AdelineNordicaAvatar border
TS
AdelineNordica
Cinta di Dinding Biru


Quote:


🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃


Ayana menghempaskan diri di sofa. Wajahnya serupa rembulan suram. Alis tebalnya masih terpaut. Ia menekuri layar ponsel di genggaman tangan. Berkali-kali wanita berlesung pipi itu menggulirkan jemari pada aplikasi media sosialnya.

Ia masih serius membaca sebuah kolom komentar akun seorang pria dan wanita. Ada gemuruh di dada. Kepalanya terasa berat. Ingin sekali ia menyudahi lalu keluar dari akun itu. Namun, rasa penasaran seolah mengambil alih separuh akal sehatnya.

Ia memang menaruh hati pada si pria. Sosok yang sudah mengisi bilik kosong di hatinya. Pria yang selalu melambungkan harapan ketika mereka bercengkerama di dinding biru.

"Heran, deh. Sekalinya dengan cewek ini mesra banget. Gak pernah marah-marah meskipun berguraunya kelewat batas. Belum lagi dia nyantai banget lepasin tawa. Kayak nyaman banget. Gak mungkin hanya sekadar teman," lirih Ayana seraya men-klik komentar lain di tulisan Pandu.

Rasa penasarannya semakin menjadi-jadi. Seolah pemburu kelaparan, napasnya semakin cepat. Jarinya segera menekan akun si wanita.
Tak ada biodata jelas. Hanya beberapa foto unduhan dari internet sebagai pemanis puisi, dan prosanya. Gambar wanita itu pun sengaja dibuat seperti kartun. Beberapa adalah tulisan curhatan si wanita tentang kerinduan kepada prianya.

Sumber

Hei, apa ini? Ada foto dia dan seorang pria yang ditutup emotikon. Jangan-jangan ini .... Ayana tahu selama ini pria pujaannya tak pernah sekalipun menampakan wajah asli. Dugaannya semakin menjadi apalagi si pria memberikan reaksi love pada foto itu.

Lelehan air mata perlahan mengalir di pipi Ayana. Ia berharap mereka bukan pasangan seperti yang diduganya selama ini. Apakah gadis bermata kelereng itu yang selalu merasa besar kepala setiap berinteraksi dengan Pandu? Ia merasa cintanya bertepuk sebelah tangan.

"Bodoh! Kenapa tak kamu serang saja si perusuh itu? Teror di inbox-nya. Suruh Vivian menjauh dari Pandu." Sebuah suara berbisik di telinga Ayana.

Ayana menggigit bibir bawahnya. Jarinya gemetaran. Ia akan menekan tombol keluar tapi ...

"Teror atau kau kehilangan pangeranmu. Tunggu apa lagi, Ay?" Suara itu semakin menggema di kepalanya. Kali ini memerintah dengan keras.

Rasa cemburu Ayana sudah naik ke ubun-ubun. Penuh semangat jari-jarinya lincah mengetik kata-kata tak pantas di inbox Vivian. Ia tersenyum licik ketika pesannya meluncur mulus. Puas? Tidak! Ternyata ia memiliki sebuah ide. Ya, wanita itu harus disingkirkan sejauh mungkin. Tersisih belum cukup. Aku ingin ia menderita secara psikis.

***

Seminggu kemudian beranda teman-teman Ayana ramai membicarakan Vivian. Banyak teman-teman wanita menghujatnya sebagai pelakor. Desas desus itu kian menjadi apalagi Ayana pandai berakting seolah si pria adalah kekasihnya. Menuduh Vivian sebagai orang ketiga dalam hubungan (tak pernah ada) mereka. Gadis berambut sepinggul itu semakin percaya diri. Dramanya mulus tak terendus. Apalagi banyak teman-teman satu grupnya bersimpati kebablasan tanpa menyelidiki. Menyerang akun Vivian dengan kata-kata lebih kotor.

Jangan beri panggung pada perusak hubungan orang. Ih, najis kayak gak laku aja jadi orang. Cuih!

Begitu sebuah tulisan di kolom komentar foto Vivian bersama wajah pria yang tertutup stiker. Tulisan yang tak lain dari sahabat Ayana, Maya. Ayana tersenyum puas. Ia menunggu tanggapan dari si pria pujaannya di akun Vivian. Nihil. Terakhir si pria online sekitar dua hari yang lalu.

Kian hari kian gencar serangan dari Ayana dan teman-temannya. Vivian sudah mengklarifikasi bahwa dugaan mereka salah. Foto pria itu bukanlah pria yang dimaksud. Percuma bicara pada orang yang tengah terbakar emosi. Bicara benar pun malah semakin diintimidasi.

Halah! Pasti lu, lagi halu. Lu, tahu kan Ayana itu pasangannya Pandu. Dasar pelakor!

Astaghfirullah. Kenapa Kak Maya ngomong seperti itu. Bukankah sudah saya bilang itu suami saya, bukan Bang Pandu. Silakan konfirmasi sendiri dengan orang bersangkutan. Terima kasih atas tuduhannya. Saya tidak menyangka orang berpendidikan seperti kakak tega memfitnah. Ini foto kami tanpa stiker. Silakan cocokan dengan foto Bang Pandu. Kalaupun abang memiliki kekasih tidak mungkin saya tidak tahu.

Bacot, lu! Masih juga gak mau ngaku. Ngapain juga Pandu mesti ngasi tahu lu kalau dia dan Ayana jadian. Memang lu siapa? Dasar Keong Racun! Udah salah malah ngelunjak.

Vivian menangis membaca komentar pedas Maya. Ia tak tahu menahu apa yang tengah terjadi. Padahal ia tengah menetralkan suasana hati di selepas masa keguguran. Untuk menghibur hati ia menunggah foto bersama suami. Padahal sedari membuka akun tak pernah sekalipun ia mau membuka privacy-nya untuk umum. Ia hanya ingin berkonsentrasi untuk menulis saja. Entah kenapa hari itu ia rindu dan ingin sekali menampakan kebahagiaan mereka. Ternyata berbuah petaka.

Akhirnya Vivian memutuskan untuk offline sementara waktu. Ia akan menenangkan diri dari dunia maya seraya menunggu balasan pesan dan telepon dari Pandu.

"Ah, pasti dia masih sibuk." Vivian menaruh android di sebelahnya. Tiba-tiba telinga wanita berlijbab itu berdenging. Kepala seperti ditusuk-tusuk jarum. Perutnya juga kram. Wanita itu meringkuk menahan sakit luar biasa di perut. Ia mengambil hp lalu menekan nama suaminya. Tak ada jawaban sementara penglihatan mulai buram. Vivian mengirim pesan. Nihil. Terpaksa ia menekan nomor ibunya.

Di sudut kota lain Ayana mulai men-stalkingakun Pandu. Mencari tahu apakah si pria sudah aktif bermedia sosial. Zonk! Ia malah menemukan akun Vivian yang telah offline.

***

Tiga hari berikutnya.
Ayana dan Maya yang tengah berada di sebuah cafe tersentak membaca sebuah tulisan di beranda Pandu. Tawa berderai mereka berubah menjadi aroma ketakutan. Keringat dingin mulai membasahi telapak tangan Ayana.

Baru beberapa hari dinas ke luar kota dapat kabar kalau adik tersayang saya, Vivian masuk rumah sakit lagi. Awalnya dia tidak mau cerita kenapa. Sebagai abang, saya mesti tahu dan meluncurlah pengakuannya.
Untuk kalian yang sudah meneror adik saya, MINTA MAAF KEPADA ADIK SAYA ATAU SAYA PERKARAKAN KALIAN.

Jangan kira saya tidak tahu dalangnya. Kamu Wanita halu bin mythomania percuma berwajah cantik jika hatimu menyimpan kebusukan. Di depanku, kamu alim. Tidak tahunya itu hanya topeng. Pandai sekali kamu bersandiwara. Apakah tabayyun tak ada artinya untuk dirimu?

Awalnya saya mulai jatuh hati padamu. Sayang sekali seribu wanita sepertimu diberikan padaku, tetap nol di hadapanku. Camkan itu!


"Loh, kok gak sama dengan cerita lu sih, Ay. Lu bilang kalian jadian. Tapi, masa' lu gak tahu Vivian itu adiknya Pandu. Jangan bilang yang halu itu, lu?!" Maya menatap tajam pada teman di depannya.

Bibir Ayana sudah bergetar hebat. Kepalanya tertunduk. Suara musik cafe sudah terdengar samar-samar.



"Sial! Kawan sendiri lu manfaatin. Dasar sakit lu!" Mia bergegas pergi setelah mendorong bahu Ayana.

"May, tolong dengerin penjelasan gue. Maafin gue." Ayana sudah mengejar Maya ke luar cafe.

"Bomat! Gue mau minta maaf sama Vivian. Lu, harusnya minta maaf juga, bukan cuma sama gue. Noh! Vivian, Pandu, dan gank kita yang udah lu tipu. Nyesel gue udah masuk drama, Lu. Lain kali kalau cinta jangan bego. Otak lu juga dipakai!" Maya masuk dan menghempaskan pintu mobil.

Terios silvernya melaju membelah jalan. Ayana terpekur di depan cafe. Tubuhnya luruh lalu berjongkok dan menangis sejadi-jadinya.

-Tamat-

25 Mei 2019
Adeline Nordica
Diubah oleh AdelineNordica 19-01-2020 12:32
Gimi96
NadarNadz
nona212
nona212 dan 25 lainnya memberi reputasi
24
5.3K
50
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.