silents.Avatar border
TS
silents.
Akhir Kisah Z Siswi Korban Teror Karena Tak Berjilbab: Pindah Sekolah
Sragen - Kasus teror yang menimpa Z, siswi kelas X SMA Negeri 1 Gemolong Sragen, terselesaikan. Z yang mendapat tekanan teror pesan via WhatsApp dari salah seorang pengurus Kerohaian Islam (Rohis) di sekolahnya, akhirnya memutuskan pindah sekolah.

Z mendapatkan pesan via WhatsApp dari salah seorang pengurus Kerohaian Islam (Rohis) di sekolahnya, yang isinya meminta Z untuk segera mengenakan jilbab. Pesan ini berubah menjadi teror karena dikirim hampir setiap hari sejak September 2019, disertai kata-kata yang menjurus intoleran dan menghina orang tua Z.

Z yang tertekan batinnya, melapor ke ayahnya, Agung Purnomo, yang kemudian mendatangi pihak sekolah untuk melayangkan protes. Kejadian ini kemudian viral hingga memantik reaksi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, untuk angkat bicara. Ganjar berjanji akan menyelesaikan kasus tersebut.Dikonfirmasi, Kepala SMA Negeri 1 Gemolong, Sragen, Suparno membenarkan peristiwa tersebut. Pada 9 Januari lalu, Suparno mengatakan masalah tersebut telah selesai. Menurutnya, kedua pihak sudah berangkulan. Dia juga berjanji akan mengevaluasi kegiatan Rohis supaya bermanfaat dan tidak membuat gempar.

Namun hal berbeda diungkapkan ayah Z, Agung Purnomo. Agung menyebut masalah ini belum tuntas. Dia ingin ada langkah nyata dari sekolah untuk mencegah kasus ini terulang lagi.Agung berpendapat pihak sekolah perlu menghentikan sementara kegiatan Rohis dan mengkaji ulang SOP-nya. Dia berharap bibit intoleransi seperti ini tidak lagi meracuni anak-anak tersebut. "Sekolah itu kan milik negara. Jadi seberapa besar sekolah mampu menyediakan satu ruang yang mampu menerima perbedaan," ujarnya.

Agung menyebut teror anggota Rohis melalui WA itu telah membuat putrinya takut bergaul dan diperlakukan berbeda oleh gurunya. Agung menyebut putrinya saat itu masih terus menangis dan tidak berani berangkat ke sekolah karena kasusnya viral di media sosial.

Sesuai arahan Gubernur Ganjar, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah (Jateng) kemudian turun tangan. Kepala Cabang Dinas (KCD) wilayah IV Dinas Pendidikan Jateng, Eris Yunianto memanggil Kepala SMA Negeri 1 Gemolong, Sragen, Suparno. Ada sejumlah catatan dari Disdik Jateng untuk mengantisipasi kejadian serupa terulang.
Eris menyebut pihaknya sudah meminta pihak sekolah untuk membenahi standard SOP kegiatan siswa, termasuk Rohis. Eris juga menyoroti soal masjid sekolah yang selama ini digunakan bersama-sama dengan masyarakat.

Akses yang terbuka bagi pihak luar ini juga menjadi kendala bagi sekolah untuk melakukan pengawasan.Upaya mediasi juga dilakukan Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Mediasi itu berlangsung tertutup, di ruang Citrayasa kompleks rumah dinas Bupati Sragen, Kamis (16/1) pukul 08.30-10.00 WIB.

Selain pihak sekolah dan orang tua siswi, perwakilan dinas pendidikan Provinsi Jawa Tengah, serta segenap jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Kabupaten Sragen juga ikut dalam pertemuan ini.Sesuai hasil mediasi, ikrar Pancasila tersebut akhirnya digelar SMA Negeri 1 Gemolong, Jumat (17/1). Ikrar yang diberi nama Deklarasi Sekolah Kebhinekaan itu dibacakan Kepala SMAN 1 Gemolong Suparno dan ditirukan seluruh peserta upacara yang hadir.

Ikrar tersebut berisi tiga poin. Pertama, sekolah menjamin seluruh siswa mendapatkan pelayanan pendidikan terbaik untuk tumbuh kembang anak sesuai dengan usia dan kemampuan masing masing. Kedua, Menjamin suasana sekolah sebagai rumah kedua bagi anak yang kondusif, aman, nyaman, tenggang rasa, antiperundungan dan kekerasan.

Ketiga, mewujudkan pelayanan pendidikan yang mengedepankan nilai Pancasila, kebhinekaan dan toleransi secara obyektif, tidak diskriminatif dan terintegrasi dalam pembelajaran.

Sedangkan Z akhirnya memilih pindah sekolah. Pihak orang tua memutuskan untuk memindahkan Z ke sekolah lain agar anaknya bisa belajar dengan tenang."Saya pindahkan ke sekolah swasta di Solo. Biar tenang, biar dia mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan yang diinginkannya," ujar orang tua Z, Agung Purnomo, dihubungi detikcom, Minggu (19/1).

Agung mengaku merasa lebih tenang usai anaknya pindah sekolah. Menurutnya, masih banyak faktor yang membuatnya memilih untuk memindahkan anaknya ke sekolah lain. Namun pihaknya tidak bisa mengutarakan hal ini ke publik.

Agung meminta insiden teror yang menimpa anaknya menjadi pembelajaran semua pihak. Terutama dirinya menunggu tindakan nyata dari pemerintah, untuk memastikan institusi pendidikan bersih dari intoleransi.

https://news.detik.com/berita-jawa-t...415.1555408898

Aksi terorisme semacam ini adalah cikal bakal teror bomber, bahkan ISIS.

Semua berawal dari doktrin agama yg salah.

Gimana nggak salah, mualaf yg baru belajar islam dijadikan ulama.

Ustad kampung mantan penjual obat keliling dan pelaku debus dijadikan ulama.

Islam Nusantara adalah satu2nya yg cocok untuk negeri kita.

Indonesia mestinya meniru Saudi.

Ustad2 radikal intoleran itu sebaiknya ditangkap dan dilarang ceramah.

#indonesiadaruratradikalisme

sebelahblog
4iinch
entop
entop dan 14 lainnya memberi reputasi
15
3.5K
62
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.7KThread40.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.