Badai tropis Claudia yang sempat menghampiri wilayah Indonesia telah menjauh

Jakarta - Indahnya langit Jakarta sejak kemarin menjadi pemandangan yang langka bagi warga Ibu Kota. Ternyata, ada peran badai Claudia di balik cerahnya langit di Jakarta dan absennya hujan.

Analisis itu disampaikan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Langit biru cerah ini muncul karena awan ditarik oleh badai Claudia.

"Badai Claudia di selatan Jawa yang menarik awan sehingga 2 hari kemarin Jawa hingga Nusa Tenggara relatif cerah. Bergesernya posisi matahari ke selatan, selain menimbulkan kekeringan yang mengakibatkan kebakaran lahan yang besar di Australia saat ini juga melahirkan Badai Tropis Claudia. Dilihat dari satelit lingkungan dan cuaca tanggal 13-14 Januari 2020. #badai_claudia #badai #satelit #LAPAN_RI #indonesia," tulis Lapan dalam akun Twitter resminya, Selasa (14/1/2020).



Informasi soal penyebab fenomena langit cerah ini juga dikonfirmasi Peneliti Sains dan Teknologi Atmosfer Lapan, Trismidianto. Dia menjelaskan badai Claudia memang menarik awan. Hal ini dibuktikan dengan kondisi suhu hangat saat malam hari.

"Hasil pengamatan saya iya, itu akibat adanya dampak dari badai Claudia. Salah satu buktinya saya rasakan juga beberapa hari ini, terasa hangat bahkan malam juga, hal ini dikarenakan massa udara tertarik oleh Badai Claudia yang bergerak menjauh dari Indonesia. Kalaupun ada hujan di bagian utara pulau Jawa, itu akibat adanya pasokan massa uap air dari lautan Jawa yang dipengaruhi adanya cold surge (aliran udara dingin) dari Laut China Selatan," kata Trismidianto kepada wartawan, Rabu (15/1).

Penyebab fenomena langit biru Jakarta ini juga sudah dipaparkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG menjelaskan cerahnya Jakarta hari ini disebabkan sedikitnya pasokan uap dari arah utara ataupun selatan.

"Saat ini memang aktivitas pembentukan awan hujan di atas Jabodetabek sedang berkurang. Suplai uap air, baik dari selatan (Samudra Hindia) maupun utara (Benua Asia), sebagai pembentuk awan hujan berkurang, sehingga awan yang terbentuk pun sedikit," kata Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fahry Rajab kepada wartawan, Selasa (14/1).

Dalam kondisi hari-hari sebelumnya, uap itulah yang menjadi bahan mendung hujan. Di Samudra Hindia sendiri, ada siklon tropis Claudia yang bergerak menjauhi Indonesia, tapi pengaruhnya tak sampai ke Jakarta dan sekitarnya.

"Siklon tropis Claudia berpengaruh secara tidak langsung terhadap kondisi cuaca di Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT," kata dia.


Gagal lagi mau pencitraan ya Nies?

sumber

☆☆☆☆☆☆

Mau ketawa takut ada gerombolan yang marah.
Padahal yang bikin marah si Claudia.
Claudia ini ternyata kambing hitam yang membuat langit Jakarta kelihatan cerah dengan awan putih. Seakan tanpa polusi.

2 hari Claudia membantu Anies tanpa pamrih. 2 tahun kemarau membantu Anies tanpa minta bayaran. Mereka cuma ingin hal itu jangan diaku-aku Anies sebagai bentuk keberhasilannya. Lalu merasa pongah, berkicau di sosmed. Seolah program lidah mertua berhasil. Seolah tanaman diatas bronjong gak jelas ditengah kota berhasil menyedot polutan. Seolah banjir enyah dari Jakarta, hingga tak peduli dengn ancaman banjir.

LAPAN sendiri telah menyatakan bahwa cerahnya langit Jakarta bukan berarti ancaman curah hujan yang tinggi telah selesai. Februari-Maret, cuaca Jakarta diprediksi masih mengandung curah hujan yang tinggi. Jadi stoplah bernarasi.

Dan ingat, BPPT sekuat tenaga merekayasa cuaca diatas langit Jakarta. Bukan diperintah Anies. Bukan pula kasihan dengan Anies. Itu tugas mereka yang mereka emban agar ibukota dimana pemerintahan berdiri tidak kolaps. Jadi sekali lagi, stop bernarasi.

Mungkin bagi sebagian orang koplak, banjir adalah berkah. Makin besar banjir makin berkah. Mungkin iya. Bagi sebagian orang itu yang mungkin pengangguran, banjir besar bisa mendatangkan uang. Pelayanan penyeberangan jalan yang tergenang. Mendadak jadi pengatur jalan. Sementara Ojek pangkalan yang bisa tertawa dapat limpahan penumpang. Mana mau mereka peduli dengan geliat ekonomi Jakarta yang lumpuh total. Apalagi dengan kerugian para pengusaha yang disinyalir terkena dampak banjir hingga rugi triliunan. Bodo amat. Begitu mungkin pikiran mereka.

Tapi ternyata benar apa kata pendukung-pendukung Anies Baswedan. Banjir membuat berkah melimpah. Buktinya tiba-tiba ada anggaran 4 milyar untuk pengadaan toa. Toa 4 milyar? Hush. Jangan heran dulu. Ini toa bukan sembarang toa. Toa ini bukan seperti toa masjid (katanya), meskipun bentuknya sama dengan yang terpasang di masjid. Toa ini terhubung dengan instrument rumit, dengan hitung-hitungan algoritma yang rumit. Dengan topologi yang njelimet. Sudahlah, cebong gak bakal paham.

Jadi, toa ini terhubung dengan sensor. Sensor itu ditanam di sekitar permukaan bantaran sungai. Ketika sensor itu tersentuh (seperti sensor air bak yang harganya belasan ribulah. Paham gak?) air sungai yang mulai naik, maka sensor itu akan meneruskan sinyal ke infra merah. Infra merah akan bereaksi memancarkan sinar kesebuah receiver (mirip sensor receiver remote di tv. Paham gak?) lalu sebuah transistor akan meneruskan tegangan untuk menyalakan switch on off ke perangkat pengeras suara. Karena pengeras suara disetel full 100%, maka alhasil akan keluar suara keras yang bakal membuat seluruh penduduk di wilayah yang dipasang toa itu terkaget-kaget. Yang tidur langsung loncat. Yang makan langsung membuang makanannya. Yang lagi ke WC lupa cebok main pakai aja celananya. Yang lagi wikwik, nanggung, nerusin wikwik. Pokoknya semua bakal lari lintang pukang bagai ada serangan pesawat tempur F22. Berlari menjauh dari sisi sungai sejauh-jauhnya.

Lantas suara apa yang keluar dari toa seharga 4 milyar dalam beberapa titik itu?
Ini :

"Banjiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiirrrrrrrrrrrrr.......!"


4 milyar. Benar-benar banjir membawa berkah.
Jangan lupa, langit Jakarta cerah karena Claudia, bukan Glueanies.