• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Mengapa Orang Suka Pamer? Ulasan Psikolog Barat Ini Bisa Sedikit Menjawab

onee643
TS
onee643
Mengapa Orang Suka Pamer? Ulasan Psikolog Barat Ini Bisa Sedikit Menjawab
Suka penasaran nggak kenapa ada orang yang suka pamer? Seperti memperlihatkan kekayaan yang identik dengan keunggulan financial seseorang tertentu daripada orang lainnya, ataupun keunggulan fisik, momen, dan berbagai hal lain yang mungkin menurut dia pantas/harus diperlihatkan kepada orang lain. Mungkin secara performa publik, mereka terlihat keren, lebih unggul daripada yang lain, mempesona dengan apa yang mereka miliki. Tapi terkadang realitanya bisa berbeda.

Di dunia psikologi ada sedikit jawaban, terutama alasan terkait topik mengapa beberapa orang suka pamer. Kali ini saya akan melakukan sedikit pembahasan yang pernah dilakukan oleh salah satu psikolog di barat, Hanan Parvez, sekaligus penulis ternama di Forbes, Business Insider dan Reader's Digest.


Burung ini pamer di depan teman-temannya, sumber gambar pixels.com · Stok tersedia

Pada orang-orang yang suka pamer alias show off, dua hal ikut mempengaruhi, yaitu kondisi pertama, lingkungan tempat dia melakukan pamer, dan kondisi kedua, para subject responden pelaku, alias orang-orang yang si pelaku pamer inginkan agar melihat dia.

Insecurity
Kebanyakan orang melakukan pamer karena insecurity, alias merasa tidak aman. Tidak seperti apa? Dalam dunia pergaulan sosial. Dengan melakukan pamer, mereka anggap bahwa perilaku ini membawa mereka ke posisi aman.

Pernahkah Anda dalam suatu pergaulan merasa tidak dianggap "penting"? Kemudian dengan perasaan yang menyeruak di hati tersebut, timbul perilaku ingin pengakuan dari teman-teman? Nah, bagi beberapa orang, pengakuan seperti ini bisa didapat dengan melakukan show off alias pamer.


Pengen satu jamnya, sumber gambar directinfo.webmanagercenter.com

Misalnya dalam suatu kelas, atau bangku perkuliahan. Salah seorang murid di antara teman-temannya, dia dianggap salah satu teman yang tidak begitu cerdas. Ada kemungkinan dia akan merasa kurang aman dalam dunia pergaulan, beberapa momen kemudian, kebutuhan pengakuan akan timbul, jika dia melakukan jalan yang lebih positif lainnya, itu lebih baik, tetapi pada beberapa orang pada kondisi ini dia akan melakukan pamer.

Kondisi yang saya maksud seperti pasca ulangan atau ujian. Ketika dia mendapat nilai yang cukup bagus, dia akan melakukan pamer ke teman-temannya, dengan begitu dia merasa, bahwa pengakuan dari teman-temannya akan dia dapatkan, karena show off tersebut bisa menyingkirkan stereotip negatif dari teman-temannya bahwa dia adalah anak kurang cerdas. Harapannya, sematan semi negatif tersebut akan tersingkir, kemudian pergaulan dengan teman-temannya akan baik-baik saja, bahkan lebih baik lagi, dan tidak akan ada stereotip lagi yang menganggap dia kurang briliant.

Psikolog barat terkait memberi contoh seorang master beladiri. Ahli silat, kungfu, karate, yang memang benar-benar ahli di bidangnya, tidak akan menantang seseorang untuk bertanding, demi memamerkan kemampuannya, karena dia tahu bahwa dia mempunyai skill yang bagus dalam beladiri.


Beda lagi dengan pertunjukan yang memang dilakukan untuk menggaet eksistensi organisasi bela dirinya di publik, sumber gambar sputniknews.com

Berbeda dengan praktisi beladiri lain yang mungkin masih pemula, ada kemungkinan dia akan semangat untuk menantang orang lain bertanding, di mana dia bisa memamerkan kemampuannya, dan mendapat pengakuan dari publik bahwasanya dia adalah praktisi beladiri yang mempunyai skill bagus. Biasanya kondisi seperti ini berangkat dari personal yang memang meragukan kemampuannya.

Sama seperti wanita, yang merasa insecure atas performa dirinya. Merasa tidak aman dengan yang ditampilkan secara fisik. Pada level berikutnya, kebutuhan pengakuan bisa bila tidak disalurkan pada kegiatan yang positif, bisa jadi dia suatu hari akan merubah performanya seperti model atau artis terkini. Demi mendapatkan pengakuan publik ataupun dari lingkungan sosialnya.

Pada sisi lain, wanita yang memang dia cantik dan mengetahui bahwa kecantikannya itu benar-benar maksimal, tidak akan melakukan hal serupa yang telah dilakukan wanita pertama tadi, karena dia tidak butuh.

Showing off during hard time
Pamer dilakukan karena berkaitan dengan momen "susah" yang sedang pelaku alami saat itu. Katakanlah orang yang jatuh kemudian kakinya berdarah, sobek panjang dan cairan merah mengalir banyak, penanda bahwa lukanya dalam. Lalu dia berdiri seakan-akan baik-baik saja, padahal teman-temannya sudah khawatir.

Gue kuat kok, kalian tenang aja. Di dalam hati nahan sakit dan perih. Ada keinginan mendapat pengakuan dari sana, karena momentum itu dianggap sebagai momentum jarang, yang baik untuk melakukan perilaku pamer. Siapa tahu teman sekitar terkesima, dia mendapat pengakuan sosial, temen bisa nambah, atau teman eksisting bisa jadi lebih dekat lagi karena takjub. Ya iya jarang, mana ada orang jatuh setiap hari atau setiap jam.


Hard time bisa apa saja yang terjadi selama hidup pada seseorang, identik dengan berbagai momentum negatif, sumber gambar medium.com

Kalau show off seperti ini dikategorikan "normal behavior" alias kebiasaan yang normal pada manusia. Tidak baik sih, tapi bukan masalah banget. Ada baiknya kita memperlihatkan apa adanya. Hanya saja ada level tertentu yang menjadi masalah berkelanjutan. Psikolog barat yang telah saya sebut sebelumnya mencontohkan, seperti seorang pebisnis, ketika dia merasa bisnisnya sedang "ada sesuatu".

Seperti kita sama-sama tahu, seorang pebisnis memiliki kecenderungan untuk terikat secara emosional pada bisnisnya. Ketika bisnisnya ada masalah, kemudian pelaku atau owner merasa ada kondisi insecurity, tidak aman dalam lingkup sosial, kemudian ego membawanya untuk "mengkomunikasikan" secara verbal maupun nonverbal terhadap lingkup sosial dan kepada dirinya sendiri, bahwa bisnisnya tidak ada masalah apa-apa, ada kemungkinan beberapa orang melakukan show off atau pamer, seperti identik dengan keunggulan finansial, atau memperlihatkan hiruk-pikuk dia berbisnis, constantly, dalam jangka waktu tidak pendek melakukan demikian terus menerus.

Ini tidak baik. Karena pelaku dalam kondisi clash, antara kenyataan dan kondisi yang dia pamerkan. Merasa bisnis yang dilakukan baik-baik saja, padahal kenyataannya tidak demikian. Penipuan kondisi seperti ini tidak akan berlangsung lama. Ada solusi yang lebih baik. Menyadari apa yang sedang terjadi, kemudian melakukan hal-hal yang dibutuhkan, demi keberlangsungan bisnis, bukan meyakinkan diri sendiri dengan kebohongan, bahkan berusaha memamerkan kepada orang-orang stereotip bisnisnya baik-baik saja.

Ini bisa di banyak bidang loh. Pernah mendengar kisah kelam lady Diana? Sosok berpengaruh di kerajaan Inggris yang akhirnya meninggal karena kecelakaan di jalan? Pernah dengar bahwa dia tersiksa, suka melukai diri sendiri, karena di depan publik dia memperlihatkan diri bahagia, tapi di belakang layar dia sangat sedih?


Jadi keingat sama beliau kan? Sumber gambar lettoquotidiano.it

Bisa jadi pada pasangan, yang memang berpura-pura bahagia, komunikasi verbal non verbal di sosial media, ataupun secara simpel ke khalayak masyarakat sekitar bahwa dia bahagia, padahal di dalam hatinya dia tidak merasakan demikian.

Sejatinya masalah butuh diselesaikan, bukan berusaha meyakinkan diri sendiri dan khalayak sekitar, bahwa dia baik-baik saja dengan keadaan demikian, tapi didalam hati tergerus keadaan. Karena sejatinya dia akan merugikan dirinya sendiri. Misalkan laki-laki yang pasangannya memasak sesuatu, sebenernya nggak enak, tapi dia paksakan diri dan memperlihatkan ke istri dan keluarga bahwa masakan istrinya enak dan dia memamerkan makan dengan lahap.

Coba kejadian seperti itu berlalu tahun tahunan. Bandingkan dengan laki-laki lain di seberang, ketika pasangannya memasak dan kurang enak, dia secara santun mengkomunikasikan kekurangan tersebut, mengambil jalan yang solutif, sehingga pada titik tertentu masakannya pasangan jadi enak karena dia mau menerima hasil komunikasi dari pihak laki-laki, dan kedepannya tidak ada masalah. Enak gitu kan?

Childhood experience
Biasanya terjadi pada anak bungsu atau anak tunggal, di mana pada masa kecil mereka, perhatian orang tua benar-benar dirasakan secara maksimal. Ibarat air hujan, bukan hujan rintik-rintik tapi hujan deres banget.


Kita amini bersama bahwa masa dewasa membuat banyak hal menyenangkan hilang, sumber gambar joya.life

Kemudian si anak merajut masa dewasa. Perhatian yang didapat dari orang tua, tentu sampai pada momen keterbatasan, karena dia sudah dewasa. Entah orang tua yang mulai uzur, atau kesibukan dari pihak orangtua maupun si anak yang sekarang dewasa, dan berbagai hal lain, jadinya dia membutuhkan perhatian dari lingkungan sosialnya.

Kalau masih kecil sih enak, tinggal nangis lalu minta peluk orang tua. Kalau sudah dewasa tidak so simple like that.

Jika sang anak yang telah dewasa ini mengambil langkah-langkah yang lebih produktif, saya kira tidak masalah, lain lagi kalau pada orang tertentu melakukan aktualisasi diri mendapat pengakuan lingkungan sosial dengan pamer. Dengan kata lain menginginkan perhatian tapi melakukan pamer.

Accept me
Perilaku pamer juga bisa dilakukan seseorang karena dia menginginkan pengakuan pada golongan tertentu. Misalkan orang sederhana, berteman dengan orang-orang kaya. Bisa jadi ada momentum dia menunjukkan kepemilikan barang barang tertentu, atau pamer hal lain, karena ingin diterima golongan yang dia inginkan tersebut.

Pernah ketemu enggak orang yang secara verbal omongannya agak gimana gitu kalau di depan kita? Bisa jadi dia ingin diterima kita sebagai teman, atau ingin masuk di lingkup sosial kita. Bisa jadi dia merasa down grade daripada kita, lalu dia melakukan pameran tersebut karena dia ingin kita menyukai dia.

Show off and identity
Simpelnya pamer dilakukan karena ada identitas yang sedang pelaku bangun. Ingin dianggap orang kaya, maka dia melakukan pamer-pamer keunggulan finansial. Populer saat bangku sekolah, bisa jadi sang pelaku meningkatkan penampilan saat bersekolah ataupun bergaul dengan teman-teman sekolah. Bisa jadi orang ingin dianggap intelek, jadi dia melakukan pamer wacana-wacana baru atau wacana-wacana ilmiah pada lingkup sosial sekitar dia.


Ilmuwan beneran aja enggak pamer, sumber gambar axios.com

Sebenarnya yang dibutuhkan adalah keyakinan pada diri sendiri. Kalau manusia memang dilahirkan mempunyai karakter masing-masing, sejarah kacamata religi seseorang juga punya rezekinya masing-masing. Dunia ini terlalu luas bagi kita yang kecil. Buat diri kita nyaman, tidak terlalu memaksakan diri untuk mengejar sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dikejar.

Entah lagi pada kondisi ketika seseorang menganggap kita negatif, padahal yang kita tahu, pada kenyataannya kita tidak demikian. Terkadang ada baiknya kita memperlihatkan kenyataan yang terjadi. Tentu dengan tidak berlebihan.



Akhir kata semoga artikel ini bermanfaat, Semoga kita semua dijaga Tuhan dalam segala kondisi dimanapun kapanpun. Just be positive.




Furqon643







Sumber
Di sini.
4iinchatmajazoneRichy211
Richy211 dan 44 lainnya memberi reputasi
43
19.6K
296
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.