ia ceritakan kepada Ibunya. Namun jarak menjadi penghalang semua itu. Hanya ada sebuah ponsel yang ia gunakan untuk mengirim sms dan menerima telepon dari Ibunya.

Terkadang jarak pantas di benci, namun tidak dengan takdir. Lalu apakah jarak juga termasuk takdir? Entahlah. Ada yang mengatakan bahwa saat kita berjuang pasti ada sesuatu yang harus di korbankan.

Begitu pula dengan Vika, dulu ia hanyalah gadis manja yang tidak tahu bagaimana cara hidup mandiri. Namun sekarang? Ia harus dan mungkin wajib untuk hidup mandiri. Sulit? Itu sudah pasti! Karena mandiri tidak bisa di bentuk secara langsung, namun butuh proses yang mungkin itu tidak mudah bagi sebagian orang. Tapi Vika sudah bertekad untuk menjadi perempuan mandiri, kuat, rajin dan pintar. Semua itu ia lakukan demi Ibunya. 

Tanpa sadar, air mata Vika lolos dari kelopak matanya. Entahlah, Vika sendiri tidak tahu kenapa perpisahan selalu di iringi air mata. Meskipun itu hanya perpisahan sementara ataupun selamanya. Terkadang kita menolak untuk menangis dan terlihat lemah, namun hati dan air mata selalu bekerja sama untuk lolos dari pertahanannya. Menyebalkan memang, ketika kita tidak bisa bertahan dan terlihat kuat. Tapi ada yang bilang, sebelum kita menjadi kuat harus menjadi lemah terlebih dahulu. 

Setiap hari Vika selalu mengirim sms kepada Ibunya, sebelum ia berangkat kuliah, setelah ia pulang dari kuliah, atau saat ia bermain ke rumah temannya dan saat Vika sedang berjalan-jalan dengan temannya pun ia selalu menyempatkan untuk memberitahu Ibunya melalui sms. Dan saat malam, pasti Vika selalu video call dengan Ibunya hanya untuk melihat wajahnya sebelum tidur. Bagi Vika hidup tanpa di damping Ayah itu sudah terbiasa karena Ayahnya terkadang harus bekerja ke luar kota. Namun hidup tidak di dampingi Ibunya, itu adalah hal baru bagi Vika. Dan itu sulit.

Hingga pada suatu hari, ia mendapat telepon dari Ayahnya dan mengatakan bahwa Ibunya sedang sakit. Pikiran Vika kacau, hatinya khawatir tanpa henti. Ia ingin pulang melihat keadaan Ibunya, tapi ia tidak bisa melakukannya karena sedang UAS. Ia hanya bisa berdo’a dan berharap untuk kesembuhan Ibunya. Setiap harinya Vika hanya bisa video call dengan Ayahnya dan melihat Ibunya sedang terlelap di tempat tidur. Dan itu cukup membuat Vika merasa hatinya tersayat melihat orang yang sangat di sayanginya terbaring lemah. 

Ibu Vika mengindap penyakit kanker payudara, namun Ibunya tidak mau jika Vika tahu hal itu. karena jika Vika tahu pasti Vika sangat sedih dan tidak bisa menerima itu. Entah berapa lama penyakit itu bersarang di tubuh Ibunya, tapi yang pasti itu akan membuat hidupnya berakhir tak lama lagi.

Setelah UAS selesai, Vika segera pulang dan melihat keadaan Ibunnya. Senyum manis menyambut kedatangan Vika. Ternyata Ibunya sudah membaik dan di perbolehkan untuk pulang. Selama satu minggu Vika merawat Ibunya dengan di temani Ayahnya. Dengan telaten dan tidak pernah mengeluh Vika terus merawat hingga Ibunya kembali sehat seperti semula.

Vika merasa lega karena Ibunya sudah sehat seperti semula, ia menjalani hari-hari dengan ceria seperti sebelumnya. Dunia kampus selalu menyenangkan bagi Vika, mempunyai banyak teman, banyak hal baru yang di pelajarinya dan mengembangkan diri bagi Vika. Ia sama sekali tak pernah mengeluh masalah kuliahnya. Rasa rindu kepada Ibu yang dulu terus mengalir setiap detik, kini mempunyai rentan waktu untuk rindu. Karena Vika sudah sedikit terbiasa hidup jauh dari sang Ibu. Vika termasuk anak yang periang dan mudah bergaul, banyak mahasiswa lain yang menyukai karena sifatnya. Satu tahun sudah Vika belajar di Universitas pilihan Ibuya itu, dan kini sudah memasuki tahun ajaran baru.

Namun tanpa Vika tahu Ibunya kembali masuk ke rumah sakit dan keadaanya lebih parah dari sebelumnya. Karena sang Ayah tidak mampu memberi tahu Vika lewat telepon jadi ia mendatangi kampusnya.

“Loh Ayah ke kampus kok gak bilang-bilang? Ibu mana?” tanya Vika.

“Ibu di rumah sayang, dan dia masuk ke rumah sakit.”

“Lagi?” tanya Vika kaget.

“Iya, dan keadaannya semakin parah, dia butuh kamu” ucap Ayahnya lirih.

Vika segera menarik tangan Ayahnya untuk masuk ke dalam  mobil menuju ke rumah sakit tempat Ibunya di rawat. Pikiran Vika kacau, segala kemungkinan muncul di otak Vika.

Namun sungguh mengejutkn karena saat Vika dan Ayahnya sampai di rumah sakit Ibunya sudah tidak bisa di selamatkan lagi. Vika hanya diam mencerna kalimat yang baru saja keluar dari mulut sang perawat. Namun perlahan tubuhnya bergetar hebat, dan air mata mengalir tanpa ampun. Napas Vika memburu, jantungnya berpacu 3 kali lebih cepat dari biasanya.

“Ayah, Vika lagi mimpi ya? hahaha, apa tadi perawatnya lagi becanda. Persetan dengan becandanya Ayah, itu gak lucu. Hahaha, Vika balik ke kampus lagi ya Ayah.” Ujar Vika sambil berbalik badan berniat untuk kembali ke kampusnya.

Namun dengan segera Ayahnya memeluk Vika dan membenamkan wajah Vika di dada bidangnya. Tangis Vika pecah dalam kesunyian, suara pilunya mengusik siapa saja yang mendengar tangisnya.

Tanpa berpamitan dengan Ayahnya, Vika kembali ke kosnya karena ia tak mau menghadiri pemakaman Ibunya sendiri. Vika belum bisa menerima kematian Ibunya entah sampai kapan.

Ponselnya terus bergetar, 5 panggilan tak terjawab dari Ayahnya. Namun Vika mengabaikannya dan memilih untuk mengurung diri di dalam kamar kosnya.

Sudah satu minggu kematian Ibunya dan Vika belum pernah pulang untuk melihat keadaan Ayahnya atau membersihkan makam Ibunya. Namun di setiap harinya ia selalu mengirim sms kepada Ibunya, entah itu berpamitan berangkat ke kampus, menanyakan apakah Ibunya sudah makan atau belum dan masih banyak lagi pesan-pesan yang ia kirimkan. Vika seperti orang yang selalu berhalusinasi, selalu menganggap bahwa Ibunya masih hidup. Banyak teman-temannya yang menghibur atau mengingatkannya, tapi bagi Vika, apa yang di katakana teman-temannya adalah omong kosong belaka. 

Bu, Vika pengen video call sama Ibu. Ibu lagi sibuk nggak?
-Terkirim

Perasaan rindu yang dulu mulai jarang ia rasakan, sekarang justru datang seperti merobek hati. Perih terhalang oleh alam yang berbeda.

“Bu, Vika pengen ketemu Ibu. Boleh nggak? Vika pengen sama Ibu” ucap Vika setelah mengirim pesan kepada Ibunya.

Entah berapa bulan Vika seperti itu, sampai pada akhirnya Ayahnya memaksa Vika untuk melihat makam Ibunya yang selama ini Vika belum pernah melihatnya.

“Vika!!! Kamu tuh harus sadar, Ibu udah gak ada Vika, kamu jangan terus-terusan gini, kasihan Ibu kamu! Dia sedih liat kamu gini!” Ucap Ayahnya dengan penuh penekanan.

Vika berjongkok di samping makam Ibunya, ia mengamati nama Ibunya dengan seksama. Ia berharap nama itu salah, tapi tidak! Itu benar. Air mata Vika mengalir deras, ia sendirian menangis di tengah pemakaman umun, sedangkan Ayahnya sudah beranjak pergi.

“Bu, maafin Vika”. Lirih Vika dengan sesenggukan.

Lalu Vika mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan kepada Ibunya tepat di atas batu nisan.

Bu, Vika minta maaf atas semua yang Vika perbuat selama ini. Mulai saat ini Vika akan terima kematian Ibu. Ibu yang tenang di sana ya, Vika di sini baik-baik aja kok, kan ada Ayah yang jagain Vika. 
-Terkirim

Setelah itu Vika berdo’a untuk ketenangan Ibunya, dengan kasar ia menghapus air matanya yang terus menerus mengalir. 
“Bu, setelah ini Vika udah gak akan kirim pesan ke Ibu lagi. Tadi adalah pesan terakhir dari Vika” ucap Vika lirih.

Gimi96
NadarNadz
nona212
nona212 dan 22 lainnya memberi reputasi
23
2.3K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.