erinherlina
TS
erinherlina
Cerpen - Penyesalan

P E N Y E S A L A N

Semilir angin senja menggerakkan dedaunan di ranting-ranting pohon kapuk di tepi sungai. Menerbangkan kapuk-kapuk yang terlepas dari buahnya. Terbang menjauh dari asalnya.

Di salah satu pohon kapuk yang menjorok ke sungai, berdiri seorang remaja tanggung. Sejuknya angin sore tak dapat ia rasakan. Wajahnya pias, tatapannya pilu syarat akan rindu yang sangat dalam. Ia menangis namun air mata tak mampu keluar. Ingin berteriak namun tak ada yang mendengar. Terduduk karena putus asa, hanya ratapan pilu yang keluar dari bibirnya.

"Bu, Pak, Aryo mau pulang huhuhu ...."

***

Brakk!

"Astaghfirullahaladziim," Lastri mengucap istighfar saat mendengar suara pintu di tendang.

"Bu, aku minta uang! Ayo Bu, cepat lama amat!"

"Ibu belum punya uang Yo, tadi pagi sudah Ibu kasih. Memang habis?"

"Habislah, uang segitu mana cukup. Teman-temanku aja uang bekalnya dua kali lipat dari yang Ibu kasih. Tuh, si Danu dia tiga kali lipat."

"Tapi Yo, keadaan keuangan kita dan mereka berbeda, Ayah dan Ibu mereka kerja kantoran, sedangkan Ayah dan Ibumu hanya serabutan. Tolong mengerti kami Nak."

"Ah, Ibu nih tiap hari alasannya begitu melulu. Cepat Ibu pasti punya uang."
Aryo memaksa ibunya untuk memberikan uang kepadanya.

Lastri bukannya tak mau memberi, namun uang yang ada hanya cukup untuk bekal dan makan esok hari. Kalau diberikan, habislah semua. Untuk besok, Aryo pasti akan meminta lagi, sedangkan untuk minta tambahan kesuaminya Lastri terlalu takut. Kemarin saja saat bilang uang menipis ia mendapat teriakan dibilang tak bisa mengatur pengeluaran dan berhemat.

Bejo, ayah Aryo adalah tipikal orang yang gampang emosi. Bahasanya kasar, tak jarang ia berteriak kepada Lastri saat ada Aryo. Sehingga, perilaku Aryo sekarang mirip sekali dengan bapaknya.

Seperti hari ini, karena tak diberi uang Aryo menendang pintu. Pakaian di lemari dia bongkar-bongkar. Barang-barang yang sudah tersusun rapih diberantakan.

Brak! Bruk! Brak!

Lastri yang melihatnya hanya mengelus dada. Karena, kalau dimarahi anak itu akan semakin menjadi.

Suara gaduh itu mengusik Budhe Nah. Kakak perempuan Lastri yang tinggal di sebelah.
"Heh, Aryo kamu itu tak tau diri. Bapak Ibumu itu orang gak punya. Tingkahmu kok ya kaya orang ada aja. Ga ada uang ya prihatin. Ini tak suruh belanja ke pasar aja gak mau padahal nanti tak upahi. Wong males ko yo pengen duit akeh. Mikir!"

Budhe Nah mempunyai warung di rumahnya. Ia sering meminta bantuan Aryo untuk belanja kebutuhan warung di pasar dekat rumah. Maksudnya ingin memberi jajan namun dengan cara mendidik Aryo agar hidup prihatin. Agar anak itu tahu bahwa mendapatkan uang itu tak mudah. Namun sifat Aryo yang pemalas sering membuat Budhe Nah mengeluarkan kata-kata kasar.

Tapi, pada suatu hari. Ada yang berbeda dengan Aryo hari ini. Kebetulan sekolah libur sejak pagi Aryo ada di rumah. Namun tak terdengar sedikit pun keributan di rumahnya. Aryo hari ini begitu penurut. Bahkan Budhe Nah sangat senang dan memuji perubahan sikap anak itu.

"Lha gitu toh Yo, syukur kamu rajin begini tiap hari. Disuruh Budhe mau, kan lumayan dapat tambahan jajan."

"Iya Budhe, hehehe. Bu Aryo mau main dulu ya sama teman-teman."

"Main dimana Nak? Jangan jauh-jauh."

"Itu di pinggir sungai, sama Mas Satyo."

"Hati-hati, di pinggir saja mainnya. Jangan nyebur ke air."

"Iya Bu, tenang saja aku bisa renang kok, kalaupun nyebur juga ada Mas Satyo."

"Lha, Satyo kakak sepupumu itukan beda setahun sama kamu. Podo wae bocah cilike. Wis hati-hati jangan nyemplung!"

"Iya, tenang Bu."

Aryo dan Satyo berlari ke arah sungai. Sesampainya di sungai mereka melihat ramai sekali orang berenang. Aryo senang sekali ia langsung lupa akan nasehat ibunya.

"Yo, jangan nyemplung! Ingat tadi apa kata ibumu."

"Gak apa-apa to Mas, tenang aja aman kan banyak orang tuh."

"Ya sudahlah aku ikut aja."

"Nah gitu dong ...."

Akhirnya mereka melompat ke air.

"Ayo Mas kita balapan sampai seberang!"

Aryo langsung melesat berenang ke seberang, sampai di seberang ia memanggil Satyo.

"Mas ayo sini, lama banget."

"Gak ah, aku malas Yo aku di sini aja."

"Ya sudah aku balik lagi."

Aryo berenang kembali ke tempat Satyo, tapi ketika di tengah-tengah Aryo merasa ada yang aneh. Kakinya terasa ditarik semakin cepat ia berenang semakin kencang kakinya ditarik.

"Mas tolonghh, tolongh, tolong aku Mas."

Blurb blurb blurb.

Air memasuki mulut Aryo namun ia terus berusaha agar tidak tenggelam. Satyo yang melihat itu, mencoba untuk menolong. Ia berenang ke tengah dan menarik Aryo, namun ia ikut terbawa. Karena takut, akhirnya ia lepas genggaman Aryo. Satyo berenang ke tepi dan naik ke atas. Ia mencoba mencari pertolongan. Memandang ke sekeliling Satyo heran, sungai yang tadinya penuh orang seketika sepi. Tak ada seorangpun selain dirinya.

Satyo berlari, kembali ke rumah dengan baju yang basah kuyup. Nafasnya tersengal-sengal.

"Bulek, Paklek. Aryo Bulek, Aryo huhuhu .... Aryo tenggelam di sungai."

Bejo yang mendengar putranya tenggelam, langsung berlari ke arah sungai. Sempat ia melihat gelembung udara terakhir di sungai. Tanpa pikir panjang Bejo langsung terjun, menyelam, mencari putra semata wayangnya. Namun, beberapa kali menyelam Aryo tak ditemukan.

Lastri menangis, khawatir putranya tak tertolong. Warga yang mendengar keributan langsung memanggil tim SAR untuk mencari Aryo. Namun, dua jam pencarian tak ditemukan juga jasadnya. Warga mulai panik. Ditengah kepanikan itu, berbicaralah Pak Kyai Jamil. Ia adalah sesepuh sekaligus ustadz di daerah ini.

"Bapak, Ibu mari kita berdoa memohon petunjuk dan pertolongan Allah untuk diberi kemudahan menemukan Nak Aryo. Mari kita bacakan Alfatihah, Al Ikhlas, Al Falaq, An-Nas, serta Ayat Kursi. Bacakan sebanyak tujuh kali balikan."

Ustadz memimpin warga membacakan kalam Allah tersebut. Setelah selesai, ustadz meminta salah seorang relawan turun kembali, dengan diikat badannya dan dijaga oleh relawan yang lain.

Selang beberapa menit para relawan turun.
"Alhamdulillah ya Allah ketemu."
Semua orang serentak mengucap syukur pada Allah.

Aryo diketemukan dalam keadaan badan membiru, darah keluar dari lubang-lubang ditubuhnya. Lastri dan Bejo menangis histeris, melihat putra semata wayang sudah tak bernyawa.

Di dekat mereka, tepat di depan batang pohon kapuk. Aryo berteriak memanggil nama mereka, ia ingin menyentuh namun tak bisa. Sampai senja tiba ia terus berteriak memanggil ayah ibunya.

Sekarang disinilah Aryo, di dalam kubur di balik tanah, tempat dimana seharusnya ia sekarang berada. Andai waktu dapat diulang, ingin sekali Aryo menjadi anak baik dan penurut patuh terhadap ibunya. Namun nasi telah menjadi bubur, semua tak akan bisa kembali lagi.

lina.whNadarNadznona212
nona212 dan 18 lainnya memberi reputasi
15
4.6K
148
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.